Sunday, June 27, 2010

Jakarnival 2010


pukul 15.30 jalanan masih lancar

Jakarta kembali merayakan HUTnya ke 483 dengan serangkaian acara dan salahsatunya berupa Jakarnival yang dimulai dari depan balai kota hingga ke bunderan HI pada hari minggu sore ini.

Ribuan warga jakarta turun kejalan dan meramaikan acara tersebut. Coba dibuat lebih bagus lagi dengan karnaval yang lebih cantik agar bisa dijadikan agenda wisata.

Mobil hias ada beberapa yang terkesan dibuat seadanya sama seperti dari tahun ketahun tanpa perubahan yang signifikan. Padahal acara seperti ini bisa menghidupkan ekonomi kerakyatan secara tidak langsung.

Tadi waktu datang ke jalan Thamrin pukul 15.30 WIB didepan gedung Bangkok Bank masih belum ramai. 30 menit kemudian, jalanan sudah dipenuhi oleh ribuan orang termasuk para pedagang minuman, jagung rebus, kacang rebus, ice cream, dll.

Turis asing dari jalan Jaksa berhamburan keluar dan melihat ada apa sebenarnya dan saya jamin mereka juga tidak tahu dari mimik mukanya saja mereka tampak bingung.

Bung Foke, Jakarnival seharusnya bisa dijadikan agenda wisata yang lebih OK dan mintalah perusahaan yang ada di Jakarta untuk berpartisipasi di karnival ini. Masak kalah dengan Jember Fashion Carnival or Solo Batik Carnival. Ini hiburan meriah dan murah bagi kami rakyat jelata...

Saturday, June 19, 2010

Tanah Air Beta – A Tribute for the Refugees




Ketika melihat diacara kick andy di metro TV, saya langsung jatuh cinta dengan film ini yang mengkisahkan tentang sebuah keluarga yang tercerai berai akibat pasca referendum di Timor Leste tahun 1999. Dan sekali lagi saya tidak menemukan film ini dibioskop kelas atas di Jakarta, mengapa film Indonesia harus dikalahkan dengan film hollywood, kapan film Indonesia bisa dicintai lagi oleh rakyatnya. I protest for this monopoly.

Film ini dibuka dengan cinematography yang cukup baik mengenai kegersangan alam NTT dan bisa dibayangkan derita yang dialami oleh para pengungsi akan keganasan alam yang mereka hadapi pada saat ini. Diberitakan masih ada 70,000 pengungsi dari Timor Leste yang memilih untuk menjadi Warga Negara Indonesia ketimbang harus berada di kampung mereka, Timor Leste.

Bahkan disebuah harian nasional pernah ditulis, bahwa para pengungsi ini menjadi BEBAN pemda Belu, NTT. Seharusnya kita malu untuk menuliskan kata BEBAN, para pengungsi ini sudah memberikan tubuh, darah, roh dan semangat mereka demi Indonesia dan seharusnya mereka layak dianugrahi PAHLAWAN karena memilih Indonesia sebagai tanah air mereka dibanding Timor Leste. Dan masih ribuan orang yang kehilangan tanah, harta benda dan sanak saudara di Timor Leste hingga saat ini akibat jajak pendapat yang tidak beres tersebut.

Memalukan apabila hingga kini pemerintah pusat masih lupa akan geliat kehidupan mereka saat ini dan dengan adanya film Tanah Air Beta ini membuka mata para pejabat agar tidak hanya mengurus partai dan hal yg remeh temeh. Masih banyak pekerjaan yang belum tuntas dan 2014 masih lama, jadi tenang saja tidak usah khawatir untuk kalah.

Di film ini, Ari dan Nia masih belum cukup fokus untuk menceritakan secara detail sisi kehidupan para pengungsi. Konflik yang seharusnya dibangun disebuah film, tidak diceritakan dengan utuh. Konflik hanya dibangun antara Merry dan Mauro mengenai remeh temeh sebagai sebuah keluarga yang tercerai berai. Anti klimaks yang seharusnya terjadi diakhir cerita malah tidak saya rasakan difilm ini.

Seharusnya Ari dan Nia lebih fokus pada penceritaan seperti yang dibangun difilm Denias, dialog yang sederhana dan mengesankan. Kisah perjalanan dua anak yang mencari saudaranya seharusnya bisa lebih mengena dan ada banyak hal yang bisa dibangun. Tapi buat saya, hasil kerja mereka cukup diacungkan jempol, tidak mudah untuk membuat sebuah cerita dan menjadikannya sebuah film. Dipiala Citra 2010 ini, mungkin hanya masuk beberapa nominasi saja seperti untuk penata artistik dan penata musik saja dan tentu saja untuk Alesandara Gottardo sebagai Tatiana serta untuk Asrul Dahlan sebagai Abubakar.

