Friday, October 14, 2011

Penang, Bangkok, Phuket - The Border (end)

Phuket, 8 Oktober 2011, hujan deras melanda Phuket dari pagi hingga siang dan udara dingin segera menyeruak memasuki balkon kamar hotel yang basah terkena air hujan. Trip ke Phi Phi island dibatalkan karena ombak dan angin kencang membahayakan pelayaran. So we just hang around at the hotel seeing the front beach from the balcony.

11.30 pagi waktu Phuket, kami segera memesan taksi di hotel, hotel mengenakan tarif 600 Baht untuk mengantar kami ke Stasiun Bus Phuket. Tapi ternyata karena hujan, taxi penuh sehingga saya diharuskan mencari taksi sendiri. Pengalaman buruk sebelumnya membuat saya harus berhati-hati terhadap supir taksi di phuket. Tidak jauh dari hotel terdapat taxi charter dan ketika saya menanyakan tarifnya hanya 450 Baht, lebih murah dari tarif taksi hotel.

Selesai packing, kami segera menuju taksi dan Alhamdullilah ya...supir taksinya orang muslim asli Phuket dan ia bercerita bahwa keluarganya banyak yang berbisnis hotel dan penyewaan mobil di Patong Beach. Ia sangat ramah sekali dan bahkan jauh dari bayangan saya akan supir taxi pemabuk yang membawa kami tadi malam. Ia juga bercerita bahwa beberapa waktu lalu mendapatkan tamu dari Majelis Ulama Indonesia.

Perjalanan dari hotel ke stasiun bus terdekat sekitar 45 menit dan ia bercerita bahwa disepanjang perempatan jalan banyak terdapat pedagang bunga untuk berdoa. Biasanya rangkaian melati untuk ditaruh dimobil tapi agak membahayakan karena banyak pedagang bunga menggunakan formalin agar bunganya tetap segar. Wah jadi ingat para pedagang di Indonesia yang sering menggunakan formalin untuk makanan....huftt

Sampai di stasiun bus, hujan masih membasahi kota Phuket. Stasiun busnya tidak terlalu besar dan tidak terlalu bersih, sama seperti stasiun bus di pulau Jawa. Saya segera mendatangi counter pemesanan tiket bus, tiket bus Phuket - Hatyai (perbatasan Thailand - Malaysia) seharga 344 Baht/orang untuk bus kelas 2 dengan jadwal sebagai betrikut dari stasiun Phuket : 07.30, 08.30, 09.30, 11.30, 12.30, 19.30, 21.30. Sementara bus kelas 1 seharga 535 Baht berangkat jam 19.30 untuk perjalanan darat selama 7 jam.

Supir taksi dengan setia menunggu saya hingga selesai mendapatkan tiket bus, sebagai penghargaan saya memberikan tips 50 Baht jadi total taksi charter yang saya bayar 500 Baht. Perjalanan darat menuju keperbatasan akan memakan waktu yang lama sehingga disarankan untuk makan siang/malam sebelum berangkat dan membawa cemilan serta air mineral di bus.

Setelah selesai memasukan bagasi didalam bus, saya minta ijin kepada kondektur bus untuk makan siang terlebih dahulu. Sebuah warung sederhana terdapat didepan stasiun bus. Dan wow ada daging babi...jadi saya harus ganti menu. Beberapa menu yang tersedia mirip dengan menu di Indonesia, saya memilih sayur rebung muda dan opor ayam. Rasanya pun sama seperti di Indonesia dan kali ini lebih pedas daripada makanan di Bangkok. Ternyata masyarakat Phuket menyukai masakan pedas sama seperti masyarakat Sumatra.

Selesai makan, kami berdua hanya dikenakan charge 125 Baht atau hanya Rp 37,500 saja...wow lumayan murah untuk makan siang yang cukup banyak. Dan untuk cemilan, saya membeli beberapa roti dan air mineral.

Pukul 12.30 tepat, bus berangkat dan Bismillah. Transportasi di Thailand lumayan tepat waktu, mulai dari Bangkok hingga Phuket...patut diacungkan jempol untuk budaya tepat waktunya. Perjalanan darat keluar dari Phuket terasa sangat menyenangkan karena pemandangannya yang menarik, sama seperti di pulau Sumatera. Masih banyak ditumbuhi hutan tropis dan pantai-pantai indah. Dan bahkan saya baru menyadari bahwa Phuket adalah sebuah pulau yang cukup besar dan dipisahkan oleh sebuah jembatan yang tidak terlalu panjang sekitar 100 m saja. Phuket seperti dipisahkan oleh sebuah anak sungai kecil dengan pasir putih dipantainya, sangat menarik.

Sepanjang perjalanan kita bisa melihat masjid dan kuil Budha bergantian, miris apabila mendengar bahwa kaum militan selalu dibasmi dan selalu bergantian memerangi pemerintah lokal. Tapi memang kesenjangan sosial serta eokonomi antara umat Muslim dan Budha di Thailand terlihat timpang. Ekonomi sebagian besar di Thailand selatan dipegang umat Budha dan umat Muslim masih dibatasi dan bahkan dicap teroris. Seharusnya sekat-sekat tersebut ditiadakan mengingat bahwa mereka berasal dari ras yang sama. Agama adalah hubungan antara setiap manusia dengan Tuhan dan kepercayaannya.

Krabi sebuah kota kecil di Thailand selatan memiliki pesona yang memikat selain pantai dengan pasir putihnya juga terdapat gunung-gunung kapur yang diselimuti hutan serta kabut. Serasa pemandangan dilukisan Gui Lin, Cina...dan apabila kalian menonton film Hang Over 2, maka ada scene dari udara pemandangan pegunungan di Thailand Selatan...disanalah Krabi. Perjalanan darat dari Phuket menuju Krabi ditempuh selama 3 jam. Jalanan di Thailand rata-rata mulus dan cukup bersih. Tetapi papan penunjuk jalan kebanyakan ditulis dalam huruf Thai. Mobil di Thailand sangat bagus dan masih baru, maklum pabrikan mobil Jepang seperti Toyota, Honda dan Mitsubishi membuka pabrik dan suku cadang di Thailand. Sehingga harga mobil jepang jaul lebih murah dibanding di Indonesia. Hanya mobil Suzuki APV yang diimpor dari Indonesia oleh Thailand.

Krabi - Hatyai masih harus ditempuh selama 4 jam lagi dan beruntung jok busnya cukup empuk sehingga tidak terlalu membuat pegal di punggung, AC nya juga baik dan cukup aman. Di sepanjang perjalanan kita bisa melihat komunitas muslim yang sangat banyak, wanita-wanita berjilbab dan pria-pria mengenakan kain sarung seperti di Indonesia. Hutan karet dan kelapa sawit bergantian menghiasai perkebunan mereka. Sangat disayangkan apabila hutan karet yang hijau royo-royo digantikan oleh kelapa sawit yang rakus akan air dan zat-zat kesuburan tanah.

