Tuesday, March 31, 2009

Under Renovation




Iseng coba - coba foto sebuah proyek pembangunan gedung didaerah Dago, kota Bandung. And here they are...

Sunday, March 1, 2009

Pertaruhan

Sudah lama saya ingin menulis tentang hal ini, sebuah pertaruhan besar dinegeri yang saya cintai dan akan kekayaan alam serta sumber saya manusia yang berlimpah. Dalam hitungan hari, sebuah pertaruhan besar akan dimulai. Puluhan partai akan bertaruh untuk mengisi kursi para dewa diistana rakyat. Istana rakyat yang tidak dekat dengan rakyat, bahkan istana tersebut tampak angkuh karena dikelilingi oleh pagar tinggi dan kerap tertutup rapat karena takut rakyat meyeruak masuk dan mengganggu ketenangan para dewa yang sedang bertengger dikursi kebesarannya.

Disebuah harian nasional diberitakan bahwa seorang calon dewa untuk dapil (daerah pemilihan) dikota Rangkasbitung, propinsi Banten harus menjarah kebun kelapa sawit milik rakyat karena sang calon dewa tersebut kehabisan dana kampanye. Berbicara tentang kampanye para calon dewa sangat unik dan membosankan bagi saya. Setiap saya keluar rumah, ratusan bahkan ribuan poster, baliho, sticker para calon dewa sedang bertengger diberbagai macam tempat. Begitu membosankan buat saya dan semua isinya sama ingin memberitakan “Trust  me that I can!” .....but How and Why?

Itu yang menjadi pertanyaan dalam pribadi saya yang hanya menjadi rakyat jelata setiap hari, ketika saya melihat wajah-wajah calon para dewa tersebut terpampang dimana-mana disetiap sudut kota dan ditelevisi 14” saya. Siapa mereka dan apa yang bisa menjadi pegangan bagi saya bahwa mereka mampu menjadi seorang dewa suatu saat nanti yang bisa memberikan keputusan yang adil dan beradab bagi rakyatnya. Dewa – dewi yang mampu membuat negri ini menjadi sejahtera bagi rakyatnya.

Para calon dewa tersebut berlomba memamerkan dirinya melalui berbagai media mulai dari media yang sederhana hingga yang canggih dan sedang naik daun, facebook. Mulai dari tampilan para dewa-dewi yang biasa saja hingga yang sangat “memukau” sehingga ramai dibicarakan didunia maya dan bahkan ditelevisi.

Pertaruhan segera akan dimulai, milyaran dana untuk kampanye calon para dewa – dewi tersebut sudah mulai dihamburkan. Bayangkan saja apabila setiap partai mencalonkan minimal 3 orang calon dewa untuk satu daerah pemilihan (dapil) dan minimal satu calon dewa harus mengeluarkan dana kampanye sebesar Rp 50 juta. Maka satu partai harus mengeluarkan dana kampanye sebesar Rp 150 juta yang berasal dari kantong masing-masing calon dewa tersebut. Entah darimana dana kampanye tersebut didapatkan, ada yang dari kocek pribadi masing-masing calon dewa hingga ada yang berasal dari dana pinjaman. Bahkan ada sebuah gudang tua dikawasan kota tua Jakarta yang dijadikan gudang penyimpanan  pernak-pernik kampanye sebuah partai besar. Serta sebuah partai baru yang terus beriklan diberbagai televisi, wow dibutuhkan dana yang sangat besar sekali tentunya. Hebat!

Disinilah pertaruhan masing-masing calon dewa dimulai, pada saat ia mencalonkan dirinya menjadi calon dewa (awalnya hanya rakyat jelata) maka ia harus mengeluarkan rumus matematika + politik agar sang calon dewa tersebut bisa meraih kursi kebesarannya dan mendapatkan gelar sang dewa. Tingkat kecemasan para calon dewa semakin memuncak ketika gong segera didengungkan beberapa hari lagi. Para calon dewa pun akan sangat sibuk sekali untuk mempromosikan dirinya sebagai calon dewa yang paling tepat. Setelah masa pertaruhan dinyatakan berakhir dan suasana dibuat nyaman selama beberapa hari dalam minggu tenang, ketegangan para calon dewa – dewi belum berakhir. Dijamin hidup para calon dewa masih belum tenang, hingga pertaruhan menyatakan siapa pemenangnya dan siapa yang berhak mendapatkan kursi kebesaran dan gelar kehormatan sebagai dewa – dewi dinegri besar ini.

Para calon dewa-dewi yang kalah dan gagal mendapatkan jatah untuk hidup dinegeri parahyangan, harus kembali ketar ketir ketika menghitung berapa besar uang mereka yang telah dihabiskan didunia pertaruhan. Mereka akan stress karena mimpi untuk hidup di negri parahyangan hanya menjadi impian belaka dan kembali menjadi rakyat biasa di bumi. Pertaruhan akan rasa malu dan bisa menerima kekalahan dengan legowo tanpa harus ribut dimuka umum. Pertaruhan akan kerugian materil dan sebagainya.