Dan bila Anda menonton film ini berarti Anda sudah turut memberikan sumbangan bagi para pengungsi di NTT. Semoga Tuhan memberkati para pengungsi dan mereka senantiasa diberikan kekuatan yang luar biasa.

Wednesday, June 16, 2010

The Brothers

When a war is over, it only leaves a wound....
Entah apa yang ada dibenak negri paman sam saat ini ketika mengetahui bahwa Afghanistan menyimpan cadangan mineral berjuta trilliun yang bisa membuat sebuah negeri menjadi kaya raya. Sebuah peperangan yang terus dipertahankan atau sebuah keadilan bagi rakyat Afghanistan.

Film The Brothes besutan sutradara Jim Sheridan menceritakan sebuah keluarga kecil di Amerika Serikat yang rapuh akibat sebuah perang yang dijalankan oleh negara adidaya tersebut. Peperangan telah mencabut nyawa jutaan org dan menghilangkan semangat hidup jutaan veteran yang selamat.

Tom Cahill dan Sam Cahill adalah kakak beradik, Sam akan berangkat ke Afghanistan untuk berperang melawan Taliban dan segera meninggalkan anak serta istrinya. Kerapuhan dalam keluarga besarnya memberikan perpisahaan yang tidak mengenakan antara kedua kakak beradik tersebut.

Dalam peperangan melawan Taliban, Sam Cahill dinyatakan hilang dalam tugas dan jenazahnya tidak ditemukan. Ternyata Sam masih hidup dan menjadi tawanan Taliban yang harus menghadapi serangkaian penyiksaan yang membuat jiwanya terganggu.

Sementara keluarga di Amerika sudah pasrah menerima keadaan bahwa Sam meninggal dunia dan sebagai kakak - Tom Cahil mencoba untuk menata kembali keluarga adiknya yang dilanda kesedihan akibat peperangan. Waktu demi waktu berjalan dan kehangatan membuat semua yang ada dikeluarga tersebut kembali hidup dan sedikit melupakan masa lalu.

Hingga tentara Amerika menemukan Sam Cahil masih hidup dan alhasil membawakan kembali ke Amerika dan bertemu dengan keluarganya. Disinilah cerita berkembang...ada kedinginan, kebingungan, ketidakpercayaan dan semua yang ada dikeluarga ini menjadi berantakan.

Kekuatan dari film ini dibangun oleh kekuatan akting para pemainnya sehingga tidak aneh apabila film yang bercerita sederhana ini memikat hari para juri di Oscar 2010 dan mendapatkan beberapa nominasi. Sebuah sentilan mengenai peperangan yg dilakukan oleh negri Paman Sam, walau bagaimana pemerintahan Obama sepertinya harus memperpanjang perang di Afghanistan dengan sebuah alasan yang irrasional....kebebasan yang naif.

Words will land on me
Then abandon me
Leave me stranded
[..] on the door

Saturday, June 12, 2010

Minggu Pagi di Victoria Park

June 12, 2010 - Sabtu Malam di Slipi Plaza, it's my birthday and I wanna spend my time to see a movie and dinner with someone. Tertarik dengan sebuah film yang dibesut oleh sutradara wanita muda Indonesia yang cantik dan berbakat, Lola Amaria. Sebelumnya saya sempat membaca sinopsis film ini yang menceritakan para Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di Hongkong berikut dengan segala macam pahit getirnya kehidupan mereka.

Lola yang berperan sebagai Mayang harus mencari adiknya (Titi Sjuman) yang sudah bekerja sebagai TKW diHongkong dan kini tiada kabarnya. Sedikit demi sedikit kehidupan para TKW Indonesia yang bekerja diHongkong digambarkan dalam gambar yang indah. Saat hari minggu mereka berkumpul di Victoria Park untuk bertemu dengan teman-temannya dari Indonesia. Harfi minggu di Hongkong merupakan hari libur bagi para pekerja immigrant dari Indonesia, Filiphina, Bangladesh, Pakistan dan India. Mereka sendiri saling membentuk komunitas untuk mempererat persaudaran dan pengobat rasa rindu akan tanah air.

