Wednesday, November 12, 2008

Ironi Sawit

Beberapa waktu yang lalu saya pernah menulis tentang euforia para pemilik lahan di Indonesia untuk menanami lahannya dan bahkan menebang hutan alam menjadi kelapa sawit. Mereka tergiur dengan keuntungan besar karena harga sawit yang tinggi serta panen 2 x dalam sebulan. Minimal petani sawit bisa mendapatkan keuntungan bersih perhektarnya sekitar Rp 20,000,000/hektar/bulan.

Akibatnya jutaan hektar lahan hutan di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua telah berubah menjadi lahan kelapa sawit yang keliatan hijau royo-royo dari udara tetapi sebenarnya akan menjadi momok bagi masa depan. Pembukaan lahan hutan menghabiskan plasma nutfa asli daerah sekitar dan bahkan segala macam hewan khas daerah tersebut. Tanah tidak akan subur lagi sekitar 60 - 90 tahun kemudian. Karena rakusnya tanaman sawit dalam menghisap air dan unsur hara (kesuburan tanah).

Beberapa waktu ini, saya sering membawa tentang para petani sawit yang mengeluh karena harga sawit yang anjlok dipasaran. Bayangkan harga sawit mereka hanya dihargai Rp 350/kg/tandan sawit dari semula Rp 4000/kg/tandan sawit segar. Turunnya harga sawit karena krisis ekonomi global yang sedang menyeruak saat ini. Selain itu para pemilik pabrik pengolah kelapa sawit juga kelebihan pasokan minyak yang tidak bisa diekspor karena turunnya permintaan dari luar negeri.

Akibatnya kini ribuan petani menanggung akibatnya, mereka membiarkan saja kelapa sawit mereka hingga membusuk karena tidak sanggup membayar ongkos pekerja, tidak sanggup membeli pupuk, kerugian ditaksir miliaran rupiah. Para petani yang notabene OKB (orang kaya baru) belum mampu secara bijak mengelola kekayaan mereka yang didapat dari bertani sawit sebelumnya. Sewaktu saya berada didaerah Labuhan Batu sekitar 7 jam dari kota Medan, jutaan hektar lahan kelapa sawit telah merubah kehidupan sebagian para petani. Rumah-rumah mewah berdiri tegak, mobil jenis terbaru bersliweran dijalan-jalan yang masih belum mulus, perhiasan emas menjuntai ditubuh mereka dan bahkan mereka sangat konsumtif sekali. Yang penting mereka bisa hidup mewah, memakai gelang emas dan kalung emas sebesar rantai pun kalau bisa dipertunjukkan.

Jarang yang mendiversifikasikan bisnis mereka selain kelapa sawit, walau ada beberapa yang mencoba rumah makan atau toko dari hasil bertani sawit. Dan kini, banyak petani sawit yang stress berat karena merugi. Dalam waktu dua bulan ini mereka tidak menerima uang dari hasil panen sawit, karena pabrik pengolah kelapa sawit menolak membeli kelapa sawit mereka. Dan bahkan dijual ke tengkulak hanya laku Rp 350/kg.....ironis!!

Pagi ini saya baca di media massa, seorang Ibu di Pekanbaru, Riau ditemukan tekah tewas dalam keadaan hangus terbakar. Karena stress berat, suaminya yang semula kaya raya harus rugi besar akibat sawit. Kebun sawit seluas 18 hektar telah dijual murah hingga ludes semua. Bahkan rumahnya yang besar pun turut dijual dan tinggal disebuah rumah kecil. Si ibu bunuh diri dengan membakar diri.

Tapi anehnya hingga sekarang pemerintah sepertinya tidak mau tahu tentang hal ini, pemanfaatan kelapa sawit sebagai bahan baku bio diesel sangat besar sekali. Apabila pabrik menolak, maka seharusnya dicarikan jalan keluar bagaimana hasil panen sawit dapat terbeli dan dijadikan bahan bakar biodiesel. Sampai saat ini saja, program Bio Diesel dari pemerintah hanya program just talk, no action!!

Bukan itu saja, harga minyak goreng pun masih sama sekitar Rp 16,000 - 21,000/kemasan 2 kg. Padahal harga CPO sedang turun, seharusnya harga minyak gorengpun harus diturunkan, agar masyarakat kecil bisa menikmati harga minyak goreng yang murah lagi. Oh iya saya lupa, pemerintah sedang sibuk mengurus hal-hal yang makro sampai lupa masalah yang mikro padahal pelik. Urusan penurunan harga BBM aja harus diudek-udek dulu baru diturunkan per 1 Desember nanti dan itupun konon hanya bensin saja, lha solar kepiye?? Nelayan ngganggo opo to pak....??

7 comments:

  1. well di sini juga lagi gencar2nya pembukaan lahan untuk kelapa sawit
    begitu juga iklan2 lowongan pekerjaan untuk ditempatkan di camp kelapa sawit begitu menjamur.
    tetapi emang mirisnya harga minyak goreng tetap sulit terjangkau oleh semua kalangan.

    ReplyDelete
  2. lho memang kamu dimana sekarang? nggak dijakarta toh?
    kalau masalah vacancy di sawit mah...udah nggak tertarik lagi
    semenjak tahu bahwa sawit membahayakan lingkungan
    dan banyak pabrik kelapa sawit yang mencemari lingkungan, jadi agak males...

    ReplyDelete
  3. miris.. tapi (lebih miris lagi) sy ga bisa ngapain2..

    ReplyDelete
  4. berarti...bener pilihan sy untuk gak ambil tawaran di perkebunan sawit medan taun lalu, pdhl waktu itu udah siap berangkat....apalagi stlh itu perusahaannya rame kena kasus pengelapan pajak....

    ReplyDelete
  5. yap......banyak perusahaan kelapa sawit yg bermasalah.....makanya jadi pilihan akhir buat ngelmar kerjaan

    ReplyDelete
  6. salam..
    saat ini saya menjual CD cara berkebun kelapa sawit yang benar, hanya dengan harga 50 ribu/CD. jika ada yang berminat silahkan hub.saya di 081-911857815 atau email rozi679@gmail.com.

    terima kasih

    ReplyDelete