Thursday, January 29, 2009

The Last Mangrove




Kini kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke semakin terpojok, hutan bakau yang dulu sangat luas sekali kini hanya ada dipinggiran sungai dan laut akibat perambahan lahan untuk memperluas kawasan perumahan mewah yaitu Pantai Indah Kapuk (PIK). Ribuan bangunan mewah yang berharga diatas 1 miliar kini menjadi penghuni asli kawasan bekas hutan tersebut termasuk dengan mahluknya.

Ketika saya memasuki kawasab cagar alam ini, tidak terdapat petugas yang berjaga dipintu masuk sehingga saya tidak bisa mendapatkan informasi yang layak. Dan saya bisa bebas mengabadikan sebagian kawasan SMMA ini dan ada info yang berbeda...diujung kawasan ini terdapat papan pengumuman yang memberikan info bahwa luas area sekitar 40 hektar dan di papan petunjuk yang lain berisikan info hanya 20 hektar sekian...nah sisanya kemana??

Oh iya saya lupa sisanya sudah berubah menjadi perumahan mewah.....sementara disebrang sungai yang pekat dan berbau tidak sedap itu, puluhan gubuk kumuh bertengger...ironis sekali!! Ibarat bumi dan langit...langit berada dikawasan PIK (pantai indah kapuk) yang bersih dan rumah2 besarnya sementara sebrang kawasan Muara Angke gubuk2 para nelayan dan pemukim ilegal lainnya yang semakin menambah kotor dan sesaknya kawasan yang indah ini.

Sementara monyet2 kecil kini semakin merana, hutan bakau yang menjadi habitat hidupnya semakin berkurang. Kini mereka mencari makanan dari manusia yang berada diselemparan batu. Padahal kawasan ini bisa dijadikan tempat wisata yang menawan apabila dikelola secara profesional. Padahal jalan panggung sudah dibuat dengan baik melewati lebatnya hutan bakau tersebut. Coba dinegara mana yang ibukotanya mempunyai kawasan hutan bakau??? Pasti hanya ada di Jakarta....tidak ada tempat lain yang mempunyai keunikan vegetasi seperti ini....Kita bisa melihat burung bangau yg bermigrasi dari asia ke australia pada akhir tahun seperti ini....coba deh kalian kunjungi tempat ini sekali waktu....melewati jalan panggung dan sambil liat habitat yang ada..jangan lupa pakai topi dan hati2 ular pohon...I hate it!!

Berikut ini informasi yang saya dapatkan dari laman wikipedia:

Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) adalah sebuah kawasan konservasi di wilayah hutan bakau (mangrove) di pesisir utara Jakarta. Secara administratif, kawasan ini termasuk wilayah Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kawasan yang berdampingan dengan Perumahan Pantai Indah Kapuk ini, hanya dibatasi Kali Angke dengan permukiman nelayan Muara Angke. Pada sisi utara SMMA, terdapat hutan lindung Angke-Kapuk yang berada di dalam wewenang Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

Semula SMMA ditetapkan sebagai cagar alam oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 17 Juni 1939, dengan luas awal 15,04 ha. Kemudian kawasan ini diperluas sehingga pada sekitar tahun 1960-an tercatat memiliki luas 1.344,62 ha. Dengan meningkatnya tekanan dan kerusakan lingkungan baik di dalam maupun di sekitar kawasan Muara Angke, sebagian wilayah cagar alam ini kemudian menjadi rusak. Sehingga, setelah 60 tahun menyandang status sebagai cagar alam, pada tahun 1998 Pemerintah mengubah status kawasan ini menjadi suaka margasatwa untuk merehabilitasinya. Perubahan status ini ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 097/Kpts-II/1998 sebagai Suaka Margasatwa Muara Angke dengan total luas 25,02 ha.

Meski SMMA merupakan suaka margasatwa terkecil di Indonesia, namun peranannya cukup penting. Bahkan BirdLife International - salah satu organisasi pelestarian burung di dunia - memasukkan kawasan Muara Angke sebagai salah satu daerah penting bagi burung (IBA, Important Bird Areas) di Pulau Jawa
Vegetasi semula di SMMA adalah hutan mangrove pantai utara Jawa, dengan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Akan tetapi akibat tingginya tingkat kerusakan hutan di wilayah ini, saat ini diperkirakan hanya tinggal 10% yang tertutup oleh vegetasi berpohon-pohon. Sebagian besar telah berubah menjadi rawa terbuka yang ditumbuhi rumput-rumputan, gelagah (Saccharum spontaneum) dan eceng gondok (Eichchornia crassipes).

Tercatat sekitar 30 jenis tumbuhan dan 11 di antaranya adalah jenis pohon, yang hidup di SMMA. Pohon-pohon mangrove itu di antaranya adalah jenis-jenis bakau (Rhizophora mucronata, R. apiculata), api-api (Avicennia spp.), pidada (Sonneratia caseolaris), dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha). Beberapa jenis tumbuhan asosiasi bakau juga dapat ditemukan di kawasan ini seperti ketapang (Terminalia catappa) dan nipah (Nypa fruticans).

Selain jenis-jenis di atas, terdapat pula beberapa jenis pohon yang ditanam untuk reboisasi. Misalnya asam Jawa (Tamarindus indica), bintaro (Cerbera manghas), kormis (Acacia auriculiformis), nyamplung (Calophyllum inophyllum), tanjang (Bruguiera gymnorrhiza), dan waru laut (Hibiscus tiliaceus).

SMMA merupakan tempat tinggal aneka jenis burung dan pelbagai satwa lain yang telah sulit ditemukan di wilayah Jakarta lainnya. Jakarta Green Monster mencatat seluruhnya ada 91 jenis burung, yakni 28 jenis burung air dan 63 jenis burung hutan, yang hidup di wilayah ini. Sekitar 17 jenis di antaranya adalah jenis burung yang dilindungi.

Jenis burung yang sering dijumpai antara lain adalah pecuk-padi kecil (Phalacrocorax niger), cangak (Ardeola spp.), kuntul (Egretta spp.), kareo padi (Amaurornis phoenicurus), mandar batu (Gallinula chloropus), betet biasa (Psittacula alexandri), merbah cerukcuk (Pycnonotos goiavier), kipasan belang (Rhipidura javanica), remetuk laut (Gerygone sulphurea) dan lain-lain. Beberapa di antaranya merupakan burung khas hutan bakau seperti halnya sikatan bakau (Cyornis rufigastra). Selain itu, SMMA juga menjadi rumah bagi perenjak Jawa (Prinia familiaris).

SMMA juga dihuni oleh beberapa beberapa jenis burung endemik, yang hanya ada di Pulau Jawa. Misalnya cerek Jawa (Charadrius javanicus) dan bubut Jawa (Centropus nigrorufus). Bubut Jawa diketahui sebagai salah satu spesies terancam punah di dunia, dengan penyebaran terbatas di beberapa tempat saja termasuk di SMMA. Burung terancam punah lainnya yang menghuni kawasan ini ialah bangau bluwok (Mycteria cinerea). Di Pulau Jawa, bangau jenis ini diketahui hanya berbiak di Pulau Rambut yang terletak tidak jauh dari Muara Angke.
Di samping jenis-jenis burung, di SMMA juga masih dijumpai kelompok-kelompok liar monyet kra atau juga biasa disebut monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Mereka hidup berkelompok hingga belasan ekor yang terdiri dari beberapa jantan dan betina. Makanan utamanya ialah dedaunan muda dan buah-buahan hutan bakau seperti buah pidada (Sonneratia caseolaris). Monyet ekor panjang memiliki peranan yang penting di dalam Suaka Margasatwa Muara Angke, karena membantu penyebaran biji-bijian tumbuhan hutan. Biji-biji yang tak dapat dicerna itu akan dikeluarkan kembali bersama dengan fesesnya.
Jenis mamalia lain yang dapat ditemukan di SMMA, akan tetapi jarang terlihat, adalah berang-berang cakar-kecil (Aonyx cinerea). Karnivora kecil pemakan ikan dan aneka hewan air ini terutama aktif di malam hari (nokturnal).

