Sunday, November 29, 2009

Into the wild - part V




Rencana mau ke Sumedang mencari air terjun cuma kali ini masih gagal lagi karena waktunya tidak mencukupi. Akhirnya ke Cikole - Lembang untuk mencari buah pinus untuk hiasan natal dikantor. Naik motor hanya 30 menit saja dan sudah sampai di kaki gunung Tangkuban perahu....ribuan pohon pinus tersebar dan bau segar pegunungan segera menyeruak ke paru2...

Kawah Domas - memasuki area ini tantangan cukup menantang, pohon tumbang dan jalanan licin yang terjal cukup membuat jantung berdegup kencang. Selain macam kumbang yang masih banyak terdapat di area pegunungan ini. No one was there kecuali saya...bau dedaunan yang tersiram hujan bagaikan parfum alam no.5.

Tangkuban perahu memang menakjubkan, saya tidak pernah bosan kemari dan mencari area yang sepi dari turis lokal dan penjaja keliling yang ramai. Saya serasa sebutir pasir dialam buatan Tuhan Maha Agung. Memandangi sisi gunung dari segala arah dengan hawa dingin segar yang tidak bisa tergantikan.

Perjalanan dilanjutkan ke Air Kahuripan - air kehidupan yang konon membuat awet muda dan airnya baik untuk kesehatan. Jalan masuk yang curam dan tidak tertata dengan baik menjadi tantangan tersendiri. Walau harus berhenti beberapa saat. Diair kahuripan yang konon keramat, kita bisa melihat gua (cave) yang dibangun sebagai bunker, terpahat bulan agustus 1937.

Sebuah bunker sempit dengan ketinggian 170 cm, sehingga saya harus menunduk agar tidak terantuk atap gua. Bau setanggi menyeruak dan menambah suasana mistis. Memang masih banyak mahluk gaib dalam gua tersebut and I can feel it. Beberapa orang menggunakannya untuk bersemadi.

Setelah itu saya menuju ke kawah yang lain menikmati gunung tersebut dari arah berbeda. Jalanan berbatu dan sempit sangat menantang. Sayang beberapa pengunjung dengan seenaknya membuang sampah sembarangan, padahal di alam yang indah just leave your foot prints and bring back your rubbish.

Pada saat perjalanan pulang saya bertemu dengan kakek tua penjaga gunung, Aki tersebut sudah 40 tahun menjaga gunung tersebut dna ia sedang memetik daun untuk dimasak. Kemudian saya mengajaknya minum kopi panas sambil beristirahat disebuah warung terdekat sambil berteduh dari hujan rintik-rintik sore itu. Ia memberi saya sekuntum bunga gunung yang kecil dan baunya harum semerbak, tetapi bukan bunga edelweis. Ia menyarankan agar saya menyimpan bunga kecil yang harus tersebut baik-baik.

Akhirnya kami pulang dan tadinya saya mengajak kakek tersebut bareng naik motor, tetapi saya kehilangan jejaknya ketika saya turun kebawah. Padahal saya sudah mengurangi kecepatan saya, karena Aki tidak bisa berjalan cepat karena umurnya yang sudah tua. Entah ia lewat mana.......bunga tersebut masih saya simpan dengan baik. Makasih Ki!!

Tuesday, November 17, 2009

Postcard from KL




jalan 2 ke Kuala Lumpur, Putrajaya dan sekitarnya dan berikut ini hasilnya...
beberapa bangunan kaya akan ornamen ala Moor dan bahkan di Putrajaya ada yang menyerupai Champs Elysees di kota Paris cuma diaplikasikan pada bahan metal dan ornamen Islam.

Kantor Pusat Keretaapi Tanah Melayu menjadi salahsatu tujuan utama di KL, cuma sayang hanya bagus bagian depannya saja. Stasiun tua buatan kolonial Inggris ini masih kalah cantik dengan bangunan stasiun Kereta Api di Jakarta Kota dan Tanjung Priuk.

Perawatan dan kebersihan adalah salahsatu faktor yang menarik buat saya selama disana serta kemudahan transportasi walau setiap sore kota KL juga macet...

