Sunday, March 27, 2011

Mystery of Batavia




Sabtu sore ketika sedang berjalan-jalan dengan si eneng ke kawasan kota tua Batavia, secara tidak sengaja kami berdua masuk kehalaman belakang museum Fatahillah untuk sholat maghrib. Sekerumunan orang sedang mengantri dan kemudian saya memberanikan diri untuk bertanya kepada penjaga tiket. Dan dijelaskan bahwa malam itu ada pertunjukan film 3 Dimensi dari British Council secara cuma-cuma alias gratis.

Setelah menunggu si eneng selesai sholat maghrib, kami berdua segera mengantri tiket. Dan diumumkan bahwa pertunjukkan dimulai pukul 07.30 pm dan diminta agar tidak telat masuknya. Saya masih sangat penasaran, apa yang akan ditayangkan malam itu. Paling banter tentang sejarah Jakarta atau sejarah museum Fatahillah yang sudah hapal diluar kepala. Maklum sejak tahun 1992, saya les LIA digedung BNI 46 kota tua. Jadi kalau sedang menunggu waktu les masuk, saya sering tetirah dilokasi halaman museum atau menikmati benda-benda yang ada didalam museum tersebut.

Pukul 07.15 pm, kami berdua sudah mengantri dihalaman belakang museum yang tampak asri dengan lampu sorot yang semakin membuat suasana semakin romantis. Patung dewa Hermes dengan indahnya bertengger dihalaman belakang museum.

Seorang penjaga dengan pakaian tentara Belanda tempo doeloe menjadi rebutan objek foto pengunjung malam itu. Dan keluarlah seorang tua memakai sorban putih serta baju gamis warna merah menyala sambil membawa sebuah genta. Dan ia menyapa para pengunjung dengan tingkah teatrikalnya yang lucu.

Pukul 07.40, pintu masuk dibuka dan kami segera menempati tempat duduk semi lesehan yang disediakan oleh panitia. Dan disitulah perjalanan "Mystery of Batavia" dimulai. Lukisan dinding animasi yang disorot dengan teknologi 3D membuat saya terperanjat, karena sangat hidup sekali. Pria bersorban tersebut segera bermonolog ditengah panggung sambil menceritakan asal muasal mitos Pedang Pangeran Jayakarta yang hilang. Yang segera mengingatkan saya akan mitos pedang King Arthur.

Pertunjukan yang sangat menarik ini disponsori oleh British Council dengan teknologi Video Mapping Projection yang dikembangkan oleh para DJ di Jerman sekitar 3 tahun lalu, serta Interactive Animated Performance dengan sisipan gaya monolog. Baru kali ini saya menyaksikan sebuah pertunjukan teatrikal yang didukung oleh teknologi canggih, sebuah pertunjukkan masa depan. Bayangkan suatu hari nanti Anda bisa menyaksikan sebuah Opera Turandot atau Opera I La Galigo yang dikemas dengan teknologi canggih sehingga penonton tidak perlu lagi menunggu agar layar dibelakang ditarik statis, dan semuanya ada dibelakang panggung sesuai tema yang akan ditampilkan.

Selepas acara tersebut berakhir, kami semua digiring keruangan samping teater dan disanalah harta karun Indonesia di era modern tersibak. Sebuah lukisan dinding atau mural yang dibuat pada tahun 1974 atas permintaan Gubernur Alm. Ali Sadikin waktu itu. Dan pelukis Harijadi Sumowidjojo menerima tawaran tersebut dengan bayaran 12 juta, dan ia mulai melukis mural didinding seluas 200m2.

Singkat kata selama hampir 35 tahun, tidak pernah ada orang awam yang mengetahui lukisan mural "The National Treasure" tersebut. Tidak ada yang peduli sehingga menyebabkan lukisan mural tersebut mengelupas karena lembab dan tidak ada yang peduli. Hingga British Council pun merenovasi lukisan mural tersebut dan bisa disaksikan oleh bangsa ini mulai tanggal 13 Maret - 15 April 2011. Pertunjukan dimulai pada hari Sabtu dari pukul 16.00 - 20.00 dan Minggu 10.00 - 14.00.

