Tuesday, December 25, 2007

Misa Natal dalam Tradisi Lokal

                Bunyi gending Jawa mengalun dengan indannya pada perayaan misa Natal yang dilangsungkan di Gereja Darurat Hati Kudus, Desa Ganjuran, Bantul, Yogyakarta. Ribuan umat Kristiani memenuhi setiap ruang yang disediakan di gereja tersebut. Beberapa wanita dalam balutan busana Jawa mengiringi langkah Romo yang akan memimpin jalannya perayaan Natal malam itu.

                Nyanyian liturgi yang dibawakan dalam bahasa Jawa kromo inggil (tingkatan bahasa Jawa yang paling halus) mengiringi pembukaan perayaan Natal malam itu. Sementara para umat duduk lesehan dengan beralaskan tikar dengan atap yang terbuat dari rumbia serta ditopang oleh bambu, yang terkesan sangat sederhana sekali tetapi dibuat dengan penuh sukacita. Mengingatkan akan tempat kelahiran Yesus Kristus yang lahir dalam palungan bukan disebuah rumah sakit bersalin yang mewah.

                Tampak beberapa penari berbusana Jawa memasuki pelataran gereja, mereka menggunakan kebaya berwarna hijau, memakai kerudung berwarna oranye, berkain batik Jawa. Dibelakangnya tampak dua orang penari, seorang pria dan wanita yang mengenakan busana adat Jawa berwarna putih serta menggunakan kain batik layaknya sepasang pengantin dan membawa sebuah boneka yang menggambarkan Yusuf dan Maria membawa bayi Jesus. Sangat unik sekali perayaan misa Natal kali ini

                Perayaan misa Natal kali ini dilangsungkan dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan Jawa. Altarnya sendiri menyerupai sebuah candi Hindu Jawa mengingat Yogyakarta dan sekitarnya terkenal akan keindahan peninggalan candi Hindu dan Budhanya. Candi Hati Kudus mempunya tiga jenjang atap dan didalamnya terdapat arca Jesus yang dibuat dari pahatan batu gunung dan dikalungi rangkaian bunga melati serta taburan mawar beraneka warna di kaki arca tersebut. Hiasan lilin terdapat disekitar muka candi.

Gereja darurat di desa Ganjuran sendiri, semasa gempa bumi besar melanda Yogyakarta dan sekitarnya mengalami kerusakan parah. Saya masih ingat waktu 1 minggu setelah gempa terjadi, saya berkunjung ke Yogya untuk melakukan bakti sosial. Saya menyempatkan berkeliling kota Yogya dengan naik motor bersama teman saya, saya sempat melihat keadaan beberapa tempat ibadah yang rusak karena gempa termasuk gereja di Ganjuran tersebut.

                Hujan mulai membasahi desa Ganjuran, tapi antusiasme umat masih sangat besar.  Liturgi ekaristi (penyatuan diri antara umat dan tubuh Jesus) dimulai dengan gending Jawa serta iring-iringan tarian Jawa dan beberapa diantaranya membawa persembahan berupa rangkaian bunga, buah-buahan, sayur-sayuran, nasi tumpeng dan isinya, minuman anggur yang telah disucikan serta roti kudus (hosti). Setelah diberkahi oleh sang Romo (panggilan imam katolik/pastor dalam bahasa Jawa) dalam  bahasa Jawa Kromo Inggil, roti kudus dibagikan kepada para umat.

Suci, suci, suci

Gusti Allahing Alam Sawegung

Swarga Lan Donya

Penuhing Kamulyan Dalem

Linuhurna, Linuhurna, Ing Salam - Salami

Pinuji Ingkang Rawuh

 

Perayaan ekaristi malam tersebut ditutup dengan pembacaan,

Ayem tentrem, ayen tentrem (salam damai, salam damai)

 

Para umat saling bersalaman-salaman satu sama lain mengucapkan selamat Natal kepara para handai taulan yang hadir malam itu. Umat yang hadir tampak sangat sederhana sekali, mereka tidak memakai gaun malam terbaru buatan perancang terkenal atau jas dengan kemeja serta dasi terbaru. Mereka hanya memakai baju yang sederhana sekali, memakai batik para prianya dan yang wanita tampak memakai atasan kebaya atau baju sehari-hari....tapi tampak bersahaja.          

 

Umat diperciki oleh tirta perwita sari (air suci) yang muncul dari bawah tanah di sekitar gereja dan taburan bunga mawar serta melati. Misa telah berakhir........Gloria In Excelsis Deo..

 

Yogya merupakan sebuah kota yang tidak saya lupakan dalam hidup saya, karena pada tahun 1995 – 1996 saya pernah tinggal di Babarsari – samping Unika Atmajaya. Dari sanalah saya mulai mencintai kota ini, kota yang sangat artistik sekali buat saya dari sisi budaya, arsitektur, keramahan masyarakat lokalnya serta keragaman agama yang saling menghormati satu sama lain. Tidak pernah saya mendengar sebuah tempat ibadah dirusak oleh massa bahkan pada saat krisis bangsa terjadi pertengahan tahun 1998.

 

                Yogya adalah tempat yang aman dan nyaman, berbagai macam umat dan keyakinan hidup berdampingan satu sama lain. Sungguh indah sekali .........

                Apabila kita mengarah ke jalan Kaliurang, disisi kanan