Thursday, November 12, 2009

My me moment @ Dataran Merdeka




Dibangun tahun 1894 – 1897 oleh arsitek Inggris – A.C Norman sebagai gedung administrasi bagi penguasa colonial Inggris disemenanjung Malaya waktu itu. Ketika ia tinggal di Afrika, arsitektur bangsa Moor yang banyak terdapat dinegri Afrika telah mempengaruhinya. Pada tahun 1957, Malaysia merdeka dari Inggris dan kemudian gedung tersebut diserahkan kepada pemerintah Malaysia dibawah pemerintahan Tunku Abdul Rahman.

Pagi itu, Dataran merdeka terlihat sepi karena jalanan didepan gedung Sultan Abdul Samad (SAS) ditutup untuk sebuah perusahaan telekomunikasi terkemuka diMalaysia. Jadi saya bisa leluasa mengambil berbagai macam angle foto. Dataran merdeka dulunya merupakan lokasi permainan polo bagi para petinggi Inggris dan dibagian barat terdapat sebuah bangunan ala colonial Inggris “Royal Selangor Club”.

Kini lapangan luas tersebut yang ditata rapi dengan tanaman hias yang cantik disekitarnya, dijadikan sebagai lokasi pesta kemerdekaan Malaysia setiap tanggal 31 August dan berbagai macam acara seremoni lainnya. Dibagian timur terdapat sebuah tiang bendera setinggi 95 meter.

Kemudian saya berjalan menuju ke gedung SAS dan ternyata sedang tahap renovasi karena banyak batu bata merahnya yang sudah lapuk sehingga harus direstorasi. Restorasi sendiri akan selesai dipertengahan tahun 2010 nanti. Sehingga saya tidak bisa leluasa mengambil gedung tersebut.

Dari gedung SAS, saya melanjutkan kesisi timur Dataran merdeka dan ada beberapa buah bangunan tua yang cantik dan terawat. Satu hal yang patut dicontoh adalah dari segi kebersihan dan perawatan gedung tua sehingga menjadi daya tarik wisata yang menarik.

Padahal kawasan gedung tua Batavia di utara Jakarta dan Semarang akan sangat cantik bila dipoles. Ratusan wisatawan asing pasti akan datang setiap harinya. Padahal gedung SAS masih kalah cantik dengan bangunan tua Belanda di Indonesia….

Wednesday, November 11, 2009

Wakatobi Dive Resort - Keindahan yang tersembunyi




Tadi malam harus entertain sebuah TV swasta nasional dan ketika berbincang-bincang mengenai perjalanan wisata mereka.....terkuaklah sebuah pulau kecil yang sangat private...wakatobi dive resort.

Mereka bercerita bahwa mereka ingin meliput tentang keindahan pulau resort ini yang terletak disalahsatu kepulauan wakatobi (singkatan dari Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, Tornia dan Binongko) dan sudah ditetapkan sebagai Taman Naisonal Wakatobi oleh pemerintah pada tahun 1996 dengan luas area 1,39 juta hektar.

Keragaman aneka fauna laut dan flora merupakan salahsatu keindahan yang tersembunyi. Kemudian para crew TV tersebut bercerita bahwa salahsatu pulau tersebut sudah disewakan ke orang asing. Sayangnya tidak semua orang diperkenankan masuk ke area ini. Pulau resort tersebut dijaga oleh kesatuan polisi air dan bahkan para nelayan lokal dilarang mendekati pulau resort tersebut.

Bahkan konon, salahsatu media cetak terbesar dinegri ini "Koran Kompas" tidak berhasil meliput keindahan resort dan isinya. Pulau ini menjadi private island bagi orang-orang kaya dunia. Dan bahkan menurut sang Bupati, yang pernah berkunjung ke Wakatobi Dive Resort yaitu Bill Gates dan George Soros.

Mereka datang langsung ke pulau private ini, karena disediakan sebuah lapangan terbang mini yang bisa membawa wisatawan asing masuk. Dan bahkan yang boleh masuk kepulau ini hanya wisatawan asing. Dan konon pemilik pulau ini adalah orang Swiss.

Kita bisa melihat keindahan pulau ini melalui website mereka www.wakatobi.com dan memang sangat indah sekali. Vila mewah dan yacht sudah disediakan bagi tamu-tamu asing berkocek tebal. Bahkan pulau ini dinobatkan sebagai Top Shore Diving nomor satu didunia.

Memang isi lautnya sangat memikat, ikan2 yang beraneka warna dan koral yang masih sangat sehat bisa dilihat dengan mudah dan bahkan pada bulan tertentu bisa kita lihat ikan paus yang bermigrasi dari Asia ke Australia.