Bus berhenti disebuah kota kecil Trang untuk mengisi bensin dan penumpang dipersilahkan turun untuk makan dan minum disebuah cafetaria kecil. Ternyata tiket busnya 50 baht sudah termasuk makan dan minum, sehingga penumpang hanya membayar sisanya saja kepada pemili cafetaria. Saya hanya cukup membayar 100 Bath sisanya untuk 2 orang makan dan minum. Makanannya kebetulan halal sehingga saya tidak khawatir untuk memakannya.

Pukul 07.00 malam bus memasuki pinggiran kota Hat Yai, kota hatyai sendiri merupakan kota bisnis terbesar ke tiga di Thailand. Banyak gedung-gedung tinggi dikota ini dan banyak perusahaan asing membuka pabrik dikota ini. Mengingat jarak yang tidak terlalu jauh dari Kuala Lumpur dan Singapore membuat para pengusaha asing berbisnis dikota ini dibanding harus membuka pabrik di Malaysia atau Singapore yang lebih mahal biaya produksinya.

Hat Yai juga menjadi tempat pelesiran para warga Malaysia untuk jalan-jalan, membeli makanan yang sangat murah disini atau untuk hiburan esek-esek. Wanita Thailand terkenal cantik-cantik sehingga tidak aneh disepanjang jalan banyak ditemukan warung remang-remang atau restauran dengan para wanita bak warung remang-remang di kawasan Pantura, Jawa. Mobil-mobil pribadi berplat nomor Malaysia atau pengemudi truk kontainer parkir didepan warung atau restoran tersebut.

Pukul 08.00 malam kami tiba stasiun bus Hat Yai dan harus melanjutkan perjalanan darat dengan taxi charteran lagi. Ada beberapa mini van menuju ke Penang cuma harus menunggu penumpang penuh dan terlalu sempit sehingga tidak nyaman. Taxi charter dari stasiun bus Hat Yai senilai 600 Baht untuk perjalanan 1 jam menuju ke perbatasan Thailand - Malaysia (Padang Besar).

Ternyata perjalanan dari stasiun bus ke perbatasan cukup jauh dan tidak ada kendaraan umum. Hujan kembali melanda hingga diperbatasan. Semakin dekat keperbatasan, semakin ramai oleh hiruk pikuk pengunjung harian dan para pedagang. Banyak warga Malaysia yang mencari hiburan disaat weekend diperbatasan atau sebaliknya, sehingga mereka mempunyai special pass berupa kertas untuk dicap oleh pihak imigrasi.

Perbatasan Padang Besar, hanya seperti stasiun bus. Tidak ada yang menarik disini. Kami harus turun dari taxi dan berjalan sekitar 15 meter menuju check point Imigrasi Thailand. Bagi pengendara mobil, tanpa harus turun dari mobil untuk dicap paspornya.

Puluhan orang mengantri dan saya harus menunggu sekitar 30 menit untuk dicap. Sambil mengantri saya melihat beberapa orang memasukan uang ringgit kedalam paspor. Ternyata mereka memasukkan RM 2 kedalam paspor agar petugas imigrasinya tidak tanya macam2. Beruntung saya masih memiliki uang pecahan kertas RM 20 dan RM 1. Saya lalu mengikuti mereka dan menyelipkan RM 2 kedalam paspor. Sesampainya didepan petugas imigrasi "uang salam tempel" nya memang manjur. Si petugas tanya dengan bahasa melayu logat Thai,"yang benar Orang Indonesia atau Indonesia Orang?" Saya jawab, "Orang Indonesia". Dan ia tersenyum dan langsung mencap paspor saya. Lancar jaya...

Ternyata korupsi memang membuat lancar bisnis. Tidak ada bus berhenti didekat perbatasan seperti yang tertulis di internet. Tidak jauh ada sebuah taxi Malaysia berwarna merah putih dan saya mendatangi sang supir. Saya tanyakan rute yang akan dituju dan biaya yang harus dibayarkan. Taxi dari Padang Besar - Air Hitam - Georgetown harus dibayar sebanyak RM 260 dan saya mendapatkan RM 250.

Setelah naik taxi, kami harus melewati Malaysian Check Point. Sekali lagi harus diperiksa paspornya dan mengisi arrival and departure form. Tidak sampai 10 menit, sudah beres dan tidak perlu ada uang salam tempel. Tapi harus hati-hati jangan sampai paspornya tidak dicap. Karena sedang ramai dibicarakan di Malaysia tentang kasus petugas imigrasi di perbatasan Johor Bahru - Singapore terhadap warga negara Singapore yang berkunjung ke Malaysia. Karena tidak dicap, entah disengaja atau tidak, WN Singapore didenda dan sempat mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari petugas imigrasi Malaysia sehingga ia melaporkan kasus ini kepada negara.

Petugas imigrasi hanya menanyakan apa isi kopernya, dan hanya bilang baju dan souvenir, kami langsung bisa masuk wilayah Malaysia. Perjalanan dari perbatasan Malaysia - Thailand ke kota Georgetown, Penang harus ditempuh selama 3 jam melalui Lebuh Raya atau jalan tolnya Malaysia.

Karena kehabisan uang, kami menyempatkan diri mampir ke ATM di air hitam. ATM CIMB Malaysia tidak bisa menerima kartu debet BCA saya sehingga harus mencari ATM lain yang menerima logo Cirrus. Akhirnya saya bisa mengambil yang tunai dalam bentuk ringgit di ATM Maybank dari  ATM BCA saya. Dan ternyata cukup mudah ya, serta chargenya hanya Rp 25,000/transaksi. Jadi kalau tidak bawa uang tunai, cukup gunakan ATM kalian saja yang berlogo Cirrus/Visa/Master dan pasti bisa mengambil uang tunai selama masih ada saldonya. Pak supir yang bernama Hashim sangat baik hati sekali, ia membelikan kami makanan kecil dan air mineral. Alhamdullilah...amalan baik membawa nasib baik bagi saya. Beliau sangat ramah dan baik sekali.

Hujan deras dan angin kencang menerpa selama perjalanan dijalan tol dan kami beristirahat sejenak di rest area Kota Sarang Semut. Beberapa mobil dan penumpang yang kelelahan parkir di rest area. Kami segera menuju cafetaria sambil membawa payung karena hujan masih belum mau reda. Saya memesan nasi lemak seharga RM 5 dan kopi panas seharga RM 1.5 saja. Rasa lapar akibat udara dingin bisa hilang seketika. Istirahat selama 30 menit membuat badan terasa segar dan pak Hashim sangat komunikatif sekali.