SMMA juga menjadi tempat hidup berbagai spesies reptilia seperti biawak air (Varanus salvator), ular sanca kembang (Python reticulatus), ular sendok Jawa alias kobra Jawa (Naja sputatrix), ular welang (Bungarus fasciatus), ular kadut belang (Homalopsis buccata), ular cincin mas (Boiga dendrophila), ular pucuk (Ahaetula prasina) dan ular bakau (Cerberus rhynchops). Menurut informasi dari warga sekitar, di SMMA masih ditemukan pula jenis buaya muara (Crocodylus porosus).

Wednesday, January 28, 2009

Museum Wayang




Bangunan bekas gereja abad ke 18 ini hanya bagian depannya saja yang tampil apik setelah direnovasi, sementara bagian dalamnya masih tetap sama...tidak terawat dengan baik.

Puluhan dan mungkin ratusan wayang koleksinya tampak tampil begitu saja, bagian dalam ruang museum yang seharusnya berpendingin ruangan agar tidak cepat rapuh dan kotor...ternyata tidak berpendingin ruangan.

Konon akan segera direnovasi karena bagian samping museum juga sedang diperbesar dengan sumbangan bangunan dari Bapak Probosutedjo. Tiket masuk seharga Rp 2000/orang tidak bisa diharapkan banyak tanpa ada sumbangan besar dari para donatur yang mencintai kota tua dan koleksinya + perhatian dari pemerintah pusat...Wayang kini sudah diakui oleh PBB sebagai warisan budaya dunia...

Monday, January 19, 2009

Kabluey




Hilarious! Menyaksikan film indie ini membuat saya tersenyum dan bahkan sangat menghibur. Film ini ditulis, disutradarai dan diperankan oleh Scott Prendergast serta dibintangi oleh Lisa Kudrow.

Leslie (Lisa Kudrow) harus berjuang membesarkan dua orang anaknya disebuah kota kecil dan sementara suaminya bertempur di Irak sebagai pasukan nasional negri Paman Sam. Dua anaknya yang super nakal membuat Leslie kewalahan dan membutuhkan seorang pengasuh anak karena ia juga bekerja disebuah perusahaan.

Oleh karena itu, Leslie mempekerjakan Salman (adik suaminya yang pengangguran) sebagai pengasuh kedua anaknya disaat ia sedang bekerja. Salman (Scott Prendergast) sendiri berumur 31 tahun dan hidup tanpa pekerjaan, bahkan ia tidak mempunyai uang sepeserpun untuk naik bus ke Nevada. Hari pertama mengasuh sepupunya yang masih kecil merupakan sebuah bencana bagi Salman. Berbagai macam terror ia jalani dari kedua mahluk kecil itu.

Hingga pada suatu saat, Salman mendapatkan tawaran pekerjaan dari Leslie. Ia menyempatkan diri untuk melakukan interview pertamanya dan langsung diterima. Pekerjaannya adalah sebagai pembagi flyer dijalanan dengan memakai kostum blue nexian, sebuah baju ikon badut berwarna biru yang menggemaskan. Bayarannya sebesar USD 8 perjam dan cukup menggiurkan bagi Salman yang seorang pengangguran. Hari pertama bekerja, ia ditempatkan disebuah jalan raya yang berada ditengah ladang jagung yang luas.

Panas terik dan susahnya membuka baju badut harus ia jalani. Dalam perjalanan sebagai seorang badut pemberi flyer, ia bertemu dengan beberapa orang yang membuat hidupnya semakin beragam. Hingga suatu saat, seorang wanita menghampirinya dan mengundangnya untuk menjadi badut hiburan diacara ulangtahun anaknya. Tawaran menarik dengan bayaran 100 USD segera ia ambil.

Ketika menjadi badut diacara ulangtahun tersebut, ia melihat dua orang sepupunya terdiam melihat sebuah badut lucu berwarna biru. Salman merasa terenyuh dan seketika ia menggendong kedua sepupunya serta menghibur mereka. Ketika acara ulangtahun berakhir, kedua sepupunya melihat Salman berganti kostum. Seketika kelakuan bocah super nakal itu berubah menjadi dua orang mahluk kecil yang manis. Mereka membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang besar dari kedua orangtuanya.

Salman juga menemukan bahwa Leslie selingkuh dengan bossnya dikantor, hingga ia tergerak untuk memberikan pencerahan kepada Leslie bahwa bossnya tersebut adalah seorang bajingan. Diakhir cerita, Leslie menyesali perbuatannya dan sang suami baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai prajurit perang di Irak.

Film ini cukup sederhana, ringan serta alur cerita yang mudah dicerna dan merupakan film berbiaya rendah. Penampilan Scott yang lucu sebagai badut dengan bahasa tubuhnya yang aneh serta pengambilan gambar dari berbagai macam sudut yang baik, membuat film ini layak untuk disaksikan. Salahsatu pesan yang ingin disampaikan yaitu mengenai efek perang yang dijalankan oleh Amerika pada para keluarga prajurit perang mereka. Banyak istri dan anak dari para prajurit perang Amerika yang diterjunkan di Irak merasa kehilangan moment kebersamaan. Mungkin Scott ingin menyentil pemerintahan Bush waktu itu yang menyetujui perang di Irak melalui film ini yang bertema kekeluargaan. Two thumbs up!!

Sunday, January 18, 2009

Sociteit Concordia, Bandung




Kawasan perbukitan Cieumbeluit, Bandung sudah dikenal sejak jaman Belanda sebagai tempat tetirah kaum bangsawan kolonial Belanda. Perumahan mewah sudah bermunculan sejak dulu sehingga tidak heran apabila masih ditemukan rumah-rumah dengan desain kolonial dan taman yang cukup luas. HIngga saya menemukan sebuah bangunan lawas yang memukau.

Berbentuk setengah lingkaran dengan taman yang cukup luas didepannya, sebuah tulisan terdapat dipintu gerbangnya "Bumi Sangkuriang". ternyata tempat ini adalah semacam club house untuk kaum bangsawan jaman penjajahan Belanda. Dikenal dengan Sociteit Concordia dan tahun 2009 ini genap berusia 130 tahun, sebuah perkumpulan creme de creme Bandung yang cukup tua. Awalnya mereka berkumpul di gedung Merdeka dan tahun 1957, perkumpulan orang kaya ini pindah ke gedung baru di Jl. Kiputih no.12 dengan nama Country Club Concordia.

Didalamnya dilengkapi tempat dansa - dansi yang bisa disulap menjadi meeting room untuk berbagai macam acara seminar dan pesta lainnya. Beberapa perabot jaman dulu juga masih ada seperti kursi kayu yang sudah tua tapi masih layak pakai.