Salahsatu masalah yang muncul yaitu ketika sebuah puskesmas disalahsatu pulau tutup karena masyarakat kepulauan yang ingin berobat kepuskesmas tersebut harus memutar jauh. Karena dilarang melewati wakatobi dive resorts tersebut....

Sang Bupati pun diam seribu bahasa ketika ditanya media mengenai hal tersebut...pulau disewakan kepada orang asing kini menjadi salahsatu pembicaraan dimasyarakat.

Secara pribadi, saya tidak masalah apabila sebuah pulau disewakan untuk dikelola pariwisatanya dengan baik sehingga menghasilkan devisa bagi negara dan yang lebih penting ada peningkatan taraf hidup bagi masyarakat sekitar pulau tersebut.

Diluar negeri, pulau memang bisa disewakan cuma transparan pengelolaannya...mungkin negri ini harus belajar banyak untuk menyikapi masalah sewa pulau. Agar kedua belah pihak saling menguntungkan.....

Tuesday, November 10, 2009

A Heritage Trail in Malacca




Perjalanan ke kota Malaka (Malacca) ditempuh selama 2 jam melalui Lebuh Raya (Jalan Tol) yang mulus dan lebar. Salahsatu yang saya sukai dari Malaysia yaitu infrastrukturnya yang sangat baik mulai dari jalan tol yang boleh dilewati oleh motor sikal (sepeda motor tanpa bayar tol) hingga subway (kereta bawah tanah) dan LRT.

Malacca sebuah kota kecil yang sangat tua, menurut sejarah didirikan tahun 1377 oleh Raja Parameswara, Raja Palembang yang melarikan diri akibat serbuan dari kerajaan Majapahit. Malaka kini berubah menjadi kota wisata dan warisan budaya oleh Unesco. Berbagai bangsa telah menjajah negri ini hingga detak peradaban buadayanya juga beragam. Bangsa Melayu masih menguasai tradisi buadaya disini selain budaya Cina dan Portugis.

Banyak gereja tua ditemukan dikota ini, maklum bangsa Portugis juga turur menyebarkan agama Katolik di kawasan ini. Hingga kini banyak masyarakat keturunan Tionghoa dan India memeluk agama Katolik. Disebut sebagai “little venesia” karena kota ini dialiri oleh sungai yang membelah kota tersebut.

Matahari begitu terik dan cuaca disini sangat panas, maklum ditepian pantai. Selesai memarkir mobil yang bertarif RM 2 selama sehari penuh, saya kemudian berjalan kaki menyusuri sungai menuju ke kawasan Stadhuist. Mengingatkan saya akan lokasi kota tua di Jakarta Utara dan Semarang. Seandainya pemerintah mau memoles dan mengucurkan dana tanpa dikorup, pastilah kawasan itu akan sangat cantik dan lebih dari kota Malaka.

Gereja pertama yang lewati yaitu Gereja Katolik Santo Fransiskus Xaverius (nama ordo sekolah saya waktu SD – SMA) dan kemudian gereja Kriten Protestan “Christ Church” atau Gereja Merah yang dibangun Belanda pada tahun 1753. Suara liturgi mengalun dengan merdu dari dalam gereja dan kemudian saya masuk (dilarang memotret dalam area gereja). Tidak terlalu besar dan seperti gereja jaman Belanda seperti Gereja Bleduk di Semarang.

Stadhuyst – dibangun pada tahun 1650 oleh Belanda sebagai rumah kediaman Gubernur dan residennya waktu itu. Kini dijadikan museum lithography. Perut pun mulai lapar, akhirnya saya menyebrangi jalan raya dan menuju kesebuah kedai tepi sungai. Kedainya cukup cantik dan berada dilokasi wisata. All foods were only RM 6 dan lumayan rasanya. Tidak jauh dari kedai terdapat sebuah kincir air buatan Belanda dan masih berfungsi dengan baik. Serta ada sebuah bangunan tua yang lagi direnovasi dan ternyata dibawahnya masih terdapat sisa bangunan kuno sepertinya benteng lama.

Sebrang bangunan tersbeut juga terdapat benteng dengan meriam replica ditepi sungai, yang bagusnya sungai disini cukup bersih sehingga wisatawan bisa menikmati. Dan yang paling menarik ternyata di Malaysia banyak terdapat burung gagak hitam. Mereka bisa ditemukan hampir diseluruh semenanjung Malaysia.