Pukul 00.00 kami mulai memasuki Penang Bridge dan hujan masih belum reda juga. Ketika memasuki kota George town, terasa sepi sekali kota tersebut. Bangunan tua berjejer dan seperti kota mati. Hanya 1 atau 2 bar yang masih buka dengan beberapa turis asing. Saya masih harus mencari hotel untuk menginap dini hari itu. Ketika saya memasuki sebuah guest house, si pemilik dengan sombongnya bertanya, you want cheap or expensive? Tentu saya katakan "cheap" karena hanya butuh beberapa jam saja di Penang. Dia bilang, no cheap, full....

Mentang-mentang banyak turis backpacker di kota Georgetown, ia menyamaratakan saja. Akhirnya saya memilih sebuah butik hotel "Banana Boat" dengan desain bangunan peranakan yang sudah berumur seratus tahun lebih dan seharga RM 156 permalam termasuk breakfast for two.

Setelah membayar ongkos taxi kepada pak hashim senilai RM 260, saya meminta beliau untuk menjemput kami dihotel menuju ke bandara sehingga tidak perlu untuk mencari taxi lagi. Dan beliau menyetujuinya karena ia harus mencari penumpang untuk kembali ke border.

Rasa kantuk yang melanda memaksa saya untuk cepat tidur....zzzzzzzz...

Pagi hari pukul 07.30 sudah harus bangun dan bergegas untuk menikmati makan pagi di hotel. Penang cukup cerah minggu pagi itu setelah didera hujan deras. Masih terasa sepi kota tersebut karena hari minggu sebagian besar toko tutup karena banyak yang pergi ke gereja untuk beribadah. Tidak jauh dari hotel terdapat gereja dan sekolah Katolik St. Fransiskus Xaverius. Ordo yang sama dengan sekolah saya waktu kecil dari TK - SMA di Jakarta.

Pukul 08.00 kami packing dan tidak lupa foto2 didalam bangunan gedung hotel yang sudah tua. Patung-patung kong hu cu menghiasi beberapa bagian ruangan dan kaca patri menghiasi atap gedung hotel. Sangat nyaman berada dihotel ini, tidak ada terkesan angker.

Pukul 09.00 kami sudah harus tiba dibandara untuk bagasi dan imigrasi, pak Hashim dengan setia menunggui kami didepan hotel dan siap membawa kami ke bandara. Perjalanan yang sangat menyenangkan dan tidak terlupakan bagi saya....3 Negara,3 Tempat dan berbagai pengalaman menarik. Saya ingin kembali ke Penang dan Bangkok....tapi tidak ke Phuket....

Saya jadi ingat ramalan zodiak gemini di awal tahun 2011...gemini akan mempelajari kebudayaan yang berbeda dari serangkaian perjalanan dan percaya atau tidak, saya sudah mempelajari beberapa kebudayaan yang berbeda dari perjalanan wisata ini.

Thanks to Allah SWT for HIS blessing that I can do this trip...


Thursday, October 13, 2011

Penang, Bangkok, Phuket - Part 3

Bangkok - 7 Oktober 2011, pukul 08.40 malam kami harus sudah take off dengan pesawat airasia menuju Phuket selama 1,5 jam. Kereta Express link yang membawa kami tepat waktu tiba dibandara dan harus segera melakukan check in bagasi. Selesai memasukan bagasi dan overweight dikenakan charge 500 Baht, kami segera menuju ruang tunggu.

Sebelum memasuki ruang tunggu, kami harus melewati pemeriksaan bagasi yang hand-carry oleh petugas bandara. Seketika alarm berbunyi, dan seorang petugas bandara berwajah sangat menghampiri saya dan mengambil tas koper dengan paksa. Saya diminta untuk mengikutinya ke sebuah meja kecil dan setelah ia menaruh tas koper, petugas menyuruh saya membuka koper. "Open your bag, please", pintanya dengan serius. Saya jadi teringat serial di TV "Bang Up Abroad" yang berkisah tentang para pelaku penyelundup narkoba dari seluruh dunia.

Saya buka koper dan ia segera memeriks dengan seksama isi koper saya. Satu buah body spray Nike, minyak kayu putih dan sanitizer soap segera dimasukan kedalam tas plastik. Dan ia meninggalkan begitu saja menuju ke baggage detector. 3 menit kemudian ia kembali dan menunjuk kepada body spray saya bahwa benda tersebut tidak boleh dibawa masuk kedalam pesawat tetapi minyak kayu putih dan sanitizer soap diperbolehkan.

Arghh....hilang sudah body spray Nike saya...teman saya bahkan harus merelakan pasta giginya. Pemeriksaan di bandara Bangkok lebih ketat dibanding di Jakarta/Kuala Lumpur/Singapore...mengingat sudah beberapa kali bandara ini diancam para teroris serta penyelundupan narkoba. Hal ini menjadikan pengalaman berharga, untungnya niat membeli parfum di duty free ditiadakan.

Tanpa harus melewati ruang imigrasi karena kami akan Phuket jadi hanya terminal domestik yang letaknya agak jauh dari terminal international. Tapi sangat bagus dan sangat rapi, acungan jempol buat pemerintah Thailand yang sudah membangun bandara hebat ini. Salute

Ruang tunggunya sangat nyaman, disediakan LCD TV dan majalah dengan bahasa Thai. Pukul 08.00 malam kami boarding dan siap terbang ke Phuket. Tiba dibandara Phuket sekitar pukul 10.00 malam dan tidak terlalu besar bandaranya, sama seperti terminal domestik Ngurah Rai. Sebelum menuju ke hotel, saya masuk ke toko kelontong dalam bandara untuk membeli minum dan si penjual seorang wanita cantik mengenakan jilbab. Wah saya baru ingat bahwa Thailand selatan banyak terdapat umat muslim. Di Bangkok hanya 1-2 orang wanita yang saya lihat memakai jilbab.

Tidak ada taxi bandara dibandara Phuket, sehingga harus menggunakan taxi charteran. Jarak tempuh dari bandara Phuket ke Patong Beach selama 1 jam perjalanan dengan taxi. Harga taxi dihitung perorang dan total kami dikenakan harga 650 Baht. Kalau ada uang pas gunakan uang pas karena saya memberi 700 Baht dan 50 Baht tidak dikembalikan, karena dianggap fee untuk mereka membawa tas koper.

Sebuah mobil camry keluaran terbaru siap membawa kami ke hotel. Sang supir membawa mobil camry otomatis dengan kecepatan tinggi 100 - 140km/jam ditengah jalan yang agak sepi dan berkelok-kelok. Jujur agak ngeri juga mengingat Phuket bukan tempat asal kami.

Tapi tiba-tiba sang supir berhenti disebuah kantor travel agent, dan ia segera turun begitu saja dan masuk kedalam ruangan kantor. Kami hanya terdiam dan bingung. Beberapa saat kemudian seorang wanita keluar dan membuka pintu sambil menyapa kami.

"Selamat malam, selamat datang di Phuket". Dan ia menanyakan asal kami, berapa lama di Phuket, tinggal dimana dan ujung-ujungnya ia menawari paket tour ke Phi Phi Island dan Bon Island serta paket tour lainnya. Dengan halus kami menolak karena sudah mengambil paket tour ke Phi Phi island melalui hotel yang kami pesan secara online di agoda.com. Kemudian ia dengan sopan permisi dan masuk kedalam kantor.