Dihalaman belakang terdapat sebuah taman yang cukup luas sekitar 2 hektar dan dilengkapi dengan sebuah kolam renang. Kolam renang ini akan diairi air hangat pada saat weekend saja saya jadi membayangkan masa silam ketika noni dan sinyo Belanda dan keluarganya berkumpul ditempat ini. Bring me to the past!!

Selain itu tempat ini dilengkapi dengan fitness centre, lapangan tenis dan juga hotel bahkan ada sebuah tempat yang memikat saya yaitu resto concordia. Restoran ini bercat putih dan menggunakan cahaya matahari sebagai penerangnya dikala siang hari. Jendela yang terbuka dan besar memberikan ventilasi yang baik ketika kita sedang menyantap makanan disiang hari. Selain itu warna putin mendominasi resto ini...so cute!!

Jadi pengen bikin wedding ceremony ditempat ini, I wish! Mau sewa ruangan juga murah coba saja buka laman mereka di www.bumisangkuriang.com

mau menginap dihotelnya juga cukup terjangkau.....sekitar Rp 225,00 hingga Rp 400,000 ++/room...enjoy your weekend or party here!!

Lezatnya Yam Cha di Pearl Resto




Hari minggu kemarin saya diundang oleh seorang sahabat untuk menikmati makan pagi khas Kanton yaitu Yam Cha di Pearl Restaurant, JW Marriott Hotel Jakarta. Ini adalah kali ketiga saya berkunjung ke resto tersebut dan menikmati hidangan menu khas negri tirai bambu. Pearl Restaurant bertempat dilantai dua hotel JW Marriott Jakarta, beberapa ornamen dan hiasan khas Imlek menghiasi restoran tersebut karena beberapa hari lagi akan dimulai perayaan tahun baru Cina yang tahun ini jatuh pada tanggal 26 Januari 2009.


Yam Cha mempunyai arti secara harafiah yaitu “minum teh” – sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat dipesisir timur negri Tirai Bambu (Kanton) setiap pagi. Untuk menikmati hidangan Yam Cha harus memerlukan waktu yang cukup dan tidak terburu-buru karena ada berbagai macam hidangan yang disajikan. Didaftar menu sendiri ada sekitar 42 hidangan yang terdiri dari berbagai macam pilihan utama yaitu Dim Sum, roasted meats, main course, vegetable dan bean curd serta nasi.

Hidangan pun tiba disebuah meja besar didepan kami, dim sum adalah salahsatu pilihan favorite saya hari itu. Sebuah hidangan Singapore Chili Crab alias kepiting rebus dengan saus pedas khas Singapore menggugah selera saya selanjutnya. Tapi agak ribet makannya karena resto ini berkonsep fine dining sehingga saya tidak mungkin bisa makan hidangan kepiting tersebut dengan barbar alias sembarangan. Karena kepiting adalah salahsatu makanan yang paling ribet menurut saya, memecahkan kulitnya dan mengambil dagingnya yang lembut membutuhkan kesabaran. Didepan saya memang disediakan sebuah mangkuk kecil untuk mencuci tangan, tetapi tetap saja saya tidak bisa sembarangan karena harus makan dengan sopan. Sehingga saya harus pelan-pelan mengambil daging kepiting yang lembut agar saus pedasnya tidak jatuh keatas meja dan baju saya.

Daging sapi lada hitam dan udang mayonaise buatan Master Chef Simon Tang harus menjadi makanan saya selanjutnya setelah cukup ribet dengan hidangan kepiting tersebut yang rasanya lezat. Setelah puas mencicipi hidangan makanan yang berada diatas meja bundar tersebut dengan 6 varian yang berbeda, saya hanya bisa menyandarkan tubuh saya ke kursi karena cukup mengenyangkan.
Pearl resto ini sudah beberapa kali memenangkan penghargaan sebagai resto terbaik versi beberapa majalah di Indonesia dan yang membuat saya nyaman menyantap makanan disini karena makanan khas tirai bambu tersebut Halal alias dijamin tidak menggunakan minyak babi. Walau di buku menu ada beberapa hidangan yang menggunakan daging babi seperti Roasted Pork Belly dan Wok fried Sweet and Sour Pork, tetapi peralatan memasaknya dijamin berbeda dengan peralatan untuk memasak hidangan halal. jadi benar-benar dibedakan...sehingga saya tidak perlu khawatir.

Selepas memenangkan diri beberapa saat, sahabat saya berbisik agar kita berdua menyisir hidangan lain yang disajikan dibagian lain dalam resto tersebut. Dimeja buffet terdapat beberapa bebek yang mempunyai nasib yang naas, karena mereka harus rela berkorban untuk dipanggang dan menjadi santapan lezat. Menu Peking Duck tertera dimeja tersebut, seorang koki resto Pearl segera memotong seekor bebek Peking yang sudah matang, kelihaiannya memotong menjadi hiburan sendiri. Sebuah piring kecil yang saya sodorkan sudah terisi beberapa potongan bebek peking yang yummy ditaburi dengan saus khas Shanghai.

Potongan daging bebek Peking membuat saya dan sahabat saya terdiam karena kelezatannya menjadi juara makanan yang dihidangkan di resto Pearl siang itu. Tidak ada rasa anyir bebek dan dagingnya begitu lembut sekali plus dengan saus coklat khas Shanghai, enak sekali. Sangat puas dengan hidangan Peking Duck, kami kembali mencicipi hidangan lain yaitu drunken shrimps. Padahal masih ada shark fin soup dan noodle corner, tetapi saya memilih cooking creepes dengan isi sesuai pesanan saya sebagai menu hidangan penutup.

Perut kami sudah terasa penuh dan bahkan masih banyak makanan sisa yang tidak sanggup kami habisi, dengan terpaksa kami harus merelakan makanan tersebut diclear up oleh para pramusaji. Tanpa terasa sudah dua jam saya menghabiskan waktu diresto tersebut dan menikmati Yam Cha experience.
Ternyata satu set hidangan Yam Cha dijual tidak terlalu mahal hanya seharga Rp 138,000++/pax and all you can eat. Dan hanya tersedia setiap hari minggu dari pukul 10.00 – 15.00 WIB saja, hmm....I’ll be back deh...!! Time to say goodbye...Ina makasih yakh udah mau ngundang makan siang. Gong Xi Fa Cai, wish you all have a prosperous year!!


Slumdog Millionaire - India goes to Hollywood

India goes to Hollywood, film ini secara mengejutkan berhasil memenangkan beberapa hadiah Golden Globe 2009 sebagai Best Drama Film, Best Screenplay dan Best Original Score. Film besutan sutradara Inggris – Danny Boyle ini menceritakan tentang perjuangan seorang anak miskin dari kota besar di Mumbai, India yang berhasil memenangkan kuis Who Wants to be A Millionaire versi India. Kisah ini diangkat dari novel Q & A karya diplomat yang menjadi seorang penulis – Vikas Swarup.

Jamal, anak yatim piatu miskin yang berhasil memenangkan kuis tersebut harus disiksa oleh pihak kepolisian setempat karena dicurigai melakukan kecurangan dalam memenangkan kuis tersebut. Ia harus mengalami kejutan listrik hanya untuk mengakui bahwa ia curang, yang sebenarnya tidak ia lakukan. Alur cerita ini seperti kita membuka sebuah album dan mengingatkan saya akan film The English Patient yang juga memenangkan piala Oscar sebagai film terbaik.