Kehidupan Lesbian antar para TKW Indonesia juga digambarkan secara natural, dan sebenarnya saya sudah melihat cerita ini melalui film Pertaruhan ditahun 2009. Tetapi Lola memasukkan cerita ini sebagai realitas kehidupan nyata yang benar terjadi di antara sesama TKW Indonesia di Hongkong. Termasuk kisah para wanita Indonesia yang sering dikibuli oleh pasangan prianya dari negri Bangladesh/Pakistan yang katanya mirip dengan pemain film India.

Sedih rasanya melihat kehidupan keras para TKW di Hongkong terlebih lagi setelah saya tahu bahwa mereka di 7 (tujuh) bulan pertama tidak menerima gaji senilai HK $3.500 atau senilai Rp 4-5 juta. Bayangkan keuntungan yang diperoleh para PJTKI di Indonesia atas hasil keringat para TKW tersebut dan belum lagi tuntutan keluarga mereka yang berharap bahwa anak atau istri mereka yang bekerja sebagai TKW diluar negeri akan membawa perubahan ekonomi bagi mereka dan membawa prestige sendiri. Sementara mereka diluar negeri harus jatuh bangun, jadi tidak aneh apabila mereka ingin mempunyai kehidupan sendiri.

Victoria Park ibarat taman bermain yang bebas bagi para TKW, dihari minggu mereka bisa melampiaskan apa yang selama ini di Indonesia mereka tidak pernah rasakan. Berpakaian minim dan serba mode terbaru, berciuman dengan pacar mereka secara terbuka didepan umum...they can do it here. Walau banyak dari mereka yang berkumpul dan mendapatkan siraman rohani atau hal yang positif. Ditaman ini lah semua rasa menjadi satu dan tempat berbagi informasi antar sesama atau pekerjaan.

Salute bagi Lola yang berani mengangkat film ini dan dituangkan menjadi sebuah film yang cantik n menyentuh hati. Titi Sjuman bermain sangat natural and gosh she's very sexy at this movie. Mungkin buat saya..difilm ini Titi bermain hampir sempurna dan ia layak mendapatkan nominasi Piala Citra 2010 ini dan mungkin ia akan mendapatkan Best supporting actress di Festival Film Asia lainnya.

Tidak terasa film ini sudah berakhir dan membukakan mata setiap penontonnya. Saya jadi teringat kejadian 4 tahun lalu ketika menjemput saudara saya yang baru pulang jadi TKI di Seoul. Ketika menjemputnya di Terminal 2 International pukul 23.00, ternyata saudara saya harus dipindahkan keterminal 4 di Bandara Soekarno Hatta dengan alasan administrasi. Untuk menjemputnya dan mengeluarkan saudara saya dari terminal 4 harus membayar sejumlah uang kepada pihak otoritas bandara. Drama penjemputan baru berakhir pukul 02.30 WIB, rasa penat dan sedih befrcampur menjadi satu ketika saudara saya bercerita apa yang dia alami ketika turun darim pesawat, dipisahkan oleh petugas bandara, disuruh menunggu dan membayar uang administrasi.

Belum lagi ketika saya turun dari pesawat KL - Jakarta dibandara Soekarno Hatta, petugas bandara langsung memasang badan dan membuat mimik muka yang galak dengan para TKW yang baru turun dari Malaysia. Seperti kucing melihat ikan segar dimatanya....yang ingin segera menerkam, padahal belum tentu mereka tiba di Jakarta membawa uang yang banyak. Getir rasanya melihat mereka diperlakukan secara berbeda dengan penumpang lain. Beginilah nasib para penghasil devisa.

Tapi kini para TKW pasti lebih pintar dengan berbagai kejadian dibandara, mereka dengan mudahnya mengirimkan uangnya dengan berbagai moda transfer, sehingga hasil jerih payah mereka tidak hilang. Mungkin suatu hari nanti harus ada kebijakan yang jelas bagi para TKW mulai dari masalah pemotongan gaji, asuransi kesehatan dan beberapa kemudahan yang patut mereka dapatkan sebagai pahlawan devisa. Di Filiphina, para TKW diberlakukan bak pahlawan ketika tiba dibandara dan dilindungi secara hukum. Tidak aneh apabila Presiden Filiphina sampai turun tangan apabila ada kasus hukum yang menjerat TKWnya.

And we dont care...sudah banyak hal buruk yang terjadi terutama para TKW yang bekerja di Timur Tengah. Apabila saya jadi Presiden, mungkin pengiriman TKI ke Timur Tengah akan saya hentikan dan dipindahkan ke negara yang mempunyai hukum yang jelas seperti di Hongkong atau Singapura.