Tiba-tiba sang supir membuka pintu depan dan memaki-maki teman saya karena kami tidak membeli paket tour ditempatnya. Ia ngoceh dengan bahasa Thai dan kemudian teman saya tersinggung dan membanting pintu. Si supir tambah marah dan membuka pintu dengan paksa sambil memaki-maki bahwa ini Thailand, dan teman saya harus bersikap sopan. Kejadian malam itu membuat kami tertegun dan ketakutan.

Wanita travel agent keluar dan menenangkan supir tersebut, dan ia kembali ke dalam mobil sambil memaki-maki teman saya tidak karuan dengan bau alkohol keluar dari mulutnya. Ternyata kami mendapat supir setengah mabuk. Ia kemudian melaju mobilnya dengan kecepatan sangat tinggi sambil ngoceh tidak karuan. Bau alkohol segera menyeruak didalam mobil ber AC malam itu. Yang saya pikirkan apabila ia berbuat jahat kepada kami.

Ketiba hampir tiba dihotel, ia meminta maaf pada saya dan menyalami tangan saya, sementara kepada teman saya, ia masih memaki-maki tidak karuan dengan bahasa Thai. Sepertinya ia tersinggung ketika teman saya membanting pintu mobil yang secara paksa ia buka. Ternyata harus berhati-hati ketika pesan taksi didaerah phuket. Jangan sampai kejadian buruk terjadi lagi. Pastikan bahwa sang supir tidak dalam keadaan mabuk minuman beralkohol.

Kami selamat tiba dihotel pukul 11.45 malam dan kemudian check in. Di kamar hotel 7 Q Patong Beach, saya tertegun dan ingin segera mandi air hangat dan melupakan trauma sesaat yang terjadi. Teman saya mengetuk pintu kamar dan ia minta maaf atas perbuatannya, kami harus menanggung kejadian tadi. Sebenarnya teman saya tidak terlalu salah, kalau salah memang betul ia salah kerana tidak berbuat sopan dinegri orang. Belum tentu hal biasa yang kita lakukan di negri sendiri, ternyata menyinggung perasaan orang lain dinegri orang. Pengalaman adalah guru terbaik.

Pagi hari hujan melanda Phuket dan mengganggu jadwal kami ke Phi Phi Island, Patong beach diguyur hujan deras seharian. Patong Beach seperti pantai di Legian...kalau boleh jujur, Bali masih lebih bagus dibanding Phuket. Keindahan Phi Phi island hanya kelebihan dari Phuket.

Dari atap hotel 7 Q, kami bisa menikmati bukit-bukit hijau disekitar Patong Beach yang masih dikelilingi kabut sementara dibelakang kami adalah lautan lepas dengan ombak yang besar dan hujan yang terus melanda. Terbayang ketika tsunami melanda pantai ini dan merenggut ratusan nyawa wisatawan asing dan penduduk lokal.

Phi Phi island kali ini terlewatkan oleh saya.....dan kemungkinan ini adalah terakhir kali saya menginjakkan kaki di Phuket setelah peristiwa yang tidak mengenakan tersebut. Saya selalu kangen dengan Bali....disanalah keindahan berasal...

Wednesday, October 12, 2011

Penang, Bangkok, Phuket - Part Two

Bangkok, 7 Oct 2011 - Selepas dari Bandara Penang kami tiba di Bandara Svarnabhumi, Bangkok Thailand pukul 07.00 malam. Bandara yang baru diresmikan 3 tahun lalu ini bisa menampung 30-40 juta penumpang setiap tahunnya. Arsitektur bandara ini sangat ramah lingkungan dengan sinar matahari yang bisa mengurangi lampu disiang hari dan sangat luas sekali. Sebenarnya hampir mirip dengan bandara Soekarno Hatta tapi dengan sentuhan modern dan menyatu menjadi one stop airport. Antara terminal internasional dan domestik menyatu, sehingga memudahkan penumpang untuk pindah dari satu tempat ke tempat lain.

Selesai mengambil bagasi, kami segera menuju ke Express Rail Link yaitu lintasan kereta bawah tanah dari/ke kota Bangkok menuju ke/dari bandara Svarnabhumi. Tarifnya yang cukup murah yaitu Baht 150 untuk tiket return dan Baht 90 untuk oneway. Return ticket adalah yang terbaik dan termurah, dan kami segera menunggu kereta yang berangkat menuju kota Bangkok setiap 1 jam sekali. Tapi sayangnya tidak disediakan tempat duduk seperti di Singapore, jadi kami harus duduk lesehan dilantai marmer yang dingin sambil menunggu kereta tiba. Express Link ini akan berhenti di Stasiun Makassan ditengah kota Bangkok dan ditempuh selama 15 menit, lebih cepat dari mobil melewati jalan tol yang macet menuju kota Bangkok.

Jangan lupa untuk membeli sim card True Move pas dibandara selama di Bangkok, ada paket untuk Blackberry selama 3 hari senilai 199 Baht sudah termasuk sim card, pulsa, bisa telepon dan sms international. Jadi lebih murah dibanding pakai sim card dari Indonesia. Beli dan pakai ini saja buat update status di BB dan kirim SMS ke Indonesia. Ada counter khusus di terminal kedatangan dibandara Svarnabhumi.

Kota Bangkok terkenal dengan kemacetannya seperti di Jakarta. Sesampainya di stasiun Makassan, decak kagum segera membuat saya terdiam. Stasiun ini begitu besar dan bersih serta sangat modern. Dari stasiun ini kami berjalan kelantai 3 dan keluar stasiun menuju ke hotel. Di Bangkok pun ada tukang ojek ternyata, cuma bedanya tukang ojek dikota ini memakai jaket bernomor. Kami pun ditawarin naik ojek tetapi jarak dari stasiun ke hotel sangat dekat, hanya 15 menit berjalan kaki.

Trotoar dijalanan kota Bangkok sama seperti Jakarta, sering digunakan pengguna motor untuk melawan arus macetnya kota Bangkok. Saya jadi merasa di negri sendiri, tidak ada perbedaan perilaku terhadap pengguna motor dan pejalan kaki di trotoar.

Sesampainya di Hotel FX Makassan yang bertarif Baht 900 permalam ini, saya mendapati kamar dengan 1 double bed dan 1 single bed...wow jadi bisa muat untuk 3 orang. Pilihan menarik untuk berlibur bersama teman-teman nantinya dikota Bangkok. Cukup satu kamar muat 3 orang, kamarnya bagus dan dilengkapi dengan AC, safe deposit box, LCD TV dan kamar mandi yang nyaman dengan air panas.