Difilm ini juga dikisahkan pahit getirnya kehidupan sebagai anak yatim piatu miskin yang tinggal diperkampungan kumuh kota Mumbai. Jamal bersahabat dengan Malik. Malik dianggap sebagai malaikat pelindung Jamal semenjak kecil dan karena sesuatu hal, mereka berdua harus berpisah dengan Latika, seorang gadis kecil yatim piatu. Hidup sebagai anak jalanan diceritakan dengan lugas, kekerasan fisik dan bahkan pelecehan seksual menjadi salahsatu isu sentral yang diangkat dalam film ini. Kekumuhan dan semrawutnya kota Mumbai menjadi hal yang eksotis secara sinematografi, sehingga tidak aneh apabila para juri memilih film ini sebagai Best Drama Film.

Perihal kehidupan anak jalanan di India mengingatkan saya akan kehidupan anak-anak jalanan di Jakarta. Yang mana mereka harus berjuang keras untuk tetap hidup dan melakukan apa saja seperti mencuri, mengemis, mengamen dan bahkan menjajakan diri sebagai pelacur di kampung-kampung kumuh. Ada yang hal lucu difilm ini ketika Jamal dan Malik harus pindah dari satu kota ke kota lain, mencuri makanan, tas, sepatu di Taj Mahal hingga menjadi pemandu wisata gadungan.

Hingga saat mereka dewasa, Jamal harus berpisah dengan Malik karena ia meniduri Latika secara paksa. Persahabatan mereka tercabut begitu saja, tetapi perasaan cinta Jamal pada Latika tidak pernah luntur. Ia terus berusaha mencari Latika dimana ia berada, hingga ia tahu bahwa Latika masih berada dalam perlindungan Malik, sahabat karibnya yang kini ia benci.

Diakhir cerita, Jamal berhasil bertemu kembali dengan Latika disebuah tempat rahasia dan ia berhasil memenangkan hadiah kuis sebesar 20 juta rupee. Selain itu tuduhan bahwa ia curang ternyata tidak terbukti, kerasnya kehidupan dijalanan dan otak yang cerdas membuat Jamal memang layak menjadi pemenang kuis.

A.R. Rahman sebagai pencipta lagu soundtrack film ini berhasil menggabungkan musik India dengan modern yang enak didengar, I wanna buy the soundtrack. Tarian dan musik yang panjang layaknya film khas Bollywood tidak ditampilkan difilm ini untuk membidik pasar yang lebih luas yaitu Hollywood. Tarian dan musik khas India hanya ditampilkan diakhir cerita sebagai penutup film.

Rupanya India mempunyai kiat yang jitu untuk mengambil hati para juri dan penonton di Amerika terlebih lagi dengan menyisipkan beberapa hal berbau Amerika di film ini serta berbahasa Inggris plus dengan sutradara Inggris yang sudah sering membuat film di Amerika. Peluncuran film ini dilakukan diakhir tahun untuk memikat hati para juri festival film dan asosiasi jurnalis asing di Amerika hyang hasilnya sudah kita ketahui, won 3 Golden Globe Awards 2009.

Cina sudah memikat hati para juri 4 tahun lalu sewaktu film Crouching Tiger Hidden Dragon masuk nominasi piala Oscar. Para artisan Cina mencuri perhatian dunia waktu itu dan Asia bergembira ketika film tersebut menang sebagai Best Foreign Movie dan  Best Director di Academy Award. Kini era Cina akan digeser oleh perfilman India melalui film ini.

Sebenarnya India sudah mencuri perhatian Hollywood sejak beberapa produser India membiayai beberapa film besar di Hollywood dan artis cantik India – Aishawarya Rai main film di Hollywood. Tetapi gaungnya waktu itu masih lebih kalah dari Cina, kini mereka belajar dari Cina untuk menarik pasar Amerika dari film ini. Bollywood memang tidak kalah dari Hollywood.

Indonesia bisa meniru pola Cina dan India untuk memikat hari para juri perfilman di Amerika, mungkin suatu saat nanti akan ada film Indonesia yang akan memenangkan salahsatu piala perfilman bergengsi di Amerika. It could be another 5 or 10 years later....

Wednesday, January 7, 2009

Nasib Pasar Tradisional di Era Modern

“Konflik antara pedagang Pasar Koja, Jakarta Utara, dan PD Pasar Jaya selaku pengelola terus berlanjut pada hari Sabtu lalu. Suasana memanas ketika petugas PT PLN yang dikawal ketat aparat polisi memutus jaringan listrik pasar. Petugas keamanan pasar kemudian melukai tiga pedagang” – tulis sebuah berita yang dimuat disebuah media massa nasional. Pasar Koja sangat familiar dalam kehidupan saya, karena hampir 18 tahun saya menetap di kawasan Jakarta Utara.

Pasar ini dulunya terletak dipinggir pelabuhan Tanjung Priuk dengan bangunan kunonya berbentuk ruko dua lantai dipinggir jalan raya dan para pedagang, sementara para pedagang sayur memajang dagangannya digang sempit sekitarnya. Akibat dari perluasan pelabuhan peti kemas Tanjung Priuk pada awal tahun 1990an, maka dipindahkan keselatan tepatnya dikawasan Semper, Jakarta Utara. Kini setelah hampir 15 tahun lebih berada ditempat yang layak, para pedagang dipaksa untuk dipindah ketempat lain. Ironis!!

Pasar dalam arti sempit adalah tempat dimana permintaan dan penawaran bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar modern. Permintaan dan Penawaran dapat berupa Barang atau Jasa. Dan dibedakan dalam beberapa jenis yaitu seperti jenis barang yang dijual, lokasi hari, luas jangkauan dan wujudnya.

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. 

Pasar tradisional sudah dikenal sejak puluhan abad lalu, diperkirakan sudah muncul sejak jaman kerajaan Kutai Kartanegara pada abad ke -5 Masehi. Dimulai dari barter barang kebutuhan sehari-hari dengan para pelaut dari negri tirai bambu, masyarakat mulai menggelar dagangannya dan terjadilah transaksi jual beli tanpa mata uang hingga digunakan mata uang yang berasal dari negri Cina.

Bahkan dibeberapa relief candi nusantara diperlihatkan cerita tentang masyarakat jaman kerajaan ketika bertransaksi jual beli walau tidak secara detail. Pasar dijamannya dijadikan sebagai ajang pertemuan dari segenap penjuru desa dan bahkan digunakan sebagai alat politik untuk menukar informasi penting dijamannya. Bahkan pada saat masuknya peradaban Islam di tanah air diabad 12 Masehi, pasar digunakan sebagai alat untuk berdakwah. Para wali mengajarkan tata cara berdagang yang benar menurut ajaran Islam.

Kawasan pasar juga merupakan kawasan pembauran karena berbagai macam etnis hadir disana selain masyarakat lokal. Etnis Tionghoa, Arab, Gujarat, India merupakan para pedagang besar waktu itu. Pasar sebagian besar dibangun dipinggir pelabuhan dan sungai untuk memudahkan aktivitas bongkar muat barang dan memudahkan transaksi pembelian.