Dan konon lukisan mural ini pun ditemukan secara tidak sengaja oleh sekelompok seniman Inggris dan Indonesia yang mencoba menyimak harta karun yang terdapat disekitar area kota tua ini. Dan lukisan mural ini adalah salahsatunya...kota Paris punya lukisan Monalisa yang terkenal dan kota tua Jakarta punya lukisan mural yang sangat indah dan menyimpan nilai seni yang tinggi. Terimakasih untuk British Council dan seniman berbakat dari Inggris dan Indonesia yang bisa mewujudkan sesuatu yang hal yang mustahil apabila harus menunggu uluran tangan dari pemerintah. Gedung tua sudah banyak yang hancur baik dengan sengaja atau tidak sengaja....harta karun tersebut lambat laun akan hilang dimakan usia.

Wednesday, March 16, 2011

Road to Buble - Crazy Love Tour, March 2011




People said that I am lucky...it might be true, but it's impossible without God wishes. Minggu pagi, saya segera menghubungi sahabat lama yang menetap di Kuala Lumpur untuk dicarikan tiket apabila masih ada. Pukul 14.30 waktu Kuala Lumpur, sahabat saya mengirim text mesej bahwa masih ada tiket untuk yang berdiri senilai 200 RM. Akhirnya saya langsung menyetujui dan berterimakasih karena disaat hari terakhir konser saya masih kebagian tiket walau kelas festival dan harus berdiri. But it's okay coz it's my dream concert...

Setiba dibandara KLIA, saya segera bergegas menaiki kereta express senilai 35RM menuju kejantung kota Malaysia. Dan setelah check in di Cube Hotel, kawasan Bukit Bintang..saya segera merebahkan diri dan kemudian beranjak keluar untuk mencari makan dengan teman kantor.

Di Papa Rich, saya bertemu dengan sahabat lama yang sudah 10 tahun tidak bertemu semenjak dia menikah dengan orang Malaysia. Kami bertiga pun menikmati makanan khas Malaysia..roti canai serta nasi lemak dengan harga yang cukup mahal buat saya.

Selepas makan, kami pun segera bergegas menuju ke stadium malawati dishah alam yang berjarak sekitar 30 menit dari KL. Kemacetan yang luar biasa akibat hujan deras yang melanda KL membuat jantung saya berdetak kencang karena takut telat. Dan sahabat saya sempat tersesat akibat tidak jelasnya petunjuk jalan menuju ke stadium malawati malam itu.

Setelah bertanya dipom bensin, kami pun segera menemukan lokasi. Ratusan mobil sudah berada dipelataran parkir. Gerimis makin membasahi tubuh kami bertiga hingga kepintu masuk stadium yang berbentuk seperti Istora Senayan di Jakarta tetapi dengan kapasitas 3 x lebih besar dan lebih rapi.

Setibanya distadium, kamera Canon saya tidak boleh dibawa masuk dan akhirnya saya harus masukkan didalam tas. Dan saya terbebas dari ancaman tidak boleh memasuki stadium. Pukul 08.20 pm saya dan rekan2 sudah memasuki dalam stadium dan sempat menyaksikan penyanyi lokal malaysia menendangkan beberapa buah lagu.

Puluhan tempat duduk masih tampak kosong, walau sudah terisi 80% dari kapasitas sekitar 5000 penonton malam itu. Beberapa merchandise Buble dijajakan dengan harga yang cukup mahal, bahkan untuk segelas air putih dengan ice saja dihargai 2 RM atau sekitar Rp 6000/cup.

Pukul 08.45 pm, layar utama dipanggung terbuka dan semburat tulisan MB "Michael Buble" pun terkuak hingga lantunan opening act dari Crazy Love Tour pun segera hadir. Mr. Buble dengan suaranya yang khas segera membahana diseluruh ruangan stadium, tepuk tangan dan riuhan penonton segera memenuhi setiap ruang kosong didalam stadium.

