Bangkok, 7 Oct 2011 - Selepas dari Bandara Penang kami tiba di Bandara Svarnabhumi, Bangkok Thailand pukul 07.00 malam. Bandara yang baru diresmikan 3 tahun lalu ini bisa menampung 30-40 juta penumpang setiap tahunnya. Arsitektur bandara ini sangat ramah lingkungan dengan sinar matahari yang bisa mengurangi lampu disiang hari dan sangat luas sekali. Sebenarnya hampir mirip dengan bandara Soekarno Hatta tapi dengan sentuhan modern dan menyatu menjadi one stop airport. Antara terminal internasional dan domestik menyatu, sehingga memudahkan penumpang untuk pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Selesai mengambil bagasi, kami segera menuju ke Express Rail Link yaitu lintasan kereta bawah tanah dari/ke kota Bangkok menuju ke/dari bandara Svarnabhumi. Tarifnya yang cukup murah yaitu Baht 150 untuk tiket return dan Baht 90 untuk oneway. Return ticket adalah yang terbaik dan termurah, dan kami segera menunggu kereta yang berangkat menuju kota Bangkok setiap 1 jam sekali. Tapi sayangnya tidak disediakan tempat duduk seperti di Singapore, jadi kami harus duduk lesehan dilantai marmer yang dingin sambil menunggu kereta tiba. Express Link ini akan berhenti di Stasiun Makassan ditengah kota Bangkok dan ditempuh selama 15 menit, lebih cepat dari mobil melewati jalan tol yang macet menuju kota Bangkok.
Jangan lupa untuk membeli sim card True Move pas dibandara selama di Bangkok, ada paket untuk Blackberry selama 3 hari senilai 199 Baht sudah termasuk sim card, pulsa, bisa telepon dan sms international. Jadi lebih murah dibanding pakai sim card dari Indonesia. Beli dan pakai ini saja buat update status di BB dan kirim SMS ke Indonesia. Ada counter khusus di terminal kedatangan dibandara Svarnabhumi.
Kota Bangkok terkenal dengan kemacetannya seperti di Jakarta. Sesampainya di stasiun Makassan, decak kagum segera membuat saya terdiam. Stasiun ini begitu besar dan bersih serta sangat modern. Dari stasiun ini kami berjalan kelantai 3 dan keluar stasiun menuju ke hotel. Di Bangkok pun ada tukang ojek ternyata, cuma bedanya tukang ojek dikota ini memakai jaket bernomor. Kami pun ditawarin naik ojek tetapi jarak dari stasiun ke hotel sangat dekat, hanya 15 menit berjalan kaki.
Trotoar dijalanan kota Bangkok sama seperti Jakarta, sering digunakan pengguna motor untuk melawan arus macetnya kota Bangkok. Saya jadi merasa di negri sendiri, tidak ada perbedaan perilaku terhadap pengguna motor dan pejalan kaki di trotoar.
Sesampainya di Hotel FX Makassan yang bertarif Baht 900 permalam ini, saya mendapati kamar dengan 1 double bed dan 1 single bed...wow jadi bisa muat untuk 3 orang. Pilihan menarik untuk berlibur bersama teman-teman nantinya dikota Bangkok. Cukup satu kamar muat 3 orang, kamarnya bagus dan dilengkapi dengan AC, safe deposit box, LCD TV dan kamar mandi yang nyaman dengan air panas.
Selepas beristirahat, kami segera menikmati malam dikota Bangkok. Dari hotel ini kita cukup berjalan kaki 10 menit menuju kereta bawah tanah di stasiun Petchaburi. Saya jadi iri dengan kota Bangkok yang macet ini, pilihan transportasi mulai dari MRT, LRT, Busway, Riverbus, taxi dan ojek..semuanya tersedia. Bus di kota Bangkok sama seperti di Jakarta, ada yang bagus ala busway dan bahkan yang jelek ala Kopaja atau Metromini. Bahkan bus tua tersebut tanpa jendela,...kebayang kalau hujan deras, kasihan penumpangnya. Taxi disini ada yang berwarna pink dan sepertinya seragam serta mereka memakai argo meter tidak seperti di Penang. Tanpa argo.
Memasuki stasiun kereta bawah tanah ini, eskalator berjalan dengan cepat sehingga kalian yang tidak terbiasa harus berhati-hati agar tidak jatuh. Dan khususnya bagi orang tua, akan sangat membahayakan, sehingga saya jarang melihat penumpang yang sudah tua, rata2 anak-anak muda dari umur 10 - 45 tahunan. Keamanan cukup ketat memasuki, harus melewati detector machine dan diperiksa tasnya oleh petugas walaupun kalian membawa koper, harus dibuka. Bagus sekali dan membuat penumpang nyaman.