Selepas makan siang, perjalanan dilanjutkan menuju ke harbour terdekat dan ada replica kapal Laksamana Ceng Ho. Kemudian saya pergi ke A Fomosa – sebuah benteng kuno buatan Portugis yang terletak diatas bukit yang sangat strategis. Dari atas bukit kita bisa melihat kota Malaka dan disini terdapat sebuah reruntuhan gereja tua dengan patung Santo Fransiskus Xaverius – penyebar agama Katolik mulai dari Goa, India hingga ke Malaka, Jawa dan juga Jepang.

Gereja tersebut sempat terbakar dan disekitarnya merupakan area pemakaman untuk kaum bangsawan Belanda. Ada sebuah ruangan bawah tanah seperti penjara dan beberapa orang melempar koin kedalam chamber tersebut. Beberapa batu nisan disandingkan ditembok bangunan gereja dan mengingatkan saya seperti di museum wayang di Old Jakarta yang dulunya memang gereja serta kawasan makam kuno dekat tanahabang.

Sisi selatan benteng tersebut kini dijadikan replica Istana Kesultanan Malaka dengan tiket masuk RM 2. Didalamnya kita bisa melihat beberapa diorama sejarah kesultanan Malaka waktu itu, benda-benda seni dan budaya serta baju adat pengantin di Malaysia.

Selepas dari replica istana, kami bisa menyaksikan puluhan tukang becak membawa turis asing keliling kota. Becak disini dihias berbagai macam warna dan ada musiknya, sangat unik dan patut dicontoh karena becak di Indonesia kini sudah jadi barang langka kecuali dibeberapa kota di Jawa dan Sumatera.

Seorang wanita asing sedang melakukan yoga dibawah pohon rindang dan rupanya ia sedang mengajarkan Falun Gong – sebuah sekte terlarang di Cina. Semasa di Kuala Lumpur beberapa wanita keturunan Tionghoa pengikut Falun Gong juga membawa spanduk diarea dataran merdeka ketika serombongan turis dari Taiwan atau Cina turus dari bas pesiaran (travel bus).

Karena sudah penat jalan kaki, kami menuju ke Eye on Malaysia – kemidi putar raksasa (ferris wheel) setinggi 60 meter dan diresmikan pada tahun 2007. Dulunya terletak di Kuala Lumpur dan kini diletakkan di kota Malaka karena saat ini Malaka dijadikan pusat seni dan budaya Malaysia, selain itu dulunya memang terdapat kincir air.

Dari sini saya bisa melihat kota Malaka 360 derajat, harga tiket masuk RM 20 untuk turis asing dan RM 10 untuk masyarakat Malaysia (Cuma harus menunjukan ID / KTP). Kemidi putar ini berputar sebanyak 5 x dengan waktu tempuh 12 menit. Ada 42 gondola dan salahsatunya 1 gondola VIP. Hmmmm kita pasti bisa buat seperti ini…..harus ada!!

Secara keseluruhan berwisata ke Melaka lebih ditujukan untuk wisata peninggalan sejarah dan yang lebih hebatnya pemerintah Malaysia sudah melek wisata sehingga bisa membuat sesuatu yang biasa menjadi luar biasa. Ratusan turis setiap hari berkunjung ke kota ini. Yang notabene kawasan kota tua di Jakarta dan Semarang masih lebih cantik dan lebih luas dari Malaka. Tapi masalah kebersihan, tata kota, informasi wisata buat turis, infrastuktur yang baik….mereka masih lebih baik jauh daripada Indonesia. Kita….bila???? Yang ada kita hanya sibuk mengurusi cicak vs buaya....

Monday, November 9, 2009

I hate petronas tower coz...




coz it's so damned beautiful....mau diliat dari angle mana aja...baik malam maupun siang hari..tetap saja cantik...makanya nggak aneh kalau manusia dari berbagai bangsa sampe antri tiket untuk naik ke sky bridgenya....
padahal it's man made ya...
tapi inilah hebatnya...membuat sesuatu yang biasa menjadi tidak biasa..
dibutuhkan seorang yang visioner sehingga bisa mewujudkan bangunan hebat ini..........

Maafkan bila saya narsis




sisa2 foto yang belum diupload......
maaf album kali ini memuat foto2 narsis saya......nggak apa2 kan narsis dikit....hehehhe....mumpung belum kena charge...