Dijaman penjajahan Belanda, pasar tradisional mulai diberikan tempat yang layak dengan didirikan bangunan yang cukup besar dijamannya. Pasar Beringharjo di Yogya, Pasar Johar di Semarang dan Pasar Gede di kota Solo adalah salahsatu contoh pasar tradisional terbaik dijamannya. Dan bahkan ada semacam ritual sendiri dimasyarakat Jawa yaitu pendirian bangunan pasar dilokasi tertentu harus mendapatkan semacam pulung (wahyu) agar para pedagang bisa laku berjualan ditempat tersebut. Pasar tersebut didirikan sebagai sentra penjualan bahan pangan dan sandang dikota besar dan agar para penjajah lebih mudah untuk mengawasi geliat pasar tradisional tersebut.

Dikota saya Tulungagung, bahkan terdapat pasar tradisional yang mengikuti pasaran (hari penanggalan) Jawa seperti pasar Legi, Kliwon, Legi dan Pahing. Para pedagang dan pembeli mengikuti perputaran hari tersebut. Misalnya pada hari pasaran Legi, maka pasar Legi disuatu tempat akan ramai oleh para pedagang dan pembeli. Sementara dihari lainnya, pasar Legi tidak akan ramai dan hanya ada beberapa pedagang saja. Bahkan ada pasar yang buka hanya untuk menjual beberapa macam jenis dagangan misalnya untuk jual beli kambing/sapi hanya dilakukan dipasar Kliwon saja. Sangat unik sekali ketika saya semasa kecil dan sedang berlibut dikampung, terkadang mengikuti Mama dan Bu’De saya berbelanja naik angkutan pedesaan menuju kesalahsatu pasar tradisional tersebut.

Berbagai macam barang dagangan yang unik terdapat dipasar tersebut misalkan sarang tawon, jantung pisang, bekicot, didih (darah ayam yang dibekukan) hingga hingar bingar musik Jawa yang dilantunkan dari pengeras suara dengan kualitas no.3. Melihat mama dan bude saya menawar barang dagangan juga menjadi hiburan tersendiri, para  ibu rumahtangga yang pandai menawar hingga harga terendah menjadi lelucon. Bahkan ada juga pedagang yang nakal karena mengurangi berat timbangan barang yang sudah dibeli. Pasar dijadikan ajang pertemuan dan temu kangen, misalkan mama saya yang sudah lama merantau di Jakarta bisa bertemu dengan kawan lamanya semasa kecil dipasar tersebut. Dan Bu De saya sendiri sudah kenal dengan sebagian pedagang tersebut, karena terbiasa mengikuti pola jualan mereka sesuai hari pasaran.

Jakarta juga mempunyai pasar dengan nilai historis yang cukup tinggi, diabad 16 M pasar terbentuk karena ada aktifitas bongkar muat dipelabuhan dan ada pembeli yang potensial. Pasar di Batavia berada dibagian utara kota tua Jakarta. Karena sempat ada peperangan antara masyarakat Tionghoa dan Belanda waktu itu, maka sempat dibakar habis oleh Belanda dan pasarnya kini dipindahkan dibagian selatan kota tua Batavia yaitu pasar Glodok yang sekarang masih berdiri. Seiring berjalannya waktu dan pertambahan penduduk, maka kota Batavia melebar keselatan. Terbentuklah kawasan pasar Baroe dan pasar Senen (karena ramainya hari senin saja waktu itu), aktivitas bongkar muat barang kepasar tersebut dilakukan lewat kanal-kanal sungai waktu itu dan yang masih tersisa adalah kanal didepan Pasar Baru. Sementara kawasan pasar Senen direvitalisasi ditahun 1970an akibat adanya inpres dari presiden yang terdahulu. Bahkan di tahun 1990an, sebagian kawasan pasar Senen lama dibongkar dan bangunan rukonya berubah menjadi pusat perbelanjaan dan hotel mewah.

Kawasan pasar Senen sendiri semakin berkembang hingga kini, diakhir tahun 1987an kawasan pasar Senen mulai terkenal karena ada ritel Ramayana dan Robinson. Jaman tahun 1987an, berbelanja di Ramayana dan Robinson menjadi suatu kebanggaan sendiri.

Kini pasar tradisional menurut hari pasaran sudah mulai berkurang karena pemda daerah sudah mendirikan bangunan pasar yang baru dan cukup besar. Pasar tradisional sendiri sekarang dikelola oleh pemerintah dan rata-rata mengalami nasib yang kurang layak seperti bangunan pasar yang sudah lama dengan kondisi pasar yang kumuh, becek, serta padat. Umumnya, pasar tradisional mempunyai segmen menengah kebawah dan berjualan eceran. Pengunjungnya didominasi oleh ibu rumah tangga dan pedagang keliling. Diperkirakan ada 24.000 pasar tradisional dengan menyerap tenaga kerja sebesar 12.000.000 (sebagian besar sebagai pedagang) dan omzet harian lebih dari Rp 500 miliar s/d 1 trilyun rupiah diseluruh Indonesia. Jumlah yang sangat besar sekali disaat krisis seperti ini, bayangkan perputaran uang yang sangat besar sekali dari pasar tradisional tersebut.

Kini di era yang semakin canggih, pasar tradisional semakin tergusur. Terakhir kali saya mengunjungi pasar tradisional sekitar 1 bulan yang lalu ketika mengantar mama saya kepasar inpres Jatiasih, Bekasi. Pasar Inpres dibuat semasa alm. Presiden Suharto yaitu sebuah program untuk merevitalisasi pasar tradisional dengan bangunan dan tempat yang lebih layak. Tetapi pasar inpres tetaplah seperti pasar tradisional yang becek, kotor karena pedagang dengan seenaknya membuang sisa sayuran seenaknya. Diwaktu musim hujan seperti ini, saya paling malas diajak kepasar tradisional karena pasti super duper becek. Karena ada beberapa bahan pangan yang tidak dijual dipasar modern sekalipun dan saya takjub karena pasar inpres tersebut sangat lengkap mulai dari toko emas, kaset, mainan, baju, obat-obatan hingga kios daging segar, ikan dan sayuran segar hingga pedagang makanan tradisional dan penjual kembang tujuh rupa + menyan yang tentu tidak dijual dihypermarket.

Hypermarket dan pasar modern adalah musuh utama pasar tradisional saat ini. Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah, supermarket, pasar swalayan, hypermarket dan minimarket.

Hypermarket lebih membidik golongan menengah keatas dan dengan bangunan pasar modern yang cukup besar, rapi dan bersih. Kebersihan adalah salahsatu syarat mutlak dari pasar modern. Giant, Carrefour dan Hypermart adalah salahsatu brand pasar ritel modern di Indonesia, mereka muncul hampir disetiap kota besar dipulau Jawa, Sumatra, Bali, Sulawesi dan Kalimantan.

Pasar modern sendiri muncul diperiode tahun 1980an di Jakarta, pasar Mayestik dan Blok M adalah salahsatu pasar yang cukup nyaman dijamannya. Hingga muncul beberapa supermarket menjadi tempat belanja yang wah pada saya masih kecil. Salahsatu supermarket tertua di Indonesia yaitu Gelael dan Hero yang membidik golongan menengah keatas dibeberapa tempat di Jakarta. Kini hanya ada beberapa gerai supermarket saja yang masih bertahan di Jakarta. Selebihnya sudah banyak yang tutup semenjak mini market membooming diawal tahun 2000.