Selepas beristirahat, kami segera menikmati malam dikota Bangkok. Dari hotel ini kita cukup berjalan kaki 10 menit menuju kereta bawah tanah di stasiun Petchaburi. Saya jadi iri dengan kota Bangkok yang macet ini, pilihan transportasi mulai dari MRT, LRT, Busway, Riverbus, taxi dan ojek..semuanya tersedia. Bus di kota Bangkok sama seperti di Jakarta, ada yang bagus ala busway dan bahkan yang jelek ala Kopaja atau Metromini. Bahkan bus tua tersebut tanpa jendela,...kebayang kalau hujan deras, kasihan penumpangnya. Taxi disini ada yang berwarna pink dan sepertinya seragam serta mereka memakai argo meter tidak seperti di Penang. Tanpa argo.

Memasuki stasiun kereta bawah tanah ini, eskalator berjalan dengan  cepat sehingga kalian yang tidak terbiasa harus berhati-hati agar tidak jatuh. Dan khususnya bagi orang tua, akan sangat membahayakan, sehingga saya jarang melihat penumpang yang sudah tua, rata2 anak-anak muda dari umur 10 - 45 tahunan. Keamanan cukup ketat memasuki, harus melewati detector machine dan diperiksa tasnya oleh petugas walaupun kalian membawa koper, harus dibuka. Bagus sekali dan membuat penumpang nyaman.

Tiket MRT dibeli dengan harga sangat murah sekitar Baht 20 - 40 oneway, untuk bulanan pun bisa dan bahkan bisa dibeli melalui ticket machine sama seperti di Singapore or Kuala Lumpur. Jakarta kapan ya bisa???? Woii bung kumis...kerja donk jangan molor melulu jadi gubernur, kagak malu apa sama Bangkok...huftt

Setelah kita membayar tiket sesuai tujuan, akan diberikan koin plastik yang mengandung magnet, cukup ditempelkan dipintu masuk dan secara otomatis akan terbuka. Jangan lupa dimasukan koinya ke kantong dan simpan baik-baik untuk jalan keluar stasiun nantinya, jangan sampai hilang...bisa ribet kalau hilang karena dinegara orang dan kena denda.

Keretanya sangat bersih dan informasi sangat jelas, dari stasiun petchaburi menuju ke stasiun Silom ditempuh selama 10-15 menit saja. Dan kereta berhenti dengan mulus...sekali lagi iri.com karena membayangkan busway berhenti seperti naik Kopaja. Untuk keluar stasiun, cukup memasukkan koin magnet kedalam pintu keluar dan selesai. Ternyata dari stasiun Silom ini bisa sambung ke stasiun LRT menuju kerute lainnya.

Dari Stasiun Silom, kami bertiga menelusuri malam kota Bangkok, jangan lupa hati-hati dengan copet. Jadi harus waspada dan sekali lagi trotoar di kota Bangkok sama seperti di Jakarta, dipakai para penjaja makanan kaki lima sampai pedagang baju, dll. Ramai tapi rapi....pedagang diberikan akses berjualan dan menjadi tempat wisata, walau sampah dimana-mana. Mereka juga membuat sampah dikantong plastik yang diikat dan ditempatkan dibawah pohon pelindung, serta pedagang makanan membuang air kotoran dipedestrian...sama persis seperti di Jakarta...Oh I Love Bangkok, serasa dikota sendiri...hehehee

Dari sini kita bisa menikmati hiburan malam esek-esek ala kota Bangkok, para penjaja sex dengan santainya menjajakan diri disepanjang jalan. Ada germo (maaf) yang membawa kertas laminating dengan foto-foto perempuan siap pakai begitu harga disetujui. Tapi dari internet, saya mendapatkan kabar untuk berhati-hati didaerah ini karena cukup rawan dan jangan sembarangan menawar kecuali anda tertarik.

Kawasan Patpong adalah kawasan lampu merah dikota Bangkok, sejumlah bar menjajakan berbagai macam kesenangan duniawi bagi para pria-pria nakal dan dari luar kita bisa melihat wanita-wanita setengah telanjang menari meliuk-liuk ala stripter. Turis-turis bule pun banyak berkumpul baik pria maupun wanita. Kami hanya menikmati dari luar karena Bangkok terkenal akan penyebaran HIV Aids terbesar di Thailand serta mafia-mafianya dikawasan ini.

Kami pun masuk ke pasar malam Patpong, melihat pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai macam barang mulai dari kaos Thailand, jam, topi, lukisan hingga sex tools. Mereka dengan bebas menjual peralatan sex seperti menjual peralatan lainnya disisi jalan tanpa takut ditangkap polisi. Bangkok juga terkenal akan polisi yang korup dan sama seperti di Jakarta...selama ada uang, bisnispun aman.....

Disini saya membeli lukisan serta jajanan ala Bangkok yaitu gorengan isi bakso ikan, udang,dan cumi seharga hanya Baht 20 isi 3 tusuk sate bakso ikan. Untuk buah-buah potong segar dihargai Baht 20 serta kelapa muda Thailand dihargai Baht 40. Tapi hanya satu pedagang yang menjual durian Bangkok dan harganya sedikit lebih murah dibanding di Jakarta.

Mencari makanan halal di Bangkok harus benar-benar serius, jangan malu untuk minta menu ayam atau ikan kepada sipedagang makanan. Mereka akan menunjukkan menu halal. Sudah pukul 11.00 malam dan segera bergegas ke hotel karena MRT akan tutup pukul 11.30 malam...

Pagi hari pukul 08.00, saya sudah berada direstauran dan minta paket menu seharga Baht 180 untuk satu set makanan udang goreng dan kopi. Sangat murah dibanding makan pagi di Penang dan rasa makanan Thailand sangat pas sekali buat saya dibanding nasi kandar yang terlalu banyak rempah. Makanan Thailand gabungan antara asam, manis dan pedas sehingga sangat pas buat orang Indonesia. Feels like home...

Jumat pagi sama seperti di Jakarta, jutaan penduduk Bangkok bergegas menuju ke kantor, kemacetan dimana-mana. Bahkan di trotoar yang malamnya tidak ada pedagang makanan, kini berdiri sebuah gerobak dorong dan menjual mie serta ayam goreng. Pengunjung makan ditrotoar dengan bangku plastik. Beberapa wanita Thailand yang cantik-cantik tersenyum kepada saya, sepertinya mereka menganggap saya orang Thai....hehehehe. Lumayan dapat senyuman gratis...

Kembali ke stasiun MRT dan menuju ke stasiun Silom, dan kali ini harus naik kereta MRT berhimpitan dengan penduduk Bangkok yang mau berangkat kerja atau sekolah. Berhenti di Silom, naik ke lantai dua menuju ke stasiun LRT menuju River Boat Chao Praya. Di stasiun ini, sistimnya kita menukar uang logam di counter kemudian menuju ke ticket machine, caranya : pilih statsiun yang dituju dan ada nomornya, misalkan no. 25 untuk ke river boat, kemudian masukkan koin seharga Baht 20, dan akan keluar otomatis kartu magnet untuk masuk ke stasiun.

