Sunday, December 13, 2009

Colorful Cirebon




Perjalanan minggu pagi itu menempuh jarak 90 km dari kota Bandung melewati Sumedang – Majalengka – Cirebon dan menghabiskan waktu selama 3 jam perjalanan. Baru kali ini saya melewati jalan alternative menuju kota Cirebon dan cukup menyenangkan melawati hutan pinus dan hutan jati dengan udara yang cukup sejuk. Memasuki kota Majalengka kita bisa menyaksikan home industry genting dan batu bata merah yang ternyata sudah dilakukan sejak jaman Belanda.

Memasuki kota Palimanan di Cirebon, hawa panas segera menyeruak, maklum karena kota Cirebon berada ditepi pantai. Kota pelabuhan tua ini agak terlupakan padahal menyimpan banyak tempat wisata sejarah yang menarik, Kali ini saya langsung menuju ke Keraton Kasepuhan – salahsatu istana tertua di kota Cirebon yang dibangun pada jaman Walisongo.

Cirebon sendiri mempunyai empat keraton yaitu Kraton Kasepuhan (yang tertua), Kanoman, Kacirebonan dan Kaprabonan. Tiket masuk ke istana tua ini cukup murah hanya Rp 3000/pax saja dan seorang guide resmi istana sudah siap mengantar kita berkeliling istana. Istana tua ini dibangun pada tahun 1529 dan banyak mendapat pengaruh dari berbagai budaya mulai dari kerajaan Hindu Majapahit, Cina, India dan Eropa (Belanda). Maklum karena letak kota Cirebon sangat strategis dan salahsatu pelabuhan tersibuk dijamannya.

Tembok keraton yang terbuat batu bata merah mengingatkan saya pada gerbang Majapahit di Trowulan, Jawa Timur. Ketika Islam masuk kepulau Jawa, kerajaan Padjajaran yang beragama Hindu bergeser keselatan sehingga Prabu Siliwangi harus memindahkan kerajaannya. Bangunan keraton ini memang tidak semegah seperti istana di Yogyakarta dan Solo. Istana ini terkesan lebih sederhana tapi kaya akan ornament hiasan dari berbagai macam budaya. Ada ukiran dari India, Cina, lampu gantung dari Perancis yang dulu diberi lilin dan minyak kelapa, marmer dari Cina, ratusan keramik yang ditempel didinding istana mulai dari tembok hingga tembok dinding istana.

Tapi saying ada beberapa bagian istana yang membutuhkan perawatan dan biayanya cukup tinggi seperti disayap kanan dan kiri keraton yang menyimpan benda-benda pusaka. Ruangan ini tidak berpendingin ruangan sehingga menyebabkan agak terlihat kusam dan beberapa penjaga juga sangat mengharapkan sumbangan dari para pengunjung keraton, alhasil saya yang memang sudah menyiapkan uang kecil harus mengeluarkan uang untuk diberikan kepada mereka sebagai imbal jasa memasuki museum benda pusaka.

Yang paling menarik adalah salahsatu isi dinding dalam istana yang dihiasi oleh ratusan keramik kuno dari kota Delft – Belanda. Ada salahsatu bagian dinding istana berhiaskan keramik dengan cerita dari Injil berisi kisah Adam – Hawa hingga penyaliban Jesus. Karena dulu yang memasang keramik tersebut bukan orang kristiani maka tata letak cerita keramik tersebut berantakan. Tapi hal ini uniknya karena kalau kita perhatikan ada sebuah cerita bergambar dari keramik tersebut.

Kereta kuda untuk Sang Raja masih tersimpan apik dan tampak megah, kereta kuda yang terbuat dari kayu jati berumur ratusan tahun ini merupakan perpaduan dari 3 budaya yaitu Cina, India dan Hindu. Replika kereta kuda juga tersimpan dengan rapi dibagian belakang dan tiap tahun selalu dinaiki oleh sang Raja untuk berkeliling kota setiap hari jadi kota Cirebon setiap tanggal 1 Hijriah.

Yang unik ada sebuah lukisan Prabu Siliwangi 3 dimensi, lukisan ini dibuat oleh seorang pelukis supranatural melalui sebuah mimpi. Dan dalam mimpi tersebut ia minta agar diantarkan lukisan tersebut ke Keraton Kasepuhan, Cirebon. Dari berbagai sisi, kita bisa melihat mata sang Prabu yang bisa berubah kesegala arah. Konon Prabu Siliwangi moksa didaerah Ranca Maya, Bogor dikaki gunung Gede, Jawa Barat. Dan bahkan situsnya Prabu Siliwangi dijadikan sebagai pura Hindu terbesar di pulau Jawa.

Selepas dari istana ini saya menyebrang ke Masjid buatan Wali Songo – masjid Agung Sang Cipta Rasa. Masjid merah lebih cocok dijuluki karena dindinnya terbuat dari batu bata merah dengan soko guru dari pohon jati tua yang sudah berumur ratusan tahun. Bagian dalam masjid terdapat sebuah dinding yang digunakan untuk kaum istana dan Raja untuk sholat. Pintu masuk kebagian dalam ini sangat kecil dan berdinding rendah agar setiap orang yang memasuki masjid ini selalu rendah hati.

Disebrang masjid terdapat sebuah alun-alun kuno dan Syeh Siti Jenar dihukum mati dialun-alun ini. Sebuah tragedy politik dijaman walisongo. Selepas sholat dzuhur saya mencoba makan Nasi Jamblang Mang Doel didepan Grage Mall tapi sayang sudah tutup karena hanya buka sampai jam 12 siang. Tapi banyak pedagang lain yang menjual Nasi Jamblang dan Empal Gentong – makanan khas kota pelabuhan ini. Nasi Jamblang dibungkus daun jati sehingga mempunyai aroma yang khas dengan pilihan menu makanan yang beragam mulai dari sate kerang, telur, dll. Sementara Empal Gentong lebih mirip soto kaki sapi dan rasanya juga sedap.

Tanggal 18 Desember 2009 ini akan ada kirab prajurit dan pesta adat untuk memperingati hari jadi kota Cirebon dan juga Tahun Baru Islam 1431 H. Sebuah pesta seni yang menarik dan tidak akan terlupakan. Jadi masih bingung memutuskan mau kemana libur long weekend ini…Cirebon adalah pilihan yang tepat bagi Anda. Naik kereta api dari Jakarta atau dari Bandung, dalam waktu 3-5 jam sudah bisa ditempuh. Batik trusmi juga bisa menjadi pilihan widsata belanja dengan motif mega mendungnya yang terkenal…..Cirebon sebuah kota pelabuhan tua yang sangat menarik dan bahkan lebih indah dari kota Malaka dinegri jiran.

6 comments:

  1. persis yah seperti gerbang makam di kota gede, jogja.

    ReplyDelete
  2. yup....kan sama2 peninggalan kerajaan Hindu Majapahit...jadi masih ada pengaruh hindunya..

    ReplyDelete
  3. singa barong..lambang kerajaan Cirebon waktu itu dan konon singa adalah kendaraan Prabu Siliwangi...makanya nggak aneh kalau logo Kodim Siliwangi adalah seekor macan/singa. Kalau menurut saya sikh ada pengaruh dari India/Eropa..kebanyakan maskot/simbol kerajaan kuno yaitu singa.....simbol supremasi/kekuatan

    ReplyDelete