Tiket MRT dibeli dengan harga sangat murah sekitar Baht 20 - 40 oneway, untuk bulanan pun bisa dan bahkan bisa dibeli melalui ticket machine sama seperti di Singapore or Kuala Lumpur. Jakarta kapan ya bisa???? Woii bung kumis...kerja donk jangan molor melulu jadi gubernur, kagak malu apa sama Bangkok...huftt
Setelah kita membayar tiket sesuai tujuan, akan diberikan koin plastik yang mengandung magnet, cukup ditempelkan dipintu masuk dan secara otomatis akan terbuka. Jangan lupa dimasukan koinya ke kantong dan simpan baik-baik untuk jalan keluar stasiun nantinya, jangan sampai hilang...bisa ribet kalau hilang karena dinegara orang dan kena denda.
Keretanya sangat bersih dan informasi sangat jelas, dari stasiun petchaburi menuju ke stasiun Silom ditempuh selama 10-15 menit saja. Dan kereta berhenti dengan mulus...sekali lagi iri.com karena membayangkan busway berhenti seperti naik Kopaja. Untuk keluar stasiun, cukup memasukkan koin magnet kedalam pintu keluar dan selesai. Ternyata dari stasiun Silom ini bisa sambung ke stasiun LRT menuju kerute lainnya.
Dari Stasiun Silom, kami bertiga menelusuri malam kota Bangkok, jangan lupa hati-hati dengan copet. Jadi harus waspada dan sekali lagi trotoar di kota Bangkok sama seperti di Jakarta, dipakai para penjaja makanan kaki lima sampai pedagang baju, dll. Ramai tapi rapi....pedagang diberikan akses berjualan dan menjadi tempat wisata, walau sampah dimana-mana. Mereka juga membuat sampah dikantong plastik yang diikat dan ditempatkan dibawah pohon pelindung, serta pedagang makanan membuang air kotoran dipedestrian...sama persis seperti di Jakarta...Oh I Love Bangkok, serasa dikota sendiri...hehehee
Dari sini kita bisa menikmati hiburan malam esek-esek ala kota Bangkok, para penjaja sex dengan santainya menjajakan diri disepanjang jalan. Ada germo (maaf) yang membawa kertas laminating dengan foto-foto perempuan siap pakai begitu harga disetujui. Tapi dari internet, saya mendapatkan kabar untuk berhati-hati didaerah ini karena cukup rawan dan jangan sembarangan menawar kecuali anda tertarik.
Kawasan Patpong adalah kawasan lampu merah dikota Bangkok, sejumlah bar menjajakan berbagai macam kesenangan duniawi bagi para pria-pria nakal dan dari luar kita bisa melihat wanita-wanita setengah telanjang menari meliuk-liuk ala stripter. Turis-turis bule pun banyak berkumpul baik pria maupun wanita. Kami hanya menikmati dari luar karena Bangkok terkenal akan penyebaran HIV Aids terbesar di Thailand serta mafia-mafianya dikawasan ini.
Kami pun masuk ke pasar malam Patpong, melihat pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai macam barang mulai dari kaos Thailand, jam, topi, lukisan hingga sex tools. Mereka dengan bebas menjual peralatan sex seperti menjual peralatan lainnya disisi jalan tanpa takut ditangkap polisi. Bangkok juga terkenal akan polisi yang korup dan sama seperti di Jakarta...selama ada uang, bisnispun aman.....
Disini saya membeli lukisan serta jajanan ala Bangkok yaitu gorengan isi bakso ikan, udang,dan cumi seharga hanya Baht 20 isi 3 tusuk sate bakso ikan. Untuk buah-buah potong segar dihargai Baht 20 serta kelapa muda Thailand dihargai Baht 40. Tapi hanya satu pedagang yang menjual durian Bangkok dan harganya sedikit lebih murah dibanding di Jakarta.
Mencari makanan halal di Bangkok harus benar-benar serius, jangan malu untuk minta menu ayam atau ikan kepada sipedagang makanan. Mereka akan menunjukkan menu halal. Sudah pukul 11.00 malam dan segera bergegas ke hotel karena MRT akan tutup pukul 11.30 malam...
Pagi hari pukul 08.00, saya sudah berada direstauran dan minta paket menu seharga Baht 180 untuk satu set makanan udang goreng dan kopi. Sangat murah dibanding makan pagi di Penang dan rasa makanan Thailand sangat pas sekali buat saya dibanding nasi kandar yang terlalu banyak rempah. Makanan Thailand gabungan antara asam, manis dan pedas sehingga sangat pas buat orang Indonesia. Feels like home...
Jumat pagi sama seperti di Jakarta, jutaan penduduk Bangkok bergegas menuju ke kantor, kemacetan dimana-mana. Bahkan di trotoar yang malamnya tidak ada pedagang makanan, kini berdiri sebuah gerobak dorong dan menjual mie serta ayam goreng. Pengunjung makan ditrotoar dengan bangku plastik. Beberapa wanita Thailand yang cantik-cantik tersenyum kepada saya, sepertinya mereka menganggap saya orang Thai....hehehehe. Lumayan dapat senyuman gratis...