Wednesday, November 4, 2009

The Fitting Room – Mella Jaarsma




It’s a long road – “Lagi pengen pencerahan!” salahsatu isi pesan SMS saya kepada seorang sahabat. Setelah beberapa bulan ini berada di Kota Bandung yang minus galeri dan pameran seni, akhirnya saya memutuskan untuk pergi menuju ke Galeri Nasional Jakarta pada hari minggu lalu.

Keluar dari zona nyaman, saya mencoba moda transportasi kereta api komuter dari stesen KA Bekasi karena letak galeri nasional pas diseberang stesen KA Gambir. Begitu didepan loket, saya memesan tiket KA dan ternyata waktu KA beraircon baru ada pukul 15.45. Berarti saya harus menunggu 40 menit lagi, terpaksa beli tiket KA ekonomi. Sekitar 10 menit kemudian kereta api ekonomi tiba dan begitu masuk kedalamnya…hmmm nggak banget. Saya jadi inget waktu kecil dulu naik kereta api ke Jawa dan begitulah keadaannya kereta api ekonomi jurusan Cikarang – Senen. Dan sialnya lagi ternyata hari minggu tidak ada kereta langsung ke stasiun Gambir. Saya mencari tempat duduk yang nyaman dan otomatis saya harus mengamankan barang-barang berharga seperti dompet dan HP ditempat yang aman.

Satu – 5 menit saya masih berasa cukup nyaman, tapi lama kelamaan saya menjadi sangat tidak nyaman karena udara panas dalam kereta api ekonomi yang hanya memakai fan dan suasana yang sumpek..jadi bikin nggak betah. Akhirnya saya segera keluar kereta dan beberapa mata memandang saya aneh karena ada mahluk aneh yang masuk kedalam kereta dan keluar lagi karena keringat yang bercucuran.

Buruknya lagi tidak ada pengumuman yang mempermudah saya untuk melihat jadwal perjalanan kereta api, saya yang harus aktif bertanya diperon berapa kereta api ke senen. Tidak lama kemudian kereta api AC jurusan Pasar Senen pun tiba, saya bergegas masuk kedalamnya dengan hanya berbekal tiket KA ekonomi. Seperti yang kita ketahui, petugas pemeriksa karcis tiket pun dengan mudah diberikan uang salam tempel sebagai pengganti tiket. Kereta ekonomi akhirnya berangkat dan pilihan saya tepat karena kereta ekonomi tersebut dikorbankan, pasalnya lintas KA Bekasi merupakan salahsatu lintasan padat menuju ke kota2 lain di pulau Jawa.

Huh kereta buatan Jepang tahun 1960an ini masih sangat nyaman buat saya, berhawa dingin dan cukup bersih dibandingkan dengan kereta ekonomi yang kayak pepes ikan teri…puanazzz. Setibanya distesen Pasar Senen…saya jadi ingat waktu tahun 2002 pukul 04.00 pagi tiba distesen tersebut. Ketika saya harus terpaksa pulang mendadak dari kota Solo karena sang mantan waktu itu sedang sakit parah..what a memory! Stesen pasar Senen salahsatu stesen KA tertua di Jakarta setelah Beos dan Tanjung Priuk dan yang unik dari stesen ini kita harus melewati jalan bawah tanah ketika ingin keluar peron – sama seperti di stesen KA Tugu – Yogyakarta.

Sebrang stesen Pasar Senen terdapat sebuah pasar tertua di Jakarta dan salahsatu pasar modern dijamannya, Pasar Senen. Saya ingat waktu SD tahun 1986, Mama saya sering berbelanja dipasar ini dan kami sering makan salahsatu mie yang uenak tenan dilantai basement pasar tersebut. Bahkan my mom sering dipanggil “Encik” dan bahkan diajak biacara bahasa Hokian karena kami berdua seperti peranakan Tionghoa….hahahaa….

Sekarang Pasar Senen terlihat berbeda, lebih rapih, bersih dan bangunannnya masih sangat baru. Sisi kanan bawah bangunan masih bisa kita temukan kios jam tangan yang cukup lengkap dan harganya sangat murah sekali. Dan ada taman kecil disampingnya yang bisa dijadikan sarana leyeh-leyeh serta berAC jadi tidak perlu berpanas-panas ria seperti dulu. Apabila revitalisasi pasar tradisional menuju ke pasar modern yang nyaman, saya sangat mendukung sekali. Asal jangan seperti dalil pemprov DKI dan Pasar Jaya yang hendak menggusur pasar Benhil dan Manggarai serta menggantikannya dengan bangunan hotel dan pasar tradisional. Secara logika saja tidak masuk akal, bagaimana sebuah bangunan hotel dibangun diatas sebuah pasar modern. Yang ada ujung-ujungnya pasar tradisional digusur dan berubah jadi mall dan perkantoran. Argh…aya aya wae!!