Beberapa orang Thailand pun sering bingung karena belum terbiasa seperti saya, jangan salah tekan nomor stasiun karena uang anda tidak bisa kembali. Hanya 10 menit naik LRT, dan kami sudah tiba distasiun river boat disisi sungai Chao Praya. Tiket river boat senilai Baht 30 sekali pergi, dan sepertinya air sungai baru meluap malamnya sehingga berkarung-karung pasir dijejer disepanjang sungai. Pagi itu puluhan wisatawan asing sudah mengantri.

Sungai Chao Praya sangat lebar seperti sungai Mahakam di Kalimantan sungai di Palembang. Airnya berwarna coklat dan beberapa sampah terapung terdapat diatasnya. Dari atas ferry boat ini, kita bisa melihat Venice from the East, Bangkok dengan kanal-kanalnya, rumah-rumah pinggir kali seperti di Indonesia, gedung tinggi disisi sungai...hebatnya tempat ini dijadikan wisata, di Indonesia...biasa aja kaleee....sampe pejabat nggak mikir...

Saya berjumpa dengan 4 wisawatan dari Bali yang juga berkunjung, ketika hampir sampai di Grand Palace - Wat Arun, kita harus berhati-hati karena stasiun boatnya biasa saja. Dan jangan sampai terantuk kayu palang distasiun boatnya.

Dari stasiun boat, berjalan kaki 5 menit kita bisa menemukan pasar kecil yang berjualan souvenir, makanan, ikan segar dan sayuran. Pasar tua ini sudah berdiri seratus tahun yang lalu dan diujung pasar, kita bisa masuk ke Wat Po - Kuil Budha disamping Istana Raja.

Tiket masuk ke Wat Po senilai Baht 15 perorang dan pengunjung dilarang memakai celana pendek. Jadi memakai jeans atau celana panjang adalah keharusan seperti ketika memasuki pura di Bali. Kuil Budha ini sangat cantik dan beberapa diantaranya berlapis emas. Patung Budha berlapis emas 24 karat dan sedang tiduran sepanjang 20 meter menjadi tontonan utama di kuil ini. Ketika memasuki kuil, pengunjung harus melepas sepatu atau sandal. Ruang yang sempit, sehingga kami harus bergantian untuk berfoto diantara wisatawan asing lainnya, terutama wisawatan dari India yang pagi itu memenuhi ruangan dan ribet sekali.

15 menit didalam ruangan kuil, kami memasuki pelataran kuil yang cukup luas dengan dihiasi pagoda yang dilapisi keramik dan patung-patung mitologi Thailand. Sangat bersih dan terawat, itu adalah kesan pertama saya. Secara arsitektur hampir mirip dengan lokasi istana raja di Jawa, dekat dengan keraton pasti ada tempat peribadatan....di Jawa ada Masjid dan di Thailand ada kuil Budha.

Next trip adalah Grand Palace, istana raja ini dikelilingi tembok istana berwarna putih dan sangat luas, sama seperti keraton di Yogyakarta dan di Solo. Sepertinya sejarah panjang yang membuat dua keraton ini hampir mirip. Bedanya keraton Yogya tampak sangat sahaja dan mistis, ada suasana yang berbeda ketika memasuki keraton. Sementara kerajaan Thailand sangat megah, warna kuning emas meliputi sebagian besar arsitektur. Warna emas adalah warna kerajaan, karena emas adalah lambang kehebatan seseorang..lambang keagungan. Jadi tidak aneh warna kuning adalah warna Sang Raja di Thailand.

Raja dan Ratu di Thailand sangatlah dihormati sehingga tidak aneh disepanjang Grand Palace, khususnya perkantoran pemerintah, foto raja dan ratu harus dihias dengan begitu indah. Begitulah cara orang Thailand menghormati The Royal Family.

Grand Palace baru buka pukul 12.45 sehingga kami memutuskan naik tuk-tuk, alias bajaj ala Bangkok. Seperti tertulis di buku wisata, naik tuk-tuk di Bangkok harus harus hati-hati karena akan dikerjai oleh si driver. Kami pun naik tuk-tuk menuju Wat Arun, dan si tukang tuk-tuk bilang kalau ke wat arun tidak bisa naik boat, harus mutar dulu selama 1 jam naik ferry boat. Padahal kami sudah tahu bahwa dari tempat kami turun naik boat, cukup menyebrang naik boat saja sudah tiba di wat arun temple. Akal bulus tukang tuk-tuk membawa kami ke sebuah jalan buntu dengan ujung sungai dan seseorang sudah memegang paket wisata naik ferry mengelilingi sungai Chao Praya. Sekali lagi tukang tuk-tuk akan mendapatkan fee bila kami membeli paket wisata tersebut.

Kami pun menolak dengan halus dan membayar Baht 30 untuk naik tuk-tuk. Dan selanjutnya kami berjalan kaki menuju pasar depan Wat Po untuk nyebrang naik boat ke Wat Arun. Ada hikmahnya, karena kami menemukan pedagang penjual souvenir dan makanan khas Thailand dengan harga murah. Khusus untuk souvenir, harus ditawar dan sementara untuk makanan sudah harga pas. Tapi lebih murah dibanding beli di hypermarket dikota Bangkok.

Boat untuk ke Wat Arun seharga Baht 3 perorang/oneway, Wat Arun sebuah kuil Budha yang dibangun diatas bukit kecil setinggi 30 meter dan dihiasi keramik cantik, usianya pun sudah ratusan tahun. Tiket masuk Wat Arun senilai Baht 30/orang dan kita bisa naik hingga ke atap menara pagodanya kalau sanggup. Harus hati-hati ketika naik anak tangganya apalagi abis hujan. Disamping Wat Arun sebelah kiri pintu masuk, ada pasar souvenir...disinilah pasar mini ala sukawati. Pedagang souvenir disini bisa bahasa Indonesia, dan bahkan harganya pun ditulis dalam bahasa Indonesia. Jadi jangan kuatir, Anda bisa membeli dan menawar souvenir mulai dari kaos, tas, kalung, cincin, gelang, hingga hiasan dinding bordir khas Thailand dengan harga sangat murah. Puluhan wisatawan Indonesia berburu souvenir disini. Jadi jangan lewatkan pasar souvenir Wat Arun kalau ke Bangkok buat belanja oleh-oleh.

Ketika menyebrang ke Wat Arun, air sungai meluap dan sangat besar. Beberapa boat SAR pemda Bangkok melewati sungai ini, dan arus sungainya sangat mengerikan sehingga membahayakan penumpang. Siang itu, angkatan laut Thailand melarang ferry ke pusat kota Bangkok. Sehingga kami harus merubah rute naik taxi argo ke stasiun pusat Hua Lamphong. Naik taxi hanya 60 Baht saja menuju ke stasiun ini dan kami lanjutnya dengan MRT ke petchaburi station menuju ke hotel. Disepanjang perjalanan naik taxi, kami bisa melihat kawasan toko yang menjual peralatan ibadah umat Budha, patung Budha dari kuningan yg ukuran besar dibungkus dengan kain warna Oranye seperti kain para biksu Budha. Bahkan dijual patung Budha dari emerald...wow...jadi pengen bawa...hahaha, mikir gimana bawanya....