Kembali ke stasiun MRT dan menuju ke stasiun Silom, dan kali ini harus naik kereta MRT berhimpitan dengan penduduk Bangkok yang mau berangkat kerja atau sekolah. Berhenti di Silom, naik ke lantai dua menuju ke stasiun LRT menuju River Boat Chao Praya. Di stasiun ini, sistimnya kita menukar uang logam di counter kemudian menuju ke ticket machine, caranya : pilih statsiun yang dituju dan ada nomornya, misalkan no. 25 untuk ke river boat, kemudian masukkan koin seharga Baht 20, dan akan keluar otomatis kartu magnet untuk masuk ke stasiun.
Beberapa orang Thailand pun sering bingung karena belum terbiasa seperti saya, jangan salah tekan nomor stasiun karena uang anda tidak bisa kembali. Hanya 10 menit naik LRT, dan kami sudah tiba distasiun river boat disisi sungai Chao Praya. Tiket river boat senilai Baht 30 sekali pergi, dan sepertinya air sungai baru meluap malamnya sehingga berkarung-karung pasir dijejer disepanjang sungai. Pagi itu puluhan wisatawan asing sudah mengantri.
Sungai Chao Praya sangat lebar seperti sungai Mahakam di Kalimantan sungai di Palembang. Airnya berwarna coklat dan beberapa sampah terapung terdapat diatasnya. Dari atas ferry boat ini, kita bisa melihat Venice from the East, Bangkok dengan kanal-kanalnya, rumah-rumah pinggir kali seperti di Indonesia, gedung tinggi disisi sungai...hebatnya tempat ini dijadikan wisata, di Indonesia...biasa aja kaleee....sampe pejabat nggak mikir...
Saya berjumpa dengan 4 wisawatan dari Bali yang juga berkunjung, ketika hampir sampai di Grand Palace - Wat Arun, kita harus berhati-hati karena stasiun boatnya biasa saja. Dan jangan sampai terantuk kayu palang distasiun boatnya.
Dari stasiun boat, berjalan kaki 5 menit kita bisa menemukan pasar kecil yang berjualan souvenir, makanan, ikan segar dan sayuran. Pasar tua ini sudah berdiri seratus tahun yang lalu dan diujung pasar, kita bisa masuk ke Wat Po - Kuil Budha disamping Istana Raja.
Tiket masuk ke Wat Po senilai Baht 15 perorang dan pengunjung dilarang memakai celana pendek. Jadi memakai jeans atau celana panjang adalah keharusan seperti ketika memasuki pura di Bali. Kuil Budha ini sangat cantik dan beberapa diantaranya berlapis emas. Patung Budha berlapis emas 24 karat dan sedang tiduran sepanjang 20 meter menjadi tontonan utama di kuil ini. Ketika memasuki kuil, pengunjung harus melepas sepatu atau sandal. Ruang yang sempit, sehingga kami harus bergantian untuk berfoto diantara wisatawan asing lainnya, terutama wisawatan dari India yang pagi itu memenuhi ruangan dan ribet sekali.
15 menit didalam ruangan kuil, kami memasuki pelataran kuil yang cukup luas dengan dihiasi pagoda yang dilapisi keramik dan patung-patung mitologi Thailand. Sangat bersih dan terawat, itu adalah kesan pertama saya. Secara arsitektur hampir mirip dengan lokasi istana raja di Jawa, dekat dengan keraton pasti ada tempat peribadatan....di Jawa ada Masjid dan di Thailand ada kuil Budha.
Next trip adalah Grand Palace, istana raja ini dikelilingi tembok istana berwarna putih dan sangat luas, sama seperti keraton di Yogyakarta dan di Solo. Sepertinya sejarah panjang yang membuat dua keraton ini hampir mirip. Bedanya keraton Yogya tampak sangat sahaja dan mistis, ada suasana yang berbeda ketika memasuki keraton. Sementara kerajaan Thailand sangat megah, warna kuning emas meliputi sebagian besar arsitektur. Warna emas adalah warna kerajaan, karena emas adalah lambang kehebatan seseorang..lambang keagungan. Jadi tidak aneh warna kuning adalah warna Sang Raja di Thailand.
Raja dan Ratu di Thailand sangatlah dihormati sehingga tidak aneh disepanjang Grand Palace, khususnya perkantoran pemerintah, foto raja dan ratu harus dihias dengan begitu indah. Begitulah cara orang Thailand menghormati The Royal Family.
Grand Palace baru buka pukul 12.45 sehingga kami memutuskan naik tuk-tuk, alias bajaj ala Bangkok. Seperti tertulis di buku wisata, naik tuk-tuk di Bangkok harus harus hati-hati karena akan dikerjai oleh si driver. Kami pun naik tuk-tuk menuju Wat Arun, dan si tukang tuk-tuk bilang kalau ke wat arun tidak bisa naik boat, harus mutar dulu selama 1 jam naik ferry boat. Padahal kami sudah tahu bahwa dari tempat kami turun naik boat, cukup menyebrang naik boat saja sudah tiba di wat arun temple. Akal bulus tukang tuk-tuk membawa kami ke sebuah jalan buntu dengan ujung sungai dan seseorang sudah memegang paket wisata naik ferry mengelilingi sungai Chao Praya. Sekali lagi tukang tuk-tuk akan mendapatkan fee bila kami membeli paket wisata tersebut.