Permainan cahaya dipanggung yang ciamik dengan tata panggung yang sederhana menambah semakin semaraknya konser Buble malam itu. Dan bukan hanya seorang penyanyi saja, ia juga seorang entertainer yang sangat baik. Buble memperkenalkan satu persatu musisi yang mengiringi penampilannya malam itu dengan luconan khasnya dan bahkan agak sedikit 'nakal' bagi para penonton Malaysia.

Ia pun segera memanaskan stadium dengan lagu-lagunya yang sudah dikenal oleh para pendengar setianya. Buble memberikan kejutan dengan menari 'Moon Walk' ala Michael Jackson, hingga ia memberikan sambutan bahwa ia adalah penggemar MJ dari kecil. Ia pun melantunkan beberapa bait lagu MJ dengan gayanya yang khas dan penonton pun segera berteriak.

Dan yang lebih mengejutkan lagi, ketika Buble turun dari panggung menemui penonton dibagian belakang. Ia berteriak,"I know that you guys paid so expensive to see me here. And this is the time to see me closely". Penonton segera berhamburan menemuinya dan segera para bodyguardsnya melindungi Buble dari repalan tangan penonton yang ingin menyalaminya langsung.

Dibagian belakang ia segera menaiki sebuah panggung kecil yang memang sudah disiapkan oleh pantia sebelumnya, dan Buble menyanyikan lagu hitsnya "HOME" ala akuistik. Setelah menyanyikan satu lagu, ia segera kembali kepanggung utama.

Dan sekali lagi ia menyerukan,"This is a party, so let's dance!" Ribuan penonton segera berdiri dan menggoyangkan badan sambil mengikuti iringan lagunya. Sudah 10 buah lagu dinyanyikan dan ia membuat salam perpisahan.

Teriakan "We want more" segera bergema didalam stadium Malawati, dan waktu 5 menit ia segera kembali kepanggung dan penonton berteriak kencang. Ia memberikan bonus 2 lagu tambahan diakhir pertunjukannya. Hingga ribuan convetti yang ditembakkan membuat seluruh panggung terlihat seperti bintang-bintang malam akibat diterpa sorotan lampu sorot.

Tepat pukul 10.30 pm, Konser Michael Buble berakhir dan kami pun semua senang dan terpukau akan aksi panggungnya yang menawan. Penonton dengan tertib segera keluar stadium dan hujan pun telah reda.

Kini kami terhalang oleh penonton yang hendak pulang, dan kami seperti orang hilang karena sangat susah mencari taksi. Ternyata konser di Malaysia berbeda dengan di Indonesia, untuk urusan taksi sangatlah sulit karena lokasinya yang jauh dari tengah kota.

Kami bertiga harus jalan kaki sekitar 1 km dan menunggu taksi yang tidak mau distop ketika kerhenti. Puluhan turis asing tampak kebingungan karena seperti kami yang tidak tahu harus pulang naik apa. Bahkan banyak pengunjung dari Indonesia melakukan hal yang sama. Berjalan kaki tanpa arah tujuan.

Hingga salahsatu teman saya memberitahu bahwa ada free shuttle bus tapi tidak ada petunjuk yang jelas dimana shuttle bus tersebut berhenti. Kami bertiga memutuskan kembali kestadium dan bertanya kepada pihak panitia dengan baju yang basah akibat keringat.

Pukul 11.30 pm kami bertiga naik free shuttle bus setelah panitia menelpon petugas supir bus. Dan ada beberapa penumpang dari Indonesia dengan baju pesta menaiki bus kami.

Pukul 12.15 am, kami tiba di KL Sentral dan lanjut dengan naik taksi hingga kedepan hotel dengan biaya 11 RM saja. Akhirnya saya bisa menyaksikan konser tersebut dengan sangat nyaman, dan berharap Mr. Buble mau berkunjung ke Jakarta tahun depan agar kami bisa menyaksikan kepiawaannya tanpa harus menempuh jarak ribuan kilometer dari Jakarta.