Minimarket seperti Alfamart dan Indomart seperti berlomba untuk menguasai ceruk yang ada. Ditempatb saya sudah ada 3 buah Alfamart dan 3 buah Indomart hanya dengan jarak ½ km saja dan ada yg beberapa toko saling berhadapan. Tidak jauh dari Pasar Inpres Jatiasih, terdapat sebuah hypermarket dengan merk Naga dan 1 km kedepannya kini sedang dibangun Giant.

Jadi pasar tradisional sudah dijegal sana sini, pembeli tidak harus repot berbecek ria untuk menuju kepasar tradisional dimusim hujan kecuali terpaksa. Karena kebutuhan harian bisa dibeli di minimarket terdekat dan kebutuhan belanja bulanan bisa dibeli dihypermarket. Sudah seharusnya pasar tradisional dirubah menjadi pasar modern yang bersih dan nyaman bagi para pembeli yang berkunjung.

Bukan berarti pasar tradisional terus digusur kemudian diganti dengan hypermarket atau bangunan mal mewah. Sudah banyak kasus seperti ini yang mengatasnamakan revitalisasi pasar tapi kemudian para pedagang digusur, diancam apabila tidak mau pindah atau bahkan dibakar sebagai pemaksaan secara tidak langsung. Sudah banyak pasar yang terbakar kemudian dipagari seng dan kemudian para pedagang dilarang membangun kiosnya kembali, kemudian bangunan bekas pasar berubah menjadi pusat perbelanjaan. Dan para pedagang yang dulu mempunyai kios diharuskan membeli kios baru dengan harga baru yang lebih mahal, padahal kios tersebut menjadi sumber penghasilan buat sipedagang. Tidak heran apabila pedagang dipasar Koja dan daerah lain sempat ricuh karena ketidakadilan yang terjadi.

Salahsatu pedagang kain langganan mama saya disebuah pasar di Jakarta Pusat bercerita, ia sebelumnya mempunyai 3 buah kios bahan kain dipasar tersebut hingga terjadilah kebakaran yang menghabiskan hampir sebagian pasar disiang hari.  Harga satu kios saja sudah ratusan juta dan setelah musibah kebakaran hanya diganti satu buah kios karena harga 1 kios = Rp 1 miliar lebih = hampir 3 kios. Buah ketidakadilan yang harus ia dapatkan, tetapi ia tidak punya pilihan lain lagi. Kini pasar yang dibangun hingga beberapa lantai, hanya ramai dikunjungi pembeli dibeberapa lantai saja…selebihnya kosong.

Padahal dibeberapa negara lain seperti negri Jiran – Malaysia dan Singapore, pasar tradisional dijadikan tujuan wisata. Pasar tradisional dikelola dengan professional dan bersih sehingga pengunjung juga merasa nyaman dan senang berbelanja. Thailand, pasar apungnya bahkan menjadi tujuan utama oleh turis asing yang berkunjung. Pasar tradisional di Turki, Jepang dan Korea juga dikelola secara professional dan menjadi tujuan wisata.

Bukan seperti di Indonesia yang malah malu dengan identitas pasar tradisionalnya, coba dikelola secara professional, rapi dan super duper bersih…pasti bisa menjadi obyek wisata yang menarik serta menambah tenaga kerja serta pendapatan negara. Atau memang ini sudah menjadi penanda jaman seperti yang diramalkan oleh Jayabaya…

Pasar ilang kumandhange atau pasar tradisional kehilangan pamornya lagi…..semuanya memakai barcode, dilayani oleh pramuniaga yang bagaikan robot……. Das ist das Ende der Geschichte von einem traditionellen Markt…

 

 

 

Monday, January 5, 2009

Tangkoeban Perahoe




Dongeng Sangkuriang yang mencintai ibu kandungnya sendiri - Dayang Sumbi membuat kawasan ini menjadi terkenal selain kemolekan alamnya. Baru kali ini saya berhasil mengabadikan perjalanan kekawasan ini melalui kamera. Sebelumnya tidak pernah dilakukan karena selalu dadakan alias tidak ada rencana mengunjungi kawasan ini.

Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter.

Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah uap belerang. Daerah Gunung Tangkuban Perahu dikelola oleh Perum Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17 derajat C pada siang hari dan 2 derajat C pada malam hari. Tapi kini semakin panas disiang hari hari....

Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi terus oleh Direktorat Vulkanologi Indonesia. Beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda tanda keaktifan gunung ini. Diantara tanda gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air panas di kaki gunungnya diantaranya adalah di kawasan Ciater, Subang.

Keberadaan gunung ini serta bentuk topografi Bandung yang berupa cekungan dengan bukit dan gunung di setiap sisinya menguatkan teori keberadaan sebuah telaga (kawah) besar yang kini merupakan kawasan Bandung. Diyakini oleh para ahli geologi bahwa kawasan dataran tinggi Bandung dengan ketinggian kurang lebih 709 m diatas permukaan laut merupakan sisa dari letusan gunung api purba yang dikenal sebagai Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa Gunung Sunda purba yang masih aktif. Fenomena seperti ini dapat dilihat pada Gunung Krakatau di Selat Sunda dan kawasan Ngorongoro di Tanzania, Afrika.

Dan sekarang kawasan ini semakin terpojok oleh aktivitas masyarakat sekitar yang merambah kawasan hutan disekitar pegunungan. Kebersihan sisekitar kawasan juga patut diperhatikan, karena retribusi masuk sebesar Rp 34,000 untuk 2 orang seharusnya bisa digunakan untuk merawat kawasan cagar alam ini agar semakin cantik dan bersih. Karena menjadi tujuan wisata oleh para turis asing yang melancong ketempat ini. Jangan hanya mau ambil uangnya saja, tapi lupa untuk membenahi!!




Bosscha – Keindahan yang Tersembunyi




Beberapa waktu yang lalu, saya mengunjungi Observatorium Boscha dikawasan Lembang, selama ini saya belum pernah menginjakkan kaki ditempat ini. Padahal lokasinya sering saya lewati ketika ingin berkunjung ke Tangkuban Perahu atau Subang, tetapi tidak ada penunjuk jalan yang jelas disepanjang jalan. Dari kejauhan hanya terlihat sebuah bangunan kubah berwarna keperakan diujung bukit dan baru tahu bahwa itu yang selama ini saya cari….Observatorium Bosscha. It’s ironic!

Observatorium Bosscha (dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht) dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda. Pada rapat pertama NISV, diputuskan akan dibangun sebuah observatorium di Indonesia demi memajukan Ilmu Astronomi di Hindia Belanda. Dan di dalam rapat itulah, Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang tuan tanah di perkebunan teh Malabar, bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan pembelian teropong bintang. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini. Pembangunan observatorium ini sendiri menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun sejak tahun 1923 sampai dengan tahun 1928.

Publikasi internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933. Namun kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang Dunia II. Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada observatorium ini karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium dapat beroperasi dengan normal kembali.
Kemudian pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah RI. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun 1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia hingga saat ini.

Ketika kami memasuki area perbukitan tidak tampak penunjuk jalan yang memadai sehingga kami harus bertanya kepada penduduk setempat. Yang terpasang kini spanduk bertulisankan penjualan kavling tanah/rumah diarea perbukitan Lembang. Ironis sekali karena perbukitan diLembang kini sudah hampir gundul dan digantikan oleh bangunan rumah atau bahkan perkebunan sayur/buah-buahan.