Kami pun menolak dengan halus dan membayar Baht 30 untuk naik tuk-tuk. Dan selanjutnya kami berjalan kaki menuju pasar depan Wat Po untuk nyebrang naik boat ke Wat Arun. Ada hikmahnya, karena kami menemukan pedagang penjual souvenir dan makanan khas Thailand dengan harga murah. Khusus untuk souvenir, harus ditawar dan sementara untuk makanan sudah harga pas. Tapi lebih murah dibanding beli di hypermarket dikota Bangkok.
Boat untuk ke Wat Arun seharga Baht 3 perorang/oneway, Wat Arun sebuah kuil Budha yang dibangun diatas bukit kecil setinggi 30 meter dan dihiasi keramik cantik, usianya pun sudah ratusan tahun. Tiket masuk Wat Arun senilai Baht 30/orang dan kita bisa naik hingga ke atap menara pagodanya kalau sanggup. Harus hati-hati ketika naik anak tangganya apalagi abis hujan. Disamping Wat Arun sebelah kiri pintu masuk, ada pasar souvenir...disinilah pasar mini ala sukawati. Pedagang souvenir disini bisa bahasa Indonesia, dan bahkan harganya pun ditulis dalam bahasa Indonesia. Jadi jangan kuatir, Anda bisa membeli dan menawar souvenir mulai dari kaos, tas, kalung, cincin, gelang, hingga hiasan dinding bordir khas Thailand dengan harga sangat murah. Puluhan wisatawan Indonesia berburu souvenir disini. Jadi jangan lewatkan pasar souvenir Wat Arun kalau ke Bangkok buat belanja oleh-oleh.
Ketika menyebrang ke Wat Arun, air sungai meluap dan sangat besar. Beberapa boat SAR pemda Bangkok melewati sungai ini, dan arus sungainya sangat mengerikan sehingga membahayakan penumpang. Siang itu, angkatan laut Thailand melarang ferry ke pusat kota Bangkok. Sehingga kami harus merubah rute naik taxi argo ke stasiun pusat Hua Lamphong. Naik taxi hanya 60 Baht saja menuju ke stasiun ini dan kami lanjutnya dengan MRT ke petchaburi station menuju ke hotel. Disepanjang perjalanan naik taxi, kami bisa melihat kawasan toko yang menjual peralatan ibadah umat Budha, patung Budha dari kuningan yg ukuran besar dibungkus dengan kain warna Oranye seperti kain para biksu Budha. Bahkan dijual patung Budha dari emerald...wow...jadi pengen bawa...hahaha, mikir gimana bawanya....
Pukul 03.00 sore kami sudah tiba dihotel beruntung kami mendapatkan hotel yang dekat kemana-mana dan dibeli lewat www.agoda.com jadi lebih murah harganya. Masih ada waktu 5 jam lagi di Bangkok sebelum berangkat ke Phuket naik pesawat. Kami berpencar dan berkumpul dihotel jam 6 sore, Waktu 3 jam, saya gunakan untuk ke Siam Paragon dengan naik MRT menuju ke Silom dan pindah naik LRT ke Siam Paragon.
Siam Paragon seperti mal Senayan City, dan sepertinya mal ini jadi tempang nongkrongnya anak muda Bangkok. Begitu hips dan beragam barang branded dijual disini, makanan fast food tersedia di mal ini. Cuma buat apa saya ke mal, akhirnya saya memutuskan ke Siam City dan menuju ke lorong penjual baju. Konon, harga baju dikota Bangkok sangatlah murah dan saya diberitahu bahwa Platinum Mall di pratunam street sangat murah. Cuma sayang tidak ada kereta ke pratunam dan bahkan saya ditawari ojek. Tapi karena saya harus menukar US dollar ke baht jadi harus mencari money changer terdekat, yaitu Bangkok Bank. 1 US setaraf 31 Baht. Lebih mudah menukar USD dibanding rupiah ke baht dibangkok, harga rupiah akan sangat jatuh sekali. Di Jakarta 1 baht senilai Rp 291, dibangkok 1 Baht = Rp 270-281. Jadi lebih baik tukar baht atau USD di Jakarta.
Harga baju hanya 1/3 dari harga di Jakarta, jadi pintar-pintarlah menawar dan memang barang-barangnya sangat beragam dan menggoda dompet. Dompet kulit untuk paspor hanya seharga 150 Baht satu buah, sementara di Jakarta bisa Rp 250.000 - 3000.000. Tas dan sepatu buat pria sangat menggoda iman, kalau tidak mikir besok masih ada perjalanan, sudah pengen belanja saja. Huftt....
