Sunday, February 22, 2009

Penangkaran Rusa di Jonggol




Perjalanan saya kali ini ke kota Bandung melewati rute yang tidak biasa, dari Bekasi saya menempuh perjalanan darat melalui Cibubur – Jonggol – Cianjur – Ciatatah – Padalarang – Cimahi – Bandung yang menghabiskan waktu sekitar 3 jam lebih. Joggol mengingatkan saya akan sebuah kota mandiri yang pernah dihembuskan pada jaman Orde Baru dimana pusat pemerintahan di ibukota Jakarta akan direlokasi ketempat yang baru sesuai Kepres RI tahun 1997. Berikut ini laman yang memuat kepres tersebut http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=1900+97&f=Keppres1-1997.htm.

Dan berikut ini informasi mengenai pembangunan kota satelit Jonggol http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/11/29/0100.html

Kini Jonggol nasibnya tidak jelas dan blue print pembangunan kota satelit tersebut sudah dibangun oleh pemerintah Malaysia yang menjadikannya salahsatu kota Bandar termodern di negri jiran tersebut, kota Putrajaya. Malaysia sudah berhasil membangun dan memindahkan pusat pemerintahan kedalam sebuah kota satelit yang modern dan menjadi salahsatu tempat wisata yang menarik. Malaysia memang Boleh, mengingat slogan pembangunan mereka yang berkesinambungan. Saya jadi iri!!

Kota Jonggol merupakan wilayah yang subur dan terletak pada ketinggian 150 – 250 dpl dan dilewati oleh beberapa sungai besar yang menarik. Bahkan bisa dibilang kota Jonggol merupakan salahsatu lumbung padi di propinsi Jawa Barat mengingat sepanjang jalan saya melihat ribuan hektar sawah dengan padinya yang menguning dan siap dipanen.

Pada saat saya melewati jalur alternatif Jonggol, saya menemukan tempat yang menarik yaitu sebuah tempat penangkaran rusa. Letaknya di desa Buana Jaya, Jonggol, Jawa Barat. Berada diketinggian sekitar 250 dpl dengan hawa yang sejuk sekitar 25 derajat Celcius membuat tempat ini layak dikunjungi ketika kita mengambil jalur alternatif ini. Jaraknya sekitar 1,5 jam perjalanan dari kota Cibubur – Jonggol.

Jalan masuknya cukup untuk dilewati oleh satu mobil dan masih belum dihotmix lagi. Dari jalan raya Jonggol untuk memasuki area pintu masuknya dibutuhkan waktu sekitar 10 menit. Begitu sampai dipintu masuk, kita akan dipungut bayaran sebesar Rp 5,500 saja/orang. Sangat murah sekali dan bahkan tempat ini buka 24 jam karena ada camping groundnya.

Selesai membayar tiket masuk, kita akan disambut oleh sebuah tantangan yaitu menyebrangi jembatan gantung. Jembatan gantung sepanjang 20 – 30 m berada diatas sebuah sungai yang tidak terlalu dalam tapi berair cukup deras apalagi saat dimusim hujan seperti ini. Ketika saya melewati jembatan gantung ini, cukup ngeri juga karena otomatis akan segera bergoyang mengikuti ayunan tubuh kita ketika melewati jembatan yang beralaskan bambu ini. Perlahan-lahan saya melewati jembatan ini dengan pemandangan sungai yang cukup menawan, walau airnya waktu itu cukup keruh karena musim hujan dan berbatu-batu.
Dibutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk melewati jembatan tersebut dan bahkan saya harus berhenti ketika berpapasan dengan orang lain yang ingin menyebrang juga. Perjalanan masih dilanjutkan sekitar 300 meter dari jembatan gantung untuk menuju lokasi penangkaran rusa. Sisi kiri masih dihiasi oleh pemandangan sungai dan sisi kanan pemandangan hutan pinus. Tidak ada informasi yang cukup memadai mengenai tempat wisata ini. Inilah salahsatu kekurangan Indonesia dalam mengemas obyek wisata agar menarik pengunjung untuk datang. No brochure and nothing!!