Sampailah kami dipintu masuk Bosscha dan seorang petugas satpam menghampiri kami serta menyapa kami berdua. Ia memberikan selembar kertas fotokopian yang berisi tentang informasi jadwal kunjungan. Kunjungan pada siang hari dikelompokkan menjadi 3 sesi dengan pengaturan sbb:
• Sesi 1 : 09.00 – 10.00.
• Sesi 2 : 12.00 – 13.00
• Sesi 3 : 15.00 – 16.00

Sementara jadwal kunjungan pada malam hari ditentukan berdasarkan fasa bulan dan dikeluarkan setiap awal tahun. Untuk paket kunjungan siang hari (perlu perjanjian) min. 25 orang dan max. 200 orang dengan biaya Rp 5,000/orang sementara pada malam hari dikenakan biaya Rp.10,000/orang/kunjungan sambil menikmati tour teleskop Zeiss. Dan untuk jadwal kunjungan sudah penuh hingga bulan Oktober 2009…….wow!! Beruntunglah bagi mahasiswa ITB fakulti astronomi karena hanya mereka yang bisa menikmati layanan teleskop Zeiss untuk penelitian tanpa harus mengantri jadwal kunjungan.

Jadi saya hanya bisa menikmati bangunan Observatorium dari halamannya saja tanpa bisa masuk kedalam dan menikmati teleskop Zeiss tersebut. Padahal terdapat 5 buah teleskop didalam bangunan observatorium tersebut. Suasana sangat sepi sekali siang itu tanpa ada satu pengunjung sedikitpun. Ada suasana magis disekeliling bangunan yang tidak bisa saya gambarkan disini, padahal tamannya cukup menarik dengan bunga tropis yang berwarna warni.

Pada bagian depan kawasan Bosscha terdapat sebuah obelisk yang bertuliskan K.A.R. Bosscha dan tahun 1923, sepertinya sebuah tugu peringatan bahwa observatorium tersebut dibuat oleh jasa beliau dimasa hidupnya. Sayang kini kawasan Lembang tidak seindah dulu ketika langit masih cukup terang dan bersih untuk mengamati pergerakan bintang diangkasa. Kawasan tersebut kini sudah penuh dengan bangunan dan terang oleh lampu perumahan, padahal Bosscha merupakan observatorium didaerah khatuliswa di Asia dan yang tertua di Asia Tenggara. Keindahan Bosscha suatu saat nanti tinggal kenangan belaka….sudah seharusnya pemerintah membuat sebuah observatorium yang besar dan lengkap serta bebas polusi cahaya disebuah kawasan yang dekat dengan garis khatulistiwa.

Thursday, January 1, 2009

Senja di Pangandaran




Kala sang surya tenggelam...semburat warna yang indah terlukis dibelahan bumi selatan. Menikmati senja diakhir bulan Desember 2008 merupakan suatu anugrah tersendiri...

Sambil menyewa motor ATV seharga Rp 75,000/jam/ukuran sedang, kami menyelusuri sebagian kecil pantai pangandaran...ratusan orang memenuhi pantai waktu itu. Body surfing juga menjadi pilihan yang menarik untuk menikmati pantai pangandaran..dengan harga sewa surfing board hanya Rp 10,000/sepuasnya...
Sebuah perjalanan yang menarik dan terjangkau....

The Beauty of Cijulang River




Akhir bulan Desember 2008 lalu, saya memutuskan untuk berwisata ke pangandaran. Malam Natal kami berempat berangkat kepangandaran dengan naik bus dari Kampong Rambutan. Karena sudah agak malam, kami tidak berhasil naik bus yang langsung menuju ke pangandaran. Kami harus menempuh rute Jakarta – Tasikmalaya yang ditempuh selama 5 jam. Setibanya dikota Tasik pukul 03.30 WIB, kami meneruskan perjalanan dengan sewa mobil yang langsung menuju ke Pangandaran.

Setibanya dipangandaran pukul 08.00 WIB, kami berempat mencari hotel. Ternyata banyak hotel yang sudah full booked hingga tanggal 5 Januari 2009 dan para pemilik hotel mematok sewa kamar dengan harga tinggi. Akhirnya pilihan jatuh kehotel pertama yaitu Malabar Hotel (phone: 0265 – 639 969) dengan tariff Rp 300,000 sebelum diskon, setelah diskon kami mendapatkan harga Rp 240,000/malam. Dan ternyata kamar yang kami pilih sama dengan kamar yang saya inapi beberapa waktu lalu. Kamar tersebut memiliki 2 bed besar dan 1 bed kecil dengan sebuah balkon yang menghadap langsung kepantai pangandaran.

Setelah istirahat sebentar, kami langsung menuju rumah makan ditepi laut dengan menu sea food yang masih segar. Udang, cumi dan ikan bawal segar kami pilih sebagai menu makan pagi dengan ramuan yang berbeda masing-masing. Hidangan semua itu kami santap hingga ludes dan total hanya menghabiskan dana sebesar Rp 150,000,- untuk berlima. It’s so cheap!!

Rute selanjutnya adalah sungai Cijulang dengan keindahan green canyonnya. Green Canyon ini ditemukan oleh seorang wisatawan asing yang berkunjung wilayah ini pada tahun 1970an dan nama tersebut diberikan karena mirip dengan Green Canyon asli di negri paman Sam. Sebelumnya tempat ini dianggap tempat angker oleh masyarakat setempat. Ada ketakutan bagi saya karena waktu berkunjung ke green canyon dimusim hujan, beberapa penduduk lokal memberikan informasi bahwa air sungainya keruh dan tidak jernih.

Tapi ketakutan saya diawal sudah pupus ketika melihat aliran sungai yang masih berwarna hijau tosca. Pengunjung cukup banyak pagi itu, sehingga kami harus bersabar untuk menaiki perahun yang akan membawa kami ke lokasi Green Canyon. Satu paket naik perahu ke Green Canyon dipatok seharga Rp 75,000/5 orang penumpang. Ketika saya tanya pembawa perahu, tiket masuk Rp 75,000 tersebut akan dipotong sejumlah Rp 25,000 untuk retribusi pajak untuk pemda Ciamis, Rp 30,000 akan diberikan kepada sipemilik perahu karena mereka hanya sebagai pihak penyewa dan sisanya sebesar Rp 20,000 akan dibagi dua bagi si pembawa perahu. Arghh…..kecil sekali pemasukan mereka ternyata!

Banyak ditemukan biawak disepanjang sungai dan tidak boleh ditangkap untuk dijual. Dan jangan kuatir akan adanya buaya muara dikawasan sungai Cijulang, hal tersebut tidak ada..jadi cukup aman untuk memasukan kaki kedalam air sungai sambil perahu berjalan. Udara yang bersih dan pepohonan yang masih lebat disepanjang sungai merupakan hiburan tersendiri bagi kami.

Hingga tibalah dilokasi pintu masuk Green Canyon yang terbuat dari batu alam yang menggantung membentuk sebuah gua dengan lembah yang menarik. Air sungai mengalir cukup deras dengan beberapa batu besar disamping kanan perahu. Perahu kami harus berhenti sejenak untuk gentian masuk ke area tersebut dengan perahu lain yang membawa wisatawan lokal atau asing.