Akhirnya tiba di jalan raya Pasar Senen dan taksi adalah pilihan saya terakhir karena cukup malas naik angkot / bus kearah Gambir…dalam waktu 10 menit dan hanya menghabiskan biaya Rp 15,000 saja…saya sudah tiba didepan Galeri Nasional.

The Shadows – pameran Mella Jaarsma – The Fitting Room dibagi dalam dua bangunan Galeri Nasional yang terletak disayap kiri dan kana galeri. Karena bangunan utama sedang digunakan untuk pameran FX Harsono. Mella Jaarsma adalah seniwati instalasi, kolektor dan kritikus seni yang bertempat tinggal di Yogyakarta dan berkewarganegaraan Belanda. Beliau juga pemilik galeri Cemeti di kota gudeg tersebut, bersuamikan orang Indonesia dan sudah dikaruniai dua orang anak. MJ (Mella Jaarsma) juga tokoh dibelakang Benielle Seni Yogyakarta dan karya-karyanya sering dipamerkan dibanyak galeri di dunia seperti di KL, Tokyo, dll.

Di sayap kiri bangunan Galeri Nasional, MJ lebih banyak bermain dibayangan dan mungkin ia mendapatkan inspirasi dari wayang kulit – sebuah karya adiluhung bangsa Indonesia yang sudah diakui oleh Unesco pada tanggal 7 November 2003 sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Community. Kali ini MJ membuat berbagai macam karya seni yang diberikan sentuhan tersendiri seperti dari bahan metal atau textile. Sebuah gunungan yang melambangkan gunung Merapi sebagai porosnya juga ditampilkan. Mengingatkan saya akan poros Merapi – Keraton Yogyakarta Hadiningrat – Pantai Laut Selatan dengan para pemainnya yaitu masyarakat dna ada juga penampilan video yang ditembakkan pada sebuah dinding galeri. It’s marvelous…

The Corpse – sesi kedua pameran terletak disayap kanan bangunan galeri. Ketika masuk ruangan, saya dikejutkan oleh beberapa sosok mayat yang terbungkus oleh berbagai macam material mulai dari kasur hingga papan seng. Unik dan aneh…tapi sepertinya MJ ingin menggambarkan tragedy yang terjadi di Indonesia. Pembunuhan dan kemiskinan adalah sesuatu yang ingin disampaikan…saya jadi ingat tentang Operasi Petrus yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru tahun 1980an – read: http://litabm.wordpress.com/2008/03/08/petrus-sisi-kelam-pemerintahan-soeharto-1/

The Army – begitu masuk keruangan lain…MJ ingin menceritakan tentang TNI…beragam emblem prajurit TNI dipasang menjadi sebuah manekin. Seperti yang kita ketahui bahwa TNI sempat menorehkan tinta merah dalam sejarah bangsa ini. Dan yang lebih berani lagi MJ menggambarkan TNI yang memakai barang mewah dibalik baju seragam lorengnya…hmm apabila pameran ini dilakukan di jaman Soeharto sudah pasti ia dimasukkan dipenjara atau bahkan dicekal masuk ke Indonesia. Tapi yang patut diacungkan jempol adalah bagaimana MJ meramu sejumlah bahan menjadi sesuatu barang seni yang menarik…ia menggabungkan material dari kulit ikan pari, tanduk kerbau, kepompong ulat sutra, dll menjadi sebuah jubah. Bahkan ia juga mengkritik pemerintah Orba yang hanya memperbolehkan etnis Tionghoa untuk berdagang. Ia membuat sebuah artwork mirip tukang dagang asongan dengan motif peranakan.

Kotekamu, Kotekaku – ruang terakhir menceritakan tentang berbagai macam jenis Koteka atau Holim dalam bahasa Papua. Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya sebagian penduduk asli Irian Jaya /Papua .