Pukul 03.00 sore kami sudah tiba dihotel beruntung kami mendapatkan hotel yang dekat kemana-mana dan dibeli lewat www.agoda.com jadi lebih murah harganya. Masih ada waktu 5 jam lagi di Bangkok sebelum berangkat ke Phuket naik pesawat. Kami berpencar dan berkumpul dihotel jam 6 sore, Waktu 3 jam, saya gunakan untuk ke Siam Paragon dengan naik MRT menuju ke Silom dan pindah naik LRT ke Siam Paragon.

Siam Paragon seperti mal Senayan City, dan sepertinya mal ini jadi tempang nongkrongnya anak muda Bangkok. Begitu hips dan beragam barang branded dijual disini, makanan fast food tersedia di mal ini. Cuma buat apa saya ke mal, akhirnya saya memutuskan ke Siam City dan menuju ke lorong penjual baju. Konon, harga baju dikota Bangkok sangatlah murah dan saya diberitahu bahwa Platinum Mall di pratunam street sangat murah. Cuma sayang tidak ada kereta ke pratunam dan bahkan saya ditawari ojek. Tapi karena saya harus menukar US dollar ke baht jadi harus mencari money changer terdekat, yaitu Bangkok Bank. 1 US setaraf 31 Baht. Lebih mudah menukar USD dibanding rupiah ke baht dibangkok, harga rupiah akan sangat jatuh sekali. Di Jakarta 1 baht senilai Rp 291, dibangkok 1 Baht = Rp 270-281. Jadi lebih baik tukar baht atau USD di Jakarta.

Harga baju hanya 1/3 dari harga di Jakarta, jadi pintar-pintarlah menawar dan memang barang-barangnya sangat beragam dan menggoda dompet. Dompet kulit untuk paspor hanya seharga 150 Baht satu buah, sementara di Jakarta bisa Rp 250.000 - 3000.000. Tas dan sepatu buat pria sangat menggoda iman, kalau tidak mikir besok masih ada perjalanan, sudah pengen belanja saja. Huftt....

Pukul 05.30 sore sudah sampai dihotel dengan tas koper yang bertambah beratnya dan pasti overweight dibandara. Sebelum berangkat ke bandara, saya makan dulu dan setelah itu berjalan kaki 15 menit ke stasiun Express Link tanpa harus membayar lagi kebandara. Bangkok, I will come back.......

Penang, Bangkok, Phuket - Part One

Jakarta - 6 Oktober 2011, the trip had been planned 4 months ago. Berawal dari penawaran murah airasia dengan rute Jakarta - Penang return kemudian berkembang menjadi Penang - Bangkok - Phuket overland. Tetapi karena faktor hari yang tidak terlalu panjang akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan pesawat airasia Penang - Bangkok, Bangkok - Phuket serta overland by bus Phuket - Penang.

Jadwal pesawat yang terlalu pagi membuat saya harus siap bangun jam 3.30 dan harus sudah tiba dibandara Soekarno Hatta pukul 04.30, beruntung saya sudah melakukan web check in sehingga tidak terlalu buru-buru. Sesampainya dibandara saya hanya mengurus bagasi dan tentu dengan tambahan harga Rp 150,000 melalui web.

Jam 05.30 kami take off dan tiba dibandara Penang International Airport pukul 09.00 - satu jam lebih cepat dari waktu Indonesia Bagian Barat. Inilah pertama kali saya menginjakkan kaki di Penang Island, sebuah pulau kecil dibagian barat Malaysia. Pulau Penang terkenal untuk berobat bagi warga Indonesia khususnya mereka yang tinggal di pulau Sumatera. Dan bahkan berobat dipulau ini lebih murah dibanding harus ke Singapore. Tidak aneh ketika saya tiba, beberapa petugas bandara sedang bersiap-siap memasukan penumpang dengan kursi roda, salahsatu fasilitas dibandara tersebut.

Bandara ini sedang dalam masa renovasi dan akan selesai diakhir tahun 2011 ini dan saya salut dengan pemerintah Malaysia sehingga membuat pulau kecil ini ramai dengan maskapai asing seperti pesawat Cathay, China Airways, Sriwijaya Air, dll. Bagaimana sebuah pulau kecil ini bisa menarik wisawatan asing untuk berkunjung? 40% wisawatan khusus untuk berobat disejumlah rumah sakit berstandar internasional, 20% untuk bisnis dan 40% tentu untuk wisata.

Selesai keluar dari imigrasi dan bagasi, kami segara bergegas keluar untuk mencari taxi. Sementara dibrosur pariwisata kami bisa menggunakan bus bandara ke Georgetown, kota kami selanjutnya. Tetapi tidak satupun Rapid Penang yang terlihat sehingga kami harus meneruskan perjalanan dengan taxi bandara senilai RM 45.

Perjalanan dari bandara Penang ke Georgetown membutuhkan waktu 30 menit saja. Sepanjang perjalanan kami dihibur dengan pemandangan gedung apartemen serta jembatan terpanjang di Malaysia yang menghubungkan kota Georgetown dengan Butterwoth disemenanjung Malaya.

Memasuki kota Georgetown, pemandangan berganti dengan perumahan kuno berarsitektur Peranakan Cina dan Eropa. Beberapa bangunan sangat terawat karena dijadikan hotel/motel bertarif terjangkau tetapi ada juga yang dibiarkan rusak dimakan usia. Taxi kami berhenti di Jalan Love Lane disebuah penginapan kecil bernama Civillian's Inn seharga Rp 100,000/malam.

Kerana kami hanya punya waktu hingga jam 5 sore waktu Penang, sehingga tidak perlu harus menginap dihotel yang mahal. Dihotel tersebut terlihat beberapa turis asing yang sedang check in, receptionist menerima kami dengan ramah dan menunjukkan kamar. Kamar seukuran 3 x 4 m yang dilengkapi fan tanpa ada TV or AC dan bahkan kamar mandi didalam. Tak apa, karena kami hanya membutuhkan kamar untuk menyimpan tas dan ganti baju. Dari Civillian's Inn kami berjalan kaki untuk mencari makan pagi.

Makanan halal adalah pilihan kami mengingat banyaknya kaum peranakan dikota ini sehingga kami harus memilih makanan yang halal dan salahsatunya yaitu Nasi Kandar. Nasi Kandar seperti makanan Padang tetapi dengan bumbu yang lebih kuat menyerupai masakan timur tengah. Direstoran ini, kita bisa memilih berbagai macam menu mulai dari nasi campur hingga roti prata. Menu nasi campur saya dengan cumi rebus dan bumbu kari seharga RM 10, cukup mahal buat saya.