Makasih yang Lola dan saya doakan agar film ini mendapatkan berbagai macam penghargaan film dari Indonesia dan Luar Negeri. Agak miris ketika saya melihat daftar studio film 21 yang memutarkan film ini, sebagian besar dibioskop kelas B+ dan bukan dicineplex kelas A+ yang seharusnya pantas memajang besar film ini dan layak ditonton oleh masyarakat banyak. Saya tahu karena memang ada semacam monopoli dan dana yang besar untuk menempatkan film ini sejajar dengan film Sex n The City 2 dibioskop A+.

Terakhir saya doakan agar film ini laku keras sehingga kamu n produser juga bisa BEP...hehhee. Jangan kapok bikin film yang bermutu ya, Lola! Carpediem......

Thursday, June 3, 2010

A Travel Note to Cilacap and Nusa Kambangan Island




Sudah lama saya tidak melakukan perjalanan jauh dan menulis di blog ini, perjalanan kali ini sungguh menyenangkan dan seperti biasa tidak saya rencanakan. Berangkat pukul 10 pagi dari kota Bandung menuju kearah selatan pulau Jawa, kota Cilacap. Rute Bandung – Ciamis – Banyumas – Cilacap ditempuh selama hampir 7 jam perjalanan. Selepas diperbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah, kita bisa menikmati hutan karet yang masih tersisa dipulau Jawa ini. Pada jaman Belanda, perkebunan karet merupakan salahsatu komoditas primadona untuk mendapatkan jutaan gulden dipasar internasional. Pulau Jawa salahsatu tanah yang subur dan apalagi bagian selatan dengan perbukitan dan hawa yang masih sejuk.

Kota Cilacap sendiri berhawa cukup panas karena berada dekat pantai dan kota ini relatif cukup besar dan yang membuat saya terkejut kota ini memiliki sebuah lapangan golf dan lapangan udara perintis. Wah siapa yang hendak main golf dikota kecil ini. Oh ternyata para pejabat sering berziarah kepetilasan gunung Srandil dan salahsatunya petinggi negri ini sering naik helikopter dan main golf. Selain itu diselatan kota ini terdapat penjara nomor satu di Indonesia....Nusa Kambangan.

Hotel dikota ini juga cukup beragam mulai dari yang berharga Rp 45,000 dengan kamar mandi didalam dan 2 tempat serta tanpa AC hingga berharga Rp 500,000 tersedia. Jadi tidak usah khawatir mengenai penginapan. Alun-alun kota yang cukup luas dan nyaman membuat saya menikmati malam sambil minum secangkir wedang jahe dan beberapa polisi lapas yang sedang beristirahat. Kota ini menyimpan ratusan para narapidana kelas kakap dan para teroris di pulau nusa kambangan, sehingga tidak aneh melihat puluhan polisi dan intel disebar diseantero kota ini. Tapi suasana ini malah membuat saya merasa nyaman karena situasi kota yang kondusif. Dont ask and dont tell!!

Esok pagi saya bergegas ke teluk penyu dan selintas melihat segara anakan, muara sungai terbesar di Indonesia yang menyimpan keanekaragaman fauna dan flora yang kini terancam akibat penumpukan lumpur dimuara yang membuatnya semakin menyempit.

Teluk Penyu, sebuah teluk dengan panorama pantai laut selatan dan ombak yang cukup bersahabat karena dilindungi oleh pulau nusa kambangan. Pantainya hampir mirip dengan pantai kuta, Cuma sayang kurang dikelola secara profesional. Beberapa cafe dan warung sea food bertebaran dan tiket masuknya murah hanya Rp 2000/orang. Malam hari pasti ramai menjadi tempat plesiran bagi anak muda dan untuk yg plus plus pun ada. Maklum banyak ada perusahaan minyak dan beberapa perusahaan besar dikota Cilacap, pasti para pekerjanya membutuhkan hiburan dikala senggang.

Benteng Pendem, sebuah benteng peninggalan Belanda dibangun tahun 1877 dan masih cukup terawat walau kurang informasi. Benteng ini cukup unik karena dibangun dibawah tanah sedalam 1 -3 meter mirip semi bunker sehingga tidak terlihat dari arah laut. Sebagai benteng, dibangun cukup lengkap dengan kamar sebanyak 60 buah, gudang amunisi, dapur, perbekalan hingga ruang medis. Diselatan benteng terdapat sebuah makam kuna dengan pohon besar disampingnya. Aura mistis terdapat dibeberapa bagian benteng ini dan bagian depan dibuat kolam yang mungkin berfungsi sebagai ruang pendingin dan menahan serangan dari darat.