Koteka terbuat dari Labu air, isi dan biji labu tua dilkeluarkan serta kulitnya dijemur. Secara harfiah, kata ini bermakna “pakaian” dan berasal dari salahsatu suku kata di Paniai. Sebagian suku di pegunungan Jayawijaya menyebutnya Holim atau Horim. Ukuran koteka sendiri sebenarnya berhubungan dengan aktivitas penggunaan, untuk bekerja atau upacara adat. Banyak suku di Papua dapat dibedakan dari cara mereka memakai koteka. Koteka yang pendek digunakan untuk bekerja, yang panjang denga n hiasan untuk upacara adat.
Suku Yali biasanya menyukai bentuk labu yang panjang dan suku Tiom memakai dua buah labu. Sesuai perkembangan jaman dan masuknya misionaris Kristen dan Katolik di awal tahun 1950an mulai memberikan ruang lingkup yang terbatas kepada para penggunanya. Koteka dilarang digunakan di kendaraan umum dan sekolah-sekolah. Kini Koteka dijadikan cinderamata….mau??

Untuk masyarakat pegunungan Jayawijaya, Koteka umumnya masih banyak dipakai dan untuk berfoto dengan mereka, kita harus memberikan mereka uang sebagai uang jasa….Didaerah pesisir pantai, Koteka malah jarang ditemui. Ketika misionaris masuk, merekalah yang gencar penggunaan celana pendek sebagai pengganti Koteka. Suku Dani suka mengenakan celana pendek tetapi pada saat upacara adapt mereka masih suka memakai Koteka.

Sejak Gubernur Papua pertama - Frans Kaisepo, beliau menggalakan kampanye anti Koteka dan terkenal dengan misi “Operation Koteka”. Tahun 1971, pemerintah RI membagikan pakaian kepada penduduk lokal papua tetapi akibat mereka belum mengenal sabun mandi. Maka banyak warga lokal Papua yang terkena penyakit kulit seperti jamur, dll karena sebagian kondisi tanah Papua yang lembab dan masih banyak hutan. Operasi yang aneh….padahal hal tersebut patut dipertahankan sebagai bagian dari budaya lokal.

Dari sinilah saya sedikit mengetahui bahwa wanita Papua menyukai pria yang memakai Koteka, karena dianggap lebih terbuka dan apa adanya. Dan uniknya Koteka yang besar juga digunakan sebagai wadah untuk menaruh uang atau barang kecil lainnya.

Dipameran ini, MJ memberikan informasi seperti Koteka dilarang oleh orang Kristen tapi orang Katolik memperbolehkan Koteka digunakan. Atau ujung Koteka yang melengkung dianggap pemakainya impoten tapi ada beberapa suku yang menganggap sesuatu yang lazim.

Selain itu MJ juga menyediakan ruangan kecil bagi para pria yang ingin mencoba koteka sesuai ukurannya…hehhee..unik dan lucu juga. Diluar bilik, ia menggantungkan kain loreng TNI dan adanya emblem TNI yang sepertinya ingin mengkritik TNI yang masih bercokol ditanah Papua. Seperti yang kita ketahui gerombolan separatis OPM (Papua Merdeka) masih memberikan serangan kecil terhadap alat2 vital negara. Dan bahkan kekayaan alam bumi Papua juga menjadi incaran beberapa negara besar seperti Amerika dan Australia. Well…demi sebuah keutuhan bangsa, TNI wajib hukumnya melindungi tiap jengkal tanah Republik Indonesia. Walau TNI juga sering berlebihan terhadap masyarakat lokal Papua. Sudah saatnya pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan orang Papua bukan hanya menguras kekayaan alamnya saja. Yang ironis lagi, masih saja ada berita tentang bahaya kelaparan dipegunungan Jayawijaya serta minimnya fasilitas pendidikan dan kesehatan. Misionaris asing banyak berperan penting dalam menaikan hidup derajat masyarakat pegunungan dibanding dengan pemerintah lokal…This should be changed….

Thanks MJ…..you’re so brave to tell the truth with your artworks...




Monday, November 2, 2009

40 Years Of Silence Trailer




sebuah film dokumenter yang mengisahkan tentang pembunuhan besar2an di Indonesia pasca kejatuhan Presiden Soekarno ditahun 1965. Once I wrote tentang pembunuhan besar2an di pulau Bali...

akan ditayangkan di Jiffest tanggal 4 - 12 Desember 2009 ini....be there and see the world through cinemas