Hanya ada satu penunjuk arah mengenai curug kembar tapi saya tidak tahu berapa lama menuju kelokasi air terjun tersebut. Untuk menuju kelokasi penangkaran rusa saja, saya harus bertanya ke pencari rumput disekitar lokasi. Perjalanan mendaki harus dijalani dan tidak berapa lama dengan nafas yang terengah-engah, saya menemukan pintu masuk kawasan penangkaran rusa. Ada beberapa warung makan didalam lokasi tersebut. Hari minggu kemarin cukup sepi pengunjung dan hanya terlihat satu keluarga yang sedang asyik makan ditepian sungai sambil menggelar tikar dan sepasang muda mudi yang sedang berpacaran.

Dari informasi didunia maya yang saya dapatkan, lokasi wisata ini dibuat pada tahun 1993 dilahan seluas 5 hektar ini terdapat 70 ekor rusa. Padahal idealnya hanya 10 rusa untuk luas 1 hektar. Diarea ini kita bisa menyaksikan beberapa ekor jenis rusa seperti rusa totol, rusa jawa serta rusa bawean. Konon lokasi ini memang dibuat untuk menampung rusa yang berlebih dari istana Bogor dan bahkan rusa dilokasi ini bisa dibeli untuk diambil dagingnya. Daging rusa memang terkenal enak, walau saya belum pernah mencicipi. Tapi dari menurut cerita Bapak saya ketika bertugas di Timor Timur (sekarang Timor Leste) pada tahun 1975 - 1976, masyarakat kota Dili hanya mengkonsumsi daging rusa dan babi. Tidak ada pedagang daging ayam, kambing atau sapi, maklum karena kehidupan mereka begitu minus ketika penjajahan Portugis.

Kembali ke penangkaran rusa, masyarakat bisa membeli rusa peliharaan tersebut. Jika berminat, permohonan membeli harus diajukan kepada Dinas Perhutani Kabupaten Bogor, yang berkantor di Cibinong. Harga rusa sekitar Rp 2,5 – 3 juta per ekor. Hanya saja, tidak setiap saat permohonan membeli rusa itu dapat dikabulkan. Penjualan rusa bisa dilakukan pada saat populasi rusa berlebih.

Setiap pengunjung bisa memberi makan rusa berupa umbi-umbian yang dijual ditempat tersebut. Sayang saya tidak bisa berlama-lama karena mendung sudah diatas kepala dan sepertinya hujan lebat akan turun. Sehingga saya harus kembali menuju tempat parkir. Ingin rasanya kembali dan menikmati air sungai Cibeet disaat musim kemarau, karena airnya pasti cukup bersih dan menyegarkan. Karena dimusim hujan seperti ini debit airnya sering tidak menentu.

Perjalanan dilanjutkan, Cariu – Cianjur harus dilalui dengan susah payah karena ada beberapa titik jalan yang longsor dan berlubang. Perkiraan saya jalanan tersebut rusak parah karena memang kontur tanah yang labil serta truk-truk pengangkut tanah serta batu selalu melewati jalur alternatif tersebut. Beberapa kelokan harus dilalui bergantian karena cukup membahayakan untuk dilewati.

Kawasan perbukitan yang dulunya hijau royo – royo karena masih hutan lebat kini tinggal sebagian dan sebagian lagi bukitnya digali untuk diambil tanah, pasir dan bebatuan. Beberapa lokasi bukit memang mengandung tambang batu kapur. Padahal ketika saya lewati kemarin kabut mulai turun dan menambah asrinya suasana. Pemda Cianjur seharusnya melarang sejumlah penambangan liar dan pembabatan hutan disekitar lokasi, karena longsornya tanah menjadi beban tersendiri nantinya.

Belum lagi penggundulan hutan yang membabi buta disekitar lokasi dan bahkan penduduk sekitar menanami bukit dengan pohon pisang. Pohon pisang tidak mempunyai kekuatan yang baik untuk menahan longsor. Semenjak reformasi bergulir nasib Jonggol dan area sekitarnya memang terbelengkalai. Seperti seorang raksasa yang tidur dan digerogoti penyakit.

3 comments:

  1. keren nih Rip..
    pengen cebar cebur
    hehe

    ReplyDelete
  2. iya tapi jangan sekarang karena lagi musim hujan ipan...
    nanti kena banjir bandang lho...musim kering aja pasti seru

    ReplyDelete
  3. Poto2 di sini kayanya keren deh mas...

    ReplyDelete