Selesai makan pagi, kami bertiga harus berwisata dan salahsatunya yaitu Penang Hill. Dari Georgetown kami mempunyai 2 pilihan yaitu dengan taxi atau bus Rapid Penang nomor 204. Kekurangannya dari kota ini yaitu halte bus dan informasi bus nomor berapa yang harus kami tumpangi. Sehingga Anda harus proaktif mencari di internet. Bus Rapid Penang bahkan bisa berhenti menaikkan dan menurunkan penumpang dimana saja, walau kadang mereka tidak berani sembarangan khususnya ditempat-tempat yang terbuka.

Akhirnya taxi adalah pilihan kami, dari Georgetown ke Penang Hill harus dibayar RM 25 dengan jarak tempuh hanya 15 menit saja mengingat kota ini tidak besar jadi bisa ditempuh dengan singkat. Penang Hill salahsatu tourist attraction yang paling terkenal dikota ini, sebuah tempat pelesiran para bangsawan Inggris disebuah puncak bukit. Dan yang paling menarik adalah kereta bergerigi menuju kepuncak bukit tersebut yang dibuat pada tahun 1920an. Bukit setinggi 700 m tersebut harus ditempuh selama 10 menit dengan kereta listrik bertekhnologi modern. Kereta listrik tersebut baru saja selesai direnovasi.

Harga RM 30 untuk turis asing untuk return ticket cukup mahal, mengingat untuk warga Malaysia hanya membayar RM 8 saja/orang/return. Hari itu tidak terlalu ramai pengunjung, kereta semakin lama semakin mendaki dan apabila Anda takut ketinggian disarankan jangan mencoba karena kereta akan berjalan dengan kemiringan 45 - 50 derajat menuju kepuncak bukit. Ada beberapa pemberhentian buat masyarakat lokal dan digratiskan khusus bagi mereka yang tinggal dibukit tersebut.

Beberapa vila kuno terlihat diantara rerimbunan hutan hujan tropis yang masih terawat. Pulau Penang masih dikelilingi bukit dengan hutan tropis sehingga membuat pulau ini masih mempunyai kadar polusi yang minim. Perpaduan antara kawasan pantai yang panas dan bukit yang sejuk membuat kontras. Apalagi dengan ketinggian yang tiba-tiba, kuping Anda akan berdengung karena tekanan oksigen yang berbeda.

Sesampainya dipuncak bukit yang disebut dengan Bukit Merdeka, kami segera berjalan kaki melihat kota Penang dari puncak. Jembatan terpanjang di Malaysia terlihat dengan jelas dan bahkan semenanjung Malaya. Udara segar segera berhembus dan membersihkan paru-paru kami. Beberapa kanak-kanak sekolah Malaysia sedang berdarmawisata kebukit merdeka ini. Dan dipuncak bukit ini tidak ada sesuatu yang menarik kecuali sensasi menaiki kereta dengan kemiringan 45 derajat dan city view from the top. Dipuncak bukit terdapat sebuah kuil Hindu dan Masjid, disini kami segera menuju ke kios untuk makan dan minum.

ABC atau Air Batu Campur alias Es Campur kalau di Indonesia...berisi es serut dengan ice cream, kacang merah dan siraman sirup. Bahkan ada menu Indonesia yaitu mie Jawa, mie Bandung dan Es Cendol, saya memesan mie bihun Singapore dan teman saya memesan nasi goreng serta nasi lemak serta satu es cendol. Es Cendol disini terasa aneh karena menggunakan gula jawa, cendol dan juga sirup jagung sehingga rasanya tidak karuan. Es Cendol ala Bandung atau Banjarnegara masih yang terbaik, tidak ada yang mengalahkan taste of Indonesia. We are the best in cuisines.

Setelah beristirahat kami bergegas turun dengan kereta listrik dan mendapatkan bagian paling ujung, paling menantang adrenaline kami. Karena dengan kemiringan 45 derajat dibawah kami, dengan jelas kereta ini berjalan dan rasanya membuat jantung berhenti sekejap. Alhamdullilah kami sudah tiba distasiun dan perjalanan  dilanjutkan ke Kuil Budha - Kuan Yin Temple.

Jarak dari Penang Hill ke Kuan Yin Temple bisa ditempuh selama 10 menit dengan taxi dan berjalan kaki 30 menit. Dengan taxi adalah pilihan terbaik dan sekali lagi kami harus naik taxi dan menawar karena tidak ada satu taxipun yang menggunakan argo meter. RM 50 adalah harga yang harus kami bayar dari Penang Hill - Kuan Yin Temple - Hotel. Supir taxi kami mau menunggu selama 30 menit ketika kami berkunjung ke kuil Budha ini yang berada di bukit sebelahnya.

Di sepanjang jalan menuju Kuan Yin Temple banyak ditemukan Chinese Restaurant dan tentu ada menu halal serta non halal. Kuil Budha ini cukup luas dengan sebuah patung Dewi Kuan Yin atau Kuan Im di Indonesia. Disepanjang pintu masuk terdapat beberapa pengemis peranakan yang meminta belas kasihan pengunjung, uang receh bisa digunakan untuk memberikan mereka sedekah. Untuk menuju ke puncak Dewi Kuan Yin setinggi 20 meter, bis ditempuh dengan taxi atau inclinator (kereta listrik) dengan kemiringian 45 derajat seharga RM 2 untuk return. Inclinator ini mengingatkan saya ketika berkunjung ke Ayana Rock Bar di Bali.

Dari puncak bukit ini kita bisa melihat patung Dewi Kuan Im yang sedang direnovasi serta pemandangan city view. Bagi saya kuil Budha ini tidak terlalu menarik kecuali sensasi inclinator dan patung raksasa Dewi Kuan Im, selebihnya hanya buatan manusia serta ruang untuk bermeditasi kepada Yang Kuasa bagi pemeluk Budha.

Kami segera turun kembali ke hotel dan sepanjang jalan kami bisa melihat begitu banyak gereja dibanding masjid. Betul...Pulau Penang adalah salahsatu kota multi etnis yang didiami Melayu, Cina dan India. Dan sejarahnya yang panjang membuat agama Kristen berkembang pesat dan bahkan komunitas Kristen terbesar di Malaysia Barat ada ditempat ini. Mereka hidup dengan damai.

Sesampainya dihotel, saya menyempatkan diri untuk membasuh badan di sharing bathroom dengan handuk hotel serta perlengkapan mandi lainnya. Pukul 05.00 sore kami harus sudah tiba di bandara Penang untuk melanjutkan perjalanan ke Bangkok. Taxi dari hotel menuju kebandara senilai RM 35, lebih murah dibanding sebelumnya. Penang, sebuah kota kecil yang sarat sejarah...dan saya akan kembali lagi untuk menikmatinya...I will be back..