Wednesday, August 27, 2008

Psychonomy Maniac

Setelah membaca tajuk harian Kompas tertanggal 27 Agustus 2008 kemarin tentang kenaikan harga gas elpiji dipasaran, saya jadi ingat bagaimana mama saya dengan sedih melihat tayangan berita di TV nasional mengenai kenaikan harga tersebut. Para ibu rumah tangga, jutaan keluarga dan para pedagang makanan seakan hendak menjerit seketika sewaktu tahu bahwa harga gas naik.

Baru awal tahun 2008 ini harga BBM juga naik mengingat kenaikan harga minyak yang semakin menggila akibat ulah para spekulan dunia yang ingin mendapatkan keuntungan sesaat dari membumbungnya harga minyak bumi. Kini Pertamina menaikkan harga gas elpiji disaat pemerintah sedang melancarkan program konversi dari minyak tanah ke gas elpiji.

 

Padahal Indonesia dikenal sebagai penghasil gas alam terbesar didunia di era 80 dan 90an dan kini rakyat yang harus menderita akibat dikurasnya pasokan migas untuk ekspor dengan harga jual yang rendah.

 

Psychonomy maniac saya ambil dari gabungan kata-kata psycho, economy dan maniac, yang berarti gangguan kejiwaan yang diakibatkan oleh faktor ekonomi  . Gejala psychonomy maniac mulai terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan kenaikan harga sembako serta migas yang semakin menggila, membuat gejala psychonomic maniac mudah merebak dikalangan masyarakat bawah dengan penghasilan rendah perbulannya.

 

Ada beberapa kasus yang disebabkan oleh psychonomy maniac seperti sex abuse (penyalahgunaan sexual), kekerasan pada rumah tangga, child abuse (kekerasan pada anak-anak) dan pembunuhan. Saat ini yang semakin santer terdengar adalah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan pada anak-anak yang umumnya masih di bawah umur. Seperti yang dilansir oleh media massa nasional, seorang ibu rumah tangga menggigit leher anaknya hingga tewas. Ibu tersebut secara tidak sengaja menggigit leher anaknya hingga tewas karena ia tidak bisa membelikan jajan untuk anaknya yang sering merengek. Polisi juga menduga si ibu mengalami depresi berat karena ditinggal oleh sang suami sehingga keadaan ekonominya memburuk.

 

Kasus lain juga muncul baru-baru ini di Pekalongan – Jawa Tengah, disaat seorang bapak tega menggantung anaknya yang berumur 8 tahun disebatang pohon mangga. Menurut laporan kepolisian, si bapak mengalami depresi hebat karena sudah lama menganggur dan kemiskinan serta ia tidak menerima BLT (bantuan langsung  tunai). Nusa Tenggara Barat serta Sumatra Utara juga ditemukan kasus bunuh diri dalam satu keluarga inti. Sang ibu memberikan minuman racun kepada dua anaknya dan kemudian ia meminum sendiri racun tersebut.

 

Pelecehan seksual juga merebak, bukan hal aneh apabila saat ini kita sering mendengar seorang Bapak menghamili anak kandungnya atau seorang Ibu di Jambi dihamili oleh anak kandungnya sendiri. Faktor ekonomi menjadi salahsatu alasan mereka mengapa melakukan hal yang dilarang oleh agama. Penurunan moral akibat semakin kerasnya hidup menjadi pemicu gangguan jiwa seseorang.

 

Bahkan pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Ryan, salahsatu motif utamanya adalah ekonomi. Pelaku ingin menguasai harta milik korban dan hidup mewah layaknya tampilan para pesohor dilayar sinetron TV.

 

Kaum ibu rumah tangga dan anak-anak adalah yang paling rentan akibat kenaikan harga BBM, gas dan pangan.  Kaum ibu rumah tangga yang selalu berkutat didapur, memikirkan menu makanan yang akan dimasak dan disantap untuk keluarganya semakin rentan terhadap gangguan kejiwaan. Anak-anak adalah salahsatu korban selanjutnya apabila sang ibu/bapak mengalami depresi hebat akibat faktor ekonomi tersebut.

 

Pebisnis makanan adalah korban selanjutnya, pedagang sekoteng dan roti bakar yang biasa lewat depan rumah saya diwaktu malam, kini entah kemana nasibnya. Sudah hampir 1 bulan ini, pedagang tersebut tidak jualan dan keliling diperumahan kami. Mungkin karena kenaikan harga makanan dan BBM membuat mereka gulung tikar atau tidak berjualan dulu sementara. Padahal bisnis makanan adalah salahsatu usaha yang bisa bertahan pada saat krisis ekonomi di tahun 1997-2001 menerjang Indonesia.

 

Sudah seharusnya pemerintah saat ini memperhatikan masyarakat bawah yang paling rentan terhadap kenaikan harga BBM, gas dan pangan. Program konversi dikatakan gagal dalam hal ini apabila terus dipaksakan tanpa ada subsidi yang jelas dan kontrol yang kuat dari hulu ke hilir. Dipasaran saja, antre minyak tanah sudah seperti antre sembako diera tahun 65an pada waktu Indonesia mengalami deflasi. Kini pasokan gas elpiji tabung 3 kg dan 12 kg juga tersendat, sehingga menyusahkan para agen penjual dan pembeli.

 

Sebentar lagi menjelang bulan puasa dan hari besar keagamaan yang otomatis mendorong kenaikan harga bahan pangan, bisa dipastikan banyak kaum ibu rumah tangga yang menjerit. Seperti yang sudah digambarkan tentang era jaman edan oleh Sastrawan Jawa terkemuka dimasanya, Joyoboyo.

 

Akeh Wong Limbung

Bewildered persons will be everywhere

 

Akeh Wong edan, jahat lan kelangan akal budi.

Many will be insane, cruel, immoral

 

Tindake menungsa saya kuciwa

Human behaviour will fall short of moral enlightment

 

Angkara murka ngombro-ombro

Ruthless will be everywhere

 

Agama ditantang

Religion will be questioned

 

Ukum dilanggar

Religious law will be broken

 

Perikemanusiaan di iles-iles

Human rights will be violated

 

Kasusilaan ditinggal

Ethics will be left behind

No comments:

Post a Comment