Pukul 05.30 sore sudah sampai dihotel dengan tas koper yang bertambah beratnya dan pasti overweight dibandara. Sebelum berangkat ke bandara, saya makan dulu dan setelah itu berjalan kaki 15 menit ke stasiun Express Link tanpa harus membayar lagi kebandara. Bangkok, I will come back.......
Selesai mengambil bagasi, kami segera menuju ke Express Rail Link yaitu lintasan kereta bawah tanah dari/ke kota Bangkok menuju ke/dari bandara Svarnabhumi. Tarifnya yang cukup murah yaitu Baht 150 untuk tiket return dan Baht 90 untuk oneway. Return ticket adalah yang terbaik dan termurah, dan kami segera menunggu kereta yang berangkat menuju kota Bangkok setiap 1 jam sekali. Tapi sayangnya tidak disediakan tempat duduk seperti di Singapore, jadi kami harus duduk lesehan dilantai marmer yang dingin sambil menunggu kereta tiba. Express Link ini akan berhenti di Stasiun Makassan ditengah kota Bangkok dan ditempuh selama 15 menit, lebih cepat dari mobil melewati jalan tol yang macet menuju kota Bangkok.
Jangan lupa untuk membeli sim card True Move pas dibandara selama di Bangkok, ada paket untuk Blackberry selama 3 hari senilai 199 Baht sudah termasuk sim card, pulsa, bisa telepon dan sms international. Jadi lebih murah dibanding pakai sim card dari Indonesia. Beli dan pakai ini saja buat update status di BB dan kirim SMS ke Indonesia. Ada counter khusus di terminal kedatangan dibandara Svarnabhumi.
Kota Bangkok terkenal dengan kemacetannya seperti di Jakarta. Sesampainya di stasiun Makassan, decak kagum segera membuat saya terdiam. Stasiun ini begitu besar dan bersih serta sangat modern. Dari stasiun ini kami berjalan kelantai 3 dan keluar stasiun menuju ke hotel. Di Bangkok pun ada tukang ojek ternyata, cuma bedanya tukang ojek dikota ini memakai jaket bernomor. Kami pun ditawarin naik ojek tetapi jarak dari stasiun ke hotel sangat dekat, hanya 15 menit berjalan kaki.
Trotoar dijalanan kota Bangkok sama seperti Jakarta, sering digunakan pengguna motor untuk melawan arus macetnya kota Bangkok. Saya jadi merasa di negri sendiri, tidak ada perbedaan perilaku terhadap pengguna motor dan pejalan kaki di trotoar.
Sesampainya di Hotel FX Makassan yang bertarif Baht 900 permalam ini, saya mendapati kamar dengan 1 double bed dan 1 single bed...wow jadi bisa muat untuk 3 orang. Pilihan menarik untuk berlibur bersama teman-teman nantinya dikota Bangkok. Cukup satu kamar muat 3 orang, kamarnya bagus dan dilengkapi dengan AC, safe deposit box, LCD TV dan kamar mandi yang nyaman dengan air panas.
Selepas beristirahat, kami segera menikmati malam dikota Bangkok. Dari hotel ini kita cukup berjalan kaki 10 menit menuju kereta bawah tanah di stasiun Petchaburi. Saya jadi iri dengan kota Bangkok yang macet ini, pilihan transportasi mulai dari MRT, LRT, Busway, Riverbus, taxi dan ojek..semuanya tersedia. Bus di kota Bangkok sama seperti di Jakarta, ada yang bagus ala busway dan bahkan yang jelek ala Kopaja atau Metromini. Bahkan bus tua tersebut tanpa jendela,...kebayang kalau hujan deras, kasihan penumpangnya. Taxi disini ada yang berwarna pink dan sepertinya seragam serta mereka memakai argo meter tidak seperti di Penang. Tanpa argo.
Memasuki stasiun kereta bawah tanah ini, eskalator berjalan dengan cepat sehingga kalian yang tidak terbiasa harus berhati-hati agar tidak jatuh. Dan khususnya bagi orang tua, akan sangat membahayakan, sehingga saya jarang melihat penumpang yang sudah tua, rata2 anak-anak muda dari umur 10 - 45 tahunan. Keamanan cukup ketat memasuki, harus melewati detector machine dan diperiksa tasnya oleh petugas walaupun kalian membawa koper, harus dibuka. Bagus sekali dan membuat penumpang nyaman.
Tiket MRT dibeli dengan harga sangat murah sekitar Baht 20 - 40 oneway, untuk bulanan pun bisa dan bahkan bisa dibeli melalui ticket machine sama seperti di Singapore or Kuala Lumpur. Jakarta kapan ya bisa???? Woii bung kumis...kerja donk jangan molor melulu jadi gubernur, kagak malu apa sama Bangkok...huftt
Setelah kita membayar tiket sesuai tujuan, akan diberikan koin plastik yang mengandung magnet, cukup ditempelkan dipintu masuk dan secara otomatis akan terbuka. Jangan lupa dimasukan koinya ke kantong dan simpan baik-baik untuk jalan keluar stasiun nantinya, jangan sampai hilang...bisa ribet kalau hilang karena dinegara orang dan kena denda.