Selepas dari benteng pendem, seseorang menghampiri dan menawarkan jasa untuk berwisata ke pulau nusa kambangan dengan tarif yang cukup layak dikantong. Jasa antar pulang ke pulau nusa kambangan sebelah barat hanya Rp 50,000 saja karena kebetulan masih sepi wisatawan. Biasanya ia mematok harga Rp 20,000/penumpang, tapi saya mendapatkan harga pulang pergi. Okelah kalau begitu, saya mengambil tawarannya.

Dengan naik sebuah perahu bermotor, saya ditemani si nelayan – Pak Warji (0815 4821 5835) menuju ke sisi barat pulau nusa kambangan yang dapat ditempuh selama 10 – 15 menit. Sesampainya dipulau tersebut, saya diantar ke pintu gerbang untuk membayar tiket masuk seharga Rp 3,500 dan diantar oleh seorang guide yang bernama Mas Aries ( 0858 4260 1699). Ia membawa saya masuk kedalam hutan hujan tropis yang masih cukup lebat dengan fauna yang beragam mulai dari macan kumbang, rusa hingga ular berbisa.

Dengan membawa sebatang golok dan tanpa alas kaki, mas Aries bercerita bahwa sebelum menjadi guide di pulau ini, ia harus menjalani semacam lelaku seperti berpuasa sambil mengitari seluruh pulau nusa kambangan. Jalanan cukup sulit karena masih tanah dan berbatu kasar serta agak licin, maka saya sarankan agar memakai sepatu kets. Dipulau ini terdapat beberapa macam gua yang masih wingit alias angker sehingga disarankan agar tidak mempunyai niat yang buruk serta dilarang berkata kotor agar terhindar dari malapetaka.

Saya diajak ke benteng peninggalan Portugis yang sudah dirambatin pepohonan dan ilalang. Akar2 pepohonan menjalari sebagian besar benteng tersebut dan membuatnya menjadi begitu eksotis bagi saya. Bisa dibayangkan ratusan tahun lalu, penjajah berada dipulau ini. Kini benteng tersebut hanya dijadikan tempat untuk melakukan ritual dan bahkan mas Aries dengan entengnya bercerita bahwa beberapa mahluk halus terdapat dimuka benteng dengan berbagai macam rupa.

Benteng ini terasa begitu magis buat saya tapi juga sangat eksotis, ruang demi ruang saya lewati mulai dari dapur, ruang medis, ruang penjara dan bahkan ruang meriam kuno. Dua buah meriam kuno masih terdapat dipulau ini dan beratnya mungkin ratusan kilo. Wow...sungguh indah dan sayangnya meriam ini harus ditempatkan dimuseum bukan dibiarkan lapuk oleh waktu. Ironis memang melihat bangsa ini semakin melupakan sejarah. Di negri tetangga sebuah meriam bisa dijadikan tempat sejarah yang menarik....

Pantai Pasir Putih, sebuah pantai kecil dengan butian pasir halus mengingatkan saya seperti dipantai Padang-Padang dekat Uluwatu, Bali. Pantai ini masih sangat perawan dan sayang beberapa pengunjung sepertinya tidak menjaga kebersihan. Mereka membuang sampah sembarangan dan saya baru sadar bahwa memang tidak ada tempat sampah dilokasi ini. Arghh seandainya.....

Tadinya saya akan diajak kebeberapa tempat lagi Cuma saya tolak karena waktu yang tidak cukup, akhirnya saya pulang. Dalam perjalanan pulang saya seperti mendapatkan bantuan tenaga, karena saya membawa tas punggung dengan beban yang cukup berat tapi saya bisa menaiki jalan yang cukup terjal. Tiba-tiba ada sebuah auman dan mas Aries segera bergegas menghampiri kesebuah sungai kecil. Tapi seperti macan kumbang tersebut sudah menghilang dalam hutan setelah mendapatkan mangsanya. Peristiwa tersebut cukup membuat hati ini bergidik karena suaranya yang khas.

Setibannya di base camp, saya membeli minuman dan dingin serta tidak lupa memberikan tips kepada mas aries atas jasanya mengantar saya kedalam pulau nusa kambangan. Akhirnya saya menemui Pak Warji yang sedang merokok dan saya minta diantarkan kembali ke teluk penyu. Sebuah perjalanan yang mendebarkan dan tidak terencana, akhirnya saya bisa menginjakkan kaki dipulau mistis ini. Marvellous........