Walau musim hujan, air sungainya masih berwarna hijau dan perahu kami menepi diujung sebuah batu besar dengan atap gua diatas kepala kami. Tetesan air dari atas kepala membasahi kepala kami. Tapi sayang kami tidak bisa berenang menuju ke bagian ujung sungai yang menantang, karena arusnya cukup deras dan tidak cukup aman untuk direnangi.

Tapi tidak mengapa kami masih mempunyai pilihan lain, si pembawa perahu menawari kami untuk mencoba berenang dengan memakai pelampung mengikuti arus sungai – akind of body rafting. Dan untuk menikmati layanan tersebut kami harus membayar Rp 50,000…arghh, it’s not a big deal. Tanpa perlu menawar kami langsung menyanggupi…saya, Rara dan Erik langsung memakai pelampung dan menceburkan diri ke dalam air sungai yang segar dan dingin. Sementara Gita memilih untuk tetap berada diatas perahu dan tidak berenang bersama kami.

Byurr……kami bertiga sudah berada didalam air yang berarus cukup deras, dengan ditemani oleh si pembawa perahu yang bertindak sebagai pemandu kami berenang menyusuri sungai. Sebuah batu besar dengan air terjun diatasnya menjadi pilihan kami….
Menyenangkan sekali berada disungai Cijulang, kami langsung menepi dan menaiki sebuah batu besar. Batu yang licin menjadi tantangan tersendiri buat saya, karena saya takut tergelincir diantara bebatuan.

Hingga tibalah kami tepat berada dibawah percikan air terjun alami…sungguh sangat menyenangkan sekali…rasanya ingin berjam-jam berada ditempat ini. Segala masalah yang ada dimasa lalu saya coba lupakan dan dilepaskan disini……hingga saya mencoba meloncat dari atas batu kedalam sungai….byurr..segarnya!!

Tibalah saatnya untuk kembali ke hotel, kami berenang menuju ketepian untuk naik ke atas perahu. Tangan saya sempat berdarah ketika memegang sebuah batu yang banyak ditempeli oleh siput berduri dan beberapa bagian dikaki mengalami memar karena terantuk batu. But it’s not a big problem for me!!

Malamnya kami kembali menikmati hindangan sea food dengan menu tambahan yaitu 1 kg kepiting rebus dengan saus padang + 1 kg udang goreng tepung + ½ kg cumi saos pedas + 2 kelapa muda + 2 air mineral + nasi putih untuk 6 porsi + 1 plecing kangkung ukuran besar harus ditebus dengan harga Rp 240,000 saja dan kami diberi bonus 1 lagu oleh pengamen setempat.

What a wonderful journey….selain murah meriah, pemandangan alamnya sangat menarik! I’ll be back………….

Tinky Winky lost in batu hiu




Batu Hiu….25 Desember 2006….
Sesosok mahluk aneh berwarna ungu dengan segitiga dikepalanya berjalan melintas diantara pepohonan …
Ia berjalan terseok-seok dan sesekali melambaikan tangan kebeberapa pengunjung…
Hanya untuk mendapatkan selembar uang rupiah demi menutupi kebutuhan hidupnya…..
Keringat yang mengucur akibat panasnya udara tidak ia hiraukan…
Sesekali Tinky berjalan lambat karena beban baju yang dipakainya…..
Aku merasa iba……hingga tepukan tanganku memanggilnya…..
Dan Tinky menghampiri kami siang hari itu ….
Untuk berfoto bersama dikawasan wisata Batu Hiu, Pangandaran….
Selepas berfoto bersama, aku memasukan selembar uang rupiah sebagai tanda terimakasihku kepada Tinky Winky yang sudi berfoto bersama…
Sedih rasanya melihat Tinky harus kembali berjalan terseok-seok menunggu pengunjung yang ingin berfoto bersama…..
Mudah-mudahan suatu saat nanti, aku bisa menjumpainya kembali ditempat yang sama….berfoto bersama kembali…..
See u, Tinky Winky!!
Go back to your family...

REVOLUTIONARY ROAD

Apabila Anda penyuka film drama, film besutan sutradara Sam Mendez ini patut untuk ditonton dan dinikmati. Film ini diperankan oleh Leonardo Di Caprio dan Kate Winslet, aktor dan aktris kawakan ini pernah bermain bersama dalam film terkenal dan terlaris, TITANIC. Di film ini mereka bermain bersama dengan peran yang berbeda, di film titanic mereka bermain sebagai pasangan muda beda kasta yang saling jatuh cinta. Di film RD ini, mereka bermain sebagai pasangan muda yang sudah menikah dan memiliki 2 orang anak.

Leonardo tampak lebih tua difilm ini sesuai dengan tuntutan skenario, dimana ia diharuskan memerankan figur seorang suami dan ayah yang bekerja sebagai seorang salesman diperusahaan distributor peralatan pada tahun 1950an. Make up, gaya busana, bahasa tubuh diarahkan agar Leonardo tampak lebih dewasa dan terlihat lebih wise sesuai tuntutan skenario.

Sementara Kate Winslet patut diacungi jempol difilm ini, ia sukses berperan sebagai seorang istri yang rapuh bernama April. Ia adalah seorang pekerja seni yang mempunyai sebuah impian untuk bekerja dan menetap di kota Paris bersama suaminya – Frank (Leonardo Di Caprio) serta anak2 mereka. Ajakan April kepada suaminya agar mereka pindah kekota Paris sempat membuat bimbang.

Pergolakan terjadi antara kedua pasangan, apakah mereka tetap memilih tinggal dikota kecil pinggiran Connecticut atau pindah kekota Paris? Sementara Frank mendapatkan tawaran promosi menarik dari perusahaannya untuk menjadi bagian dari tim sales peralatan komputer. Komputer diera 50an adalah sesuatu yang masih baru dan digambarkan sebagai sebuah benda mesin yang besar.

Disaat pergolakan terjadi, godaan pun datang. Frank berselingkuh dengan seorang wanita cantik dikantornya dan bahkan April berselingkuh dengan tetangganya. Masing-masing berusaha menemukan jawaban apakah keputusan tersebut jadi dilaksanakan atau tidak? Apakah keputusan untuk pindah kekota Paris sesuatu yang realistis atau hanya emosional belaka?

Secara keseluruhan film ini cukup menarik, walau agak lambat diawal cerita film ini. Yang paling menonjol difilm ini adalah Kate Winslet dan ia patut mendapatkan piala Golden Globe 2009 sebagai best actress atau bahkan mendapatkan Oscar 2009. Difilm ini ia sukses memerankan sesosok istri yang cantik, seksi, ambisius tetapi rapuh. Disalahsatu scene film ini Kate yang tampil sebagai April yang mendapat tekanan, tiba-tiba tertawa, menangis, marah dan berteriak dengan mimik dan bahasa tubuh yang berbeda. I think she made me astonishing!!

Kekurangan dari film ini yaitu hilangnya benang kehidupan anak-anak mereka, sementara diawal film April dan Frank diceritakan mempunyai dua orang anak yang masih lucu. Tetapi difilm ini yang lebih ditonjolkan adalah hubungan emosional suami istri, anak2 hanya muncul sesaat saja yaitu diawal, tengah dan akhir film. Dan seperti kebanyakan film drama yang lebih artful...you never guess what will be the ending!