Keretanya sangat bersih dan informasi sangat jelas, dari stasiun petchaburi menuju ke stasiun Silom ditempuh selama 10-15 menit saja. Dan kereta berhenti dengan mulus...sekali lagi iri.com karena membayangkan busway berhenti seperti naik Kopaja. Untuk keluar stasiun, cukup memasukkan koin magnet kedalam pintu keluar dan selesai. Ternyata dari stasiun Silom ini bisa sambung ke stasiun LRT menuju kerute lainnya.
Dari Stasiun Silom, kami bertiga menelusuri malam kota Bangkok, jangan lupa hati-hati dengan copet. Jadi harus waspada dan sekali lagi trotoar di kota Bangkok sama seperti di Jakarta, dipakai para penjaja makanan kaki lima sampai pedagang baju, dll. Ramai tapi rapi....pedagang diberikan akses berjualan dan menjadi tempat wisata, walau sampah dimana-mana. Mereka juga membuat sampah dikantong plastik yang diikat dan ditempatkan dibawah pohon pelindung, serta pedagang makanan membuang air kotoran dipedestrian...sama persis seperti di Jakarta...Oh I Love Bangkok, serasa dikota sendiri...hehehee
Dari sini kita bisa menikmati hiburan malam esek-esek ala kota Bangkok, para penjaja sex dengan santainya menjajakan diri disepanjang jalan. Ada germo (maaf) yang membawa kertas laminating dengan foto-foto perempuan siap pakai begitu harga disetujui. Tapi dari internet, saya mendapatkan kabar untuk berhati-hati didaerah ini karena cukup rawan dan jangan sembarangan menawar kecuali anda tertarik.
Kawasan Patpong adalah kawasan lampu merah dikota Bangkok, sejumlah bar menjajakan berbagai macam kesenangan duniawi bagi para pria-pria nakal dan dari luar kita bisa melihat wanita-wanita setengah telanjang menari meliuk-liuk ala stripter. Turis-turis bule pun banyak berkumpul baik pria maupun wanita. Kami hanya menikmati dari luar karena Bangkok terkenal akan penyebaran HIV Aids terbesar di Thailand serta mafia-mafianya dikawasan ini.
Kami pun masuk ke pasar malam Patpong, melihat pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai macam barang mulai dari kaos Thailand, jam, topi, lukisan hingga sex tools. Mereka dengan bebas menjual peralatan sex seperti menjual peralatan lainnya disisi jalan tanpa takut ditangkap polisi. Bangkok juga terkenal akan polisi yang korup dan sama seperti di Jakarta...selama ada uang, bisnispun aman.....
Disini saya membeli lukisan serta jajanan ala Bangkok yaitu gorengan isi bakso ikan, udang,dan cumi seharga hanya Baht 20 isi 3 tusuk sate bakso ikan. Untuk buah-buah potong segar dihargai Baht 20 serta kelapa muda Thailand dihargai Baht 40. Tapi hanya satu pedagang yang menjual durian Bangkok dan harganya sedikit lebih murah dibanding di Jakarta.
Mencari makanan halal di Bangkok harus benar-benar serius, jangan malu untuk minta menu ayam atau ikan kepada sipedagang makanan. Mereka akan menunjukkan menu halal. Sudah pukul 11.00 malam dan segera bergegas ke hotel karena MRT akan tutup pukul 11.30 malam...
Pagi hari pukul 08.00, saya sudah berada direstauran dan minta paket menu seharga Baht 180 untuk satu set makanan udang goreng dan kopi. Sangat murah dibanding makan pagi di Penang dan rasa makanan Thailand sangat pas sekali buat saya dibanding nasi kandar yang terlalu banyak rempah. Makanan Thailand gabungan antara asam, manis dan pedas sehingga sangat pas buat orang Indonesia. Feels like home...
Jumat pagi sama seperti di Jakarta, jutaan penduduk Bangkok bergegas menuju ke kantor, kemacetan dimana-mana. Bahkan di trotoar yang malamnya tidak ada pedagang makanan, kini berdiri sebuah gerobak dorong dan menjual mie serta ayam goreng. Pengunjung makan ditrotoar dengan bangku plastik. Beberapa wanita Thailand yang cantik-cantik tersenyum kepada saya, sepertinya mereka menganggap saya orang Thai....hehehehe. Lumayan dapat senyuman gratis...
Kembali ke stasiun MRT dan menuju ke stasiun Silom, dan kali ini harus naik kereta MRT berhimpitan dengan penduduk Bangkok yang mau berangkat kerja atau sekolah. Berhenti di Silom, naik ke lantai dua menuju ke stasiun LRT menuju River Boat Chao Praya. Di stasiun ini, sistimnya kita menukar uang logam di counter kemudian menuju ke ticket machine, caranya : pilih statsiun yang dituju dan ada nomornya, misalkan no. 25 untuk ke river boat, kemudian masukkan koin seharga Baht 20, dan akan keluar otomatis kartu magnet untuk masuk ke stasiun.
