Wednesday, October 12, 2011

Penang, Bangkok, Phuket - Part One

Jakarta - 6 Oktober 2011, the trip had been planned 4 months ago. Berawal dari penawaran murah airasia dengan rute Jakarta - Penang return kemudian berkembang menjadi Penang - Bangkok - Phuket overland. Tetapi karena faktor hari yang tidak terlalu panjang akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan pesawat airasia Penang - Bangkok, Bangkok - Phuket serta overland by bus Phuket - Penang.

Jadwal pesawat yang terlalu pagi membuat saya harus siap bangun jam 3.30 dan harus sudah tiba dibandara Soekarno Hatta pukul 04.30, beruntung saya sudah melakukan web check in sehingga tidak terlalu buru-buru. Sesampainya dibandara saya hanya mengurus bagasi dan tentu dengan tambahan harga Rp 150,000 melalui web.

Jam 05.30 kami take off dan tiba dibandara Penang International Airport pukul 09.00 - satu jam lebih cepat dari waktu Indonesia Bagian Barat. Inilah pertama kali saya menginjakkan kaki di Penang Island, sebuah pulau kecil dibagian barat Malaysia. Pulau Penang terkenal untuk berobat bagi warga Indonesia khususnya mereka yang tinggal di pulau Sumatera. Dan bahkan berobat dipulau ini lebih murah dibanding harus ke Singapore. Tidak aneh ketika saya tiba, beberapa petugas bandara sedang bersiap-siap memasukan penumpang dengan kursi roda, salahsatu fasilitas dibandara tersebut.

Bandara ini sedang dalam masa renovasi dan akan selesai diakhir tahun 2011 ini dan saya salut dengan pemerintah Malaysia sehingga membuat pulau kecil ini ramai dengan maskapai asing seperti pesawat Cathay, China Airways, Sriwijaya Air, dll. Bagaimana sebuah pulau kecil ini bisa menarik wisawatan asing untuk berkunjung? 40% wisawatan khusus untuk berobat disejumlah rumah sakit berstandar internasional, 20% untuk bisnis dan 40% tentu untuk wisata.

Selesai keluar dari imigrasi dan bagasi, kami segara bergegas keluar untuk mencari taxi. Sementara dibrosur pariwisata kami bisa menggunakan bus bandara ke Georgetown, kota kami selanjutnya. Tetapi tidak satupun Rapid Penang yang terlihat sehingga kami harus meneruskan perjalanan dengan taxi bandara senilai RM 45.

Perjalanan dari bandara Penang ke Georgetown membutuhkan waktu 30 menit saja. Sepanjang perjalanan kami dihibur dengan pemandangan gedung apartemen serta jembatan terpanjang di Malaysia yang menghubungkan kota Georgetown dengan Butterwoth disemenanjung Malaya.

Memasuki kota Georgetown, pemandangan berganti dengan perumahan kuno berarsitektur Peranakan Cina dan Eropa. Beberapa bangunan sangat terawat karena dijadikan hotel/motel bertarif terjangkau tetapi ada juga yang dibiarkan rusak dimakan usia. Taxi kami berhenti di Jalan Love Lane disebuah penginapan kecil bernama Civillian's Inn seharga Rp 100,000/malam.

Kerana kami hanya punya waktu hingga jam 5 sore waktu Penang, sehingga tidak perlu harus menginap dihotel yang mahal. Dihotel tersebut terlihat beberapa turis asing yang sedang check in, receptionist menerima kami dengan ramah dan menunjukkan kamar. Kamar seukuran 3 x 4 m yang dilengkapi fan tanpa ada TV or AC dan bahkan kamar mandi didalam. Tak apa, karena kami hanya membutuhkan kamar untuk menyimpan tas dan ganti baju. Dari Civillian's Inn kami berjalan kaki untuk mencari makan pagi.

Makanan halal adalah pilihan kami mengingat banyaknya kaum peranakan dikota ini sehingga kami harus memilih makanan yang halal dan salahsatunya yaitu Nasi Kandar. Nasi Kandar seperti makanan Padang tetapi dengan bumbu yang lebih kuat menyerupai masakan timur tengah. Direstoran ini, kita bisa memilih berbagai macam menu mulai dari nasi campur hingga roti prata. Menu nasi campur saya dengan cumi rebus dan bumbu kari seharga RM 10, cukup mahal buat saya.

Selesai makan pagi, kami bertiga harus berwisata dan salahsatunya yaitu Penang Hill. Dari Georgetown kami mempunyai 2 pilihan yaitu dengan taxi atau bus Rapid Penang nomor 204. Kekurangannya dari kota ini yaitu halte bus dan informasi bus nomor berapa yang harus kami tumpangi. Sehingga Anda harus proaktif mencari di internet. Bus Rapid Penang bahkan bisa berhenti menaikkan dan menurunkan penumpang dimana saja, walau kadang mereka tidak berani sembarangan khususnya ditempat-tempat yang terbuka.

Akhirnya taxi adalah pilihan kami, dari Georgetown ke Penang Hill harus dibayar RM 25 dengan jarak tempuh hanya 15 menit saja mengingat kota ini tidak besar jadi bisa ditempuh dengan singkat. Penang Hill salahsatu tourist attraction yang paling terkenal dikota ini, sebuah tempat pelesiran para bangsawan Inggris disebuah puncak bukit. Dan yang paling menarik adalah kereta bergerigi menuju kepuncak bukit tersebut yang dibuat pada tahun 1920an. Bukit setinggi 700 m tersebut harus ditempuh selama 10 menit dengan kereta listrik bertekhnologi modern. Kereta listrik tersebut baru saja selesai direnovasi.