Sementara pertaruhan bagi rakyat jelata juga sudah dimulai, apalagi ketika sebuah keputusan dibuat bagi wong cilik seperti saya bahwa tidak memberikan suara sama sekali dipemilu nanti adalah haram hukumnya. Haram dihadapan siapa? Suara rakyat adalah suara Tuhan. Jadi kalau saya tidak memilih, berarti Tuhan yang memberikan petunjuk kepada saya agar jangan memilih dulu dan mengingatkan saya agar berhati-hati untuk memilih siapa yang pantas untuk menjadi calon dewa dinegri Parahyangan – negri para dewa-dewi.

Ada kisah menarik ketika saya melihat sebuah iklan kampanye seorang calon dewa di televisi lokal. Di iklan berdurasi 10 - 15 detik dikisahkan sang calon dewa tersebut sangat dekat dengan wong cilik dan para petani. Ia berada dipersawahan dan endingnya ia memegang buliran padi yang menguning bersama para petani. Sang calon dewa tersebut adalah anak seorang dewa yang sudah lama bertengger dikursi emas negri Parahyangan. Sang dewa tersebut sepertinya ingin lengser keprabon sehingga menyuruh anaknya agar segera mencalonkan diri menjadi calon dewa agar gelar kehormatan sebagai keluarga dewa tidak lepas ketangan calon dewa yang lain. Disuatu masa ketika saya harus melakukan meeting dengan anak dewa tersebut dikantornya yang besar disebuah perusahaan yang cukup besar, saya yang hanya rakyat jelata harus menunggu lebih dari 2 jam. Padahal saya sudah tiba lebih awal dari jadwal meeting yang ditentukan, sehingga saya tidak bisa makan siang agar tidak telat. Wong cilik ini hanya bisa menunggu dengan sabar serta  dengan perut lapar.

Suatu saat perusahaan tersebut dilanda musibah besar sehingga collapsed, seorang dewa (bapak sang calon dewa tersebut) memberikan pernyataan dimedia massa bahwa anaknya tidak terlibat apapun dan tidak menduduki suatu jabatan apapun diperusahaan tersebut. Lha berarti siapa yang saya temui diperusahaan tersebut ketika saya meeting untuk mengajak kerjasama dengan perusahaan tempat saya bekerja dulu. Oh mungkin yang saya temui adalah cloningnya atau hanya kembaran non identiknya saja. Ah sudahlah nanti negri parahyangan geger ketika membaca tulisan ini dan bapak sang calon dewa tersebut marah kepada saya. Maafkan saya, saya hanya wong cilik....tidak punya kekuatan apapun.

Pada keluarga dewa kini saling berebut untuk menempatkan anaknya sebagai calon dewa agar bisnis keluarga tidak terganggu. Seperti kita ketahui banyak para dewa yang mempunyai bisnis dimuka bumi sehingga ia harus mengamankannya segera mungkin sebelum pertaruhan besar dimulai. Para punggawanya dianggap masih belum manjur untuk mengamankan bisnisnya dan yang paling ampuh dimuka bumi adalah cap “Milik Dewa”. Begitu cap ditempelkan, maka bisnis pun berjalan dengan aman bahkan banyak yang melindunginya.

Pertaruhan kali ini sepertinya menyihir semua orang dari yang tadinya menjadi teman kini perlahan-lahan menjadi musuh. Dari yang tadinya hanya seorang artis kini berlomba menjadi calon dewa dan bahkan Sang Mahadewa. Dari yang tadinya berada dipartai A karena mendapat tawaran yang menarik di partai X kini mencalonkan diri sebagai calon dewa dari partai X tersebut. Belum lagi calo calo politik juga berkeliaran.  Disebuah gym yang cukup besar, seorang bapak yang kelihatan parlente dengan entengnya menyebutkan seorang nama calon dewa dengan latar belakang siapa calon dewa tersebut dan kekayaan yang ia miliki. Dan beliau sangat yakin dengan dukungan dana yang besar serta nama ayah sang calon dewa tersebut, maka sang calon dewa diyakini akan memenangkan pertaruhan kali ini.

Pertaruhan ini sangat menarik, karena disinilah titik balik negri ini. Negri besar yang kaya dan sudah lama tertidur. Para dewa yang sudah harus lengser keprabon karena sudah lama menduduki kursi emas mereka, harus siap digantikan oleh para calon dewa yang baru mulai dari golongan rakyat biasa, artis hingga anak-anak dewa tersebut. Siapa yang menang dan berhak memenangkan pertaruhan tersebut, kuncinya ada ditangan kita...ditangan rakyat ketika mencontreng para calon dewa diawal bulan April 2009 nanti. Jadikan suaramu sebagai pilihan yang tepat untuk menjadikan negri ini menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Tidak akan ada yang marah atau kecewa  apabila kita tidak memilih kali ini, karena kita sudah dibuat bingung oleh beragam partai dan ratusan pilihan para calon dewa tersebut. Pemilihan tahap kedua mungkin menjadi pilihan yang terbaik untuk memberikan suara kita, karena disinilah penentuan pertaruhan besar negri ini.  Vox Populi, Vox Dei!