Beberapa orang Thailand pun sering bingung karena belum terbiasa seperti saya, jangan salah tekan nomor stasiun karena uang anda tidak bisa kembali. Hanya 10 menit naik LRT, dan kami sudah tiba distasiun river boat disisi sungai Chao Praya. Tiket river boat senilai Baht 30 sekali pergi, dan sepertinya air sungai baru meluap malamnya sehingga berkarung-karung pasir dijejer disepanjang sungai. Pagi itu puluhan wisatawan asing sudah mengantri.
Sungai Chao Praya sangat lebar seperti sungai Mahakam di Kalimantan sungai di Palembang. Airnya berwarna coklat dan beberapa sampah terapung terdapat diatasnya. Dari atas ferry boat ini, kita bisa melihat Venice from the East, Bangkok dengan kanal-kanalnya, rumah-rumah pinggir kali seperti di Indonesia, gedung tinggi disisi sungai...hebatnya tempat ini dijadikan wisata, di Indonesia...biasa aja kaleee....sampe pejabat nggak mikir...
Saya berjumpa dengan 4 wisawatan dari Bali yang juga berkunjung, ketika hampir sampai di Grand Palace - Wat Arun, kita harus berhati-hati karena stasiun boatnya biasa saja. Dan jangan sampai terantuk kayu palang distasiun boatnya.
Dari stasiun boat, berjalan kaki 5 menit kita bisa menemukan pasar kecil yang berjualan souvenir, makanan, ikan segar dan sayuran. Pasar tua ini sudah berdiri seratus tahun yang lalu dan diujung pasar, kita bisa masuk ke Wat Po - Kuil Budha disamping Istana Raja.
Tiket masuk ke Wat Po senilai Baht 15 perorang dan pengunjung dilarang memakai celana pendek. Jadi memakai jeans atau celana panjang adalah keharusan seperti ketika memasuki pura di Bali. Kuil Budha ini sangat cantik dan beberapa diantaranya berlapis emas. Patung Budha berlapis emas 24 karat dan sedang tiduran sepanjang 20 meter menjadi tontonan utama di kuil ini. Ketika memasuki kuil, pengunjung harus melepas sepatu atau sandal. Ruang yang sempit, sehingga kami harus bergantian untuk berfoto diantara wisatawan asing lainnya, terutama wisawatan dari India yang pagi itu memenuhi ruangan dan ribet sekali.
15 menit didalam ruangan kuil, kami memasuki pelataran kuil yang cukup luas dengan dihiasi pagoda yang dilapisi keramik dan patung-patung mitologi Thailand. Sangat bersih dan terawat, itu adalah kesan pertama saya. Secara arsitektur hampir mirip dengan lokasi istana raja di Jawa, dekat dengan keraton pasti ada tempat peribadatan....di Jawa ada Masjid dan di Thailand ada kuil Budha.
Next trip adalah Grand Palace, istana raja ini dikelilingi tembok istana berwarna putih dan sangat luas, sama seperti keraton di Yogyakarta dan di Solo. Sepertinya sejarah panjang yang membuat dua keraton ini hampir mirip. Bedanya keraton Yogya tampak sangat sahaja dan mistis, ada suasana yang berbeda ketika memasuki keraton. Sementara kerajaan Thailand sangat megah, warna kuning emas meliputi sebagian besar arsitektur. Warna emas adalah warna kerajaan, karena emas adalah lambang kehebatan seseorang..lambang keagungan. Jadi tidak aneh warna kuning adalah warna Sang Raja di Thailand.
Raja dan Ratu di Thailand sangatlah dihormati sehingga tidak aneh disepanjang Grand Palace, khususnya perkantoran pemerintah, foto raja dan ratu harus dihias dengan begitu indah. Begitulah cara orang Thailand menghormati The Royal Family.
Grand Palace baru buka pukul 12.45 sehingga kami memutuskan naik tuk-tuk, alias bajaj ala Bangkok. Seperti tertulis di buku wisata, naik tuk-tuk di Bangkok harus harus hati-hati karena akan dikerjai oleh si driver. Kami pun naik tuk-tuk menuju Wat Arun, dan si tukang tuk-tuk bilang kalau ke wat arun tidak bisa naik boat, harus mutar dulu selama 1 jam naik ferry boat. Padahal kami sudah tahu bahwa dari tempat kami turun naik boat, cukup menyebrang naik boat saja sudah tiba di wat arun temple. Akal bulus tukang tuk-tuk membawa kami ke sebuah jalan buntu dengan ujung sungai dan seseorang sudah memegang paket wisata naik ferry mengelilingi sungai Chao Praya. Sekali lagi tukang tuk-tuk akan mendapatkan fee bila kami membeli paket wisata tersebut.
Kami pun menolak dengan halus dan membayar Baht 30 untuk naik tuk-tuk. Dan selanjutnya kami berjalan kaki menuju pasar depan Wat Po untuk nyebrang naik boat ke Wat Arun. Ada hikmahnya, karena kami menemukan pedagang penjual souvenir dan makanan khas Thailand dengan harga murah. Khusus untuk souvenir, harus ditawar dan sementara untuk makanan sudah harga pas. Tapi lebih murah dibanding beli di hypermarket dikota Bangkok.
Boat untuk ke Wat Arun seharga Baht 3 perorang/oneway, Wat Arun sebuah kuil Budha yang dibangun diatas bukit kecil setinggi 30 meter dan dihiasi keramik cantik, usianya pun sudah ratusan tahun. Tiket masuk Wat Arun senilai Baht 30/orang dan kita bisa naik hingga ke atap menara pagodanya kalau sanggup. Harus hati-hati ketika naik anak tangganya apalagi abis hujan. Disamping Wat Arun sebelah kiri pintu masuk, ada pasar souvenir...disinilah pasar mini ala sukawati. Pedagang souvenir disini bisa bahasa Indonesia, dan bahkan harganya pun ditulis dalam bahasa Indonesia. Jadi jangan kuatir, Anda bisa membeli dan menawar souvenir mulai dari kaos, tas, kalung, cincin, gelang, hingga hiasan dinding bordir khas Thailand dengan harga sangat murah. Puluhan wisatawan Indonesia berburu souvenir disini. Jadi jangan lewatkan pasar souvenir Wat Arun kalau ke Bangkok buat belanja oleh-oleh.
Ketika menyebrang ke Wat Arun, air sungai meluap dan sangat besar. Beberapa boat SAR pemda Bangkok melewati sungai ini, dan arus sungainya sangat mengerikan sehingga membahayakan penumpang. Siang itu, angkatan laut Thailand melarang ferry ke pusat kota Bangkok. Sehingga kami harus merubah rute naik taxi argo ke stasiun pusat Hua Lamphong. Naik taxi hanya 60 Baht saja menuju ke stasiun ini dan kami lanjutnya dengan MRT ke petchaburi station menuju ke hotel. Disepanjang perjalanan naik taxi, kami bisa melihat kawasan toko yang menjual peralatan ibadah umat Budha, patung Budha dari kuningan yg ukuran besar dibungkus dengan kain warna Oranye seperti kain para biksu Budha. Bahkan dijual patung Budha dari emerald...wow...jadi pengen bawa...hahaha, mikir gimana bawanya....
Pukul 03.00 sore kami sudah tiba dihotel beruntung kami mendapatkan hotel yang dekat kemana-mana dan dibeli lewat www.agoda.com jadi lebih murah harganya. Masih ada waktu 5 jam lagi di Bangkok sebelum berangkat ke Phuket naik pesawat. Kami berpencar dan berkumpul dihotel jam 6 sore, Waktu 3 jam, saya gunakan untuk ke Siam Paragon dengan naik MRT menuju ke Silom dan pindah naik LRT ke Siam Paragon.
Siam Paragon seperti mal Senayan City, dan sepertinya mal ini jadi tempang nongkrongnya anak muda Bangkok. Begitu hips dan beragam barang branded dijual disini, makanan fast food tersedia di mal ini. Cuma buat apa saya ke mal, akhirnya saya memutuskan ke Siam City dan menuju ke lorong penjual baju. Konon, harga baju dikota Bangkok sangatlah murah dan saya diberitahu bahwa Platinum Mall di pratunam street sangat murah. Cuma sayang tidak ada kereta ke pratunam dan bahkan saya ditawari ojek. Tapi karena saya harus menukar US dollar ke baht jadi harus mencari money changer terdekat, yaitu Bangkok Bank. 1 US setaraf 31 Baht. Lebih mudah menukar USD dibanding rupiah ke baht dibangkok, harga rupiah akan sangat jatuh sekali. Di Jakarta 1 baht senilai Rp 291, dibangkok 1 Baht = Rp 270-281. Jadi lebih baik tukar baht atau USD di Jakarta.
Harga baju hanya 1/3 dari harga di Jakarta, jadi pintar-pintarlah menawar dan memang barang-barangnya sangat beragam dan menggoda dompet. Dompet kulit untuk paspor hanya seharga 150 Baht satu buah, sementara di Jakarta bisa Rp 250.000 - 3000.000. Tas dan sepatu buat pria sangat menggoda iman, kalau tidak mikir besok masih ada perjalanan, sudah pengen belanja saja. Huftt....
Pukul 05.30 sore sudah sampai dihotel dengan tas koper yang bertambah beratnya dan pasti overweight dibandara. Sebelum berangkat ke bandara, saya makan dulu dan setelah itu berjalan kaki 15 menit ke stasiun Express Link tanpa harus membayar lagi kebandara. Bangkok, I will come back.......
nice! btw foto2nya banyakin lagi dong, hehehe..
ReplyDeletehehehe iya nanti tak tambahkan lagi foto2nya....
ReplyDelete