Harga RM 30 untuk turis asing untuk return ticket cukup mahal, mengingat untuk warga Malaysia hanya membayar RM 8 saja/orang/return. Hari itu tidak terlalu ramai pengunjung, kereta semakin lama semakin mendaki dan apabila Anda takut ketinggian disarankan jangan mencoba karena kereta akan berjalan dengan kemiringan 45 - 50 derajat menuju kepuncak bukit. Ada beberapa pemberhentian buat masyarakat lokal dan digratiskan khusus bagi mereka yang tinggal dibukit tersebut.

Beberapa vila kuno terlihat diantara rerimbunan hutan hujan tropis yang masih terawat. Pulau Penang masih dikelilingi bukit dengan hutan tropis sehingga membuat pulau ini masih mempunyai kadar polusi yang minim. Perpaduan antara kawasan pantai yang panas dan bukit yang sejuk membuat kontras. Apalagi dengan ketinggian yang tiba-tiba, kuping Anda akan berdengung karena tekanan oksigen yang berbeda.

Sesampainya dipuncak bukit yang disebut dengan Bukit Merdeka, kami segera berjalan kaki melihat kota Penang dari puncak. Jembatan terpanjang di Malaysia terlihat dengan jelas dan bahkan semenanjung Malaya. Udara segar segera berhembus dan membersihkan paru-paru kami. Beberapa kanak-kanak sekolah Malaysia sedang berdarmawisata kebukit merdeka ini. Dan dipuncak bukit ini tidak ada sesuatu yang menarik kecuali sensasi menaiki kereta dengan kemiringan 45 derajat dan city view from the top. Dipuncak bukit terdapat sebuah kuil Hindu dan Masjid, disini kami segera menuju ke kios untuk makan dan minum.

ABC atau Air Batu Campur alias Es Campur kalau di Indonesia...berisi es serut dengan ice cream, kacang merah dan siraman sirup. Bahkan ada menu Indonesia yaitu mie Jawa, mie Bandung dan Es Cendol, saya memesan mie bihun Singapore dan teman saya memesan nasi goreng serta nasi lemak serta satu es cendol. Es Cendol disini terasa aneh karena menggunakan gula jawa, cendol dan juga sirup jagung sehingga rasanya tidak karuan. Es Cendol ala Bandung atau Banjarnegara masih yang terbaik, tidak ada yang mengalahkan taste of Indonesia. We are the best in cuisines.

Setelah beristirahat kami bergegas turun dengan kereta listrik dan mendapatkan bagian paling ujung, paling menantang adrenaline kami. Karena dengan kemiringan 45 derajat dibawah kami, dengan jelas kereta ini berjalan dan rasanya membuat jantung berhenti sekejap. Alhamdullilah kami sudah tiba distasiun dan perjalanan  dilanjutkan ke Kuil Budha - Kuan Yin Temple.

Jarak dari Penang Hill ke Kuan Yin Temple bisa ditempuh selama 10 menit dengan taxi dan berjalan kaki 30 menit. Dengan taxi adalah pilihan terbaik dan sekali lagi kami harus naik taxi dan menawar karena tidak ada satu taxipun yang menggunakan argo meter. RM 50 adalah harga yang harus kami bayar dari Penang Hill - Kuan Yin Temple - Hotel. Supir taxi kami mau menunggu selama 30 menit ketika kami berkunjung ke kuil Budha ini yang berada di bukit sebelahnya.

Di sepanjang jalan menuju Kuan Yin Temple banyak ditemukan Chinese Restaurant dan tentu ada menu halal serta non halal. Kuil Budha ini cukup luas dengan sebuah patung Dewi Kuan Yin atau Kuan Im di Indonesia. Disepanjang pintu masuk terdapat beberapa pengemis peranakan yang meminta belas kasihan pengunjung, uang receh bisa digunakan untuk memberikan mereka sedekah. Untuk menuju ke puncak Dewi Kuan Yin setinggi 20 meter, bis ditempuh dengan taxi atau inclinator (kereta listrik) dengan kemiringian 45 derajat seharga RM 2 untuk return. Inclinator ini mengingatkan saya ketika berkunjung ke Ayana Rock Bar di Bali.

Dari puncak bukit ini kita bisa melihat patung Dewi Kuan Im yang sedang direnovasi serta pemandangan city view. Bagi saya kuil Budha ini tidak terlalu menarik kecuali sensasi inclinator dan patung raksasa Dewi Kuan Im, selebihnya hanya buatan manusia serta ruang untuk bermeditasi kepada Yang Kuasa bagi pemeluk Budha.

Kami segera turun kembali ke hotel dan sepanjang jalan kami bisa melihat begitu banyak gereja dibanding masjid. Betul...Pulau Penang adalah salahsatu kota multi etnis yang didiami Melayu, Cina dan India. Dan sejarahnya yang panjang membuat agama Kristen berkembang pesat dan bahkan komunitas Kristen terbesar di Malaysia Barat ada ditempat ini. Mereka hidup dengan damai.

Sesampainya dihotel, saya menyempatkan diri untuk membasuh badan di sharing bathroom dengan handuk hotel serta perlengkapan mandi lainnya. Pukul 05.00 sore kami harus sudah tiba di bandara Penang untuk melanjutkan perjalanan ke Bangkok. Taxi dari hotel menuju kebandara senilai RM 35, lebih murah dibanding sebelumnya. Penang, sebuah kota kecil yang sarat sejarah...dan saya akan kembali lagi untuk menikmatinya...I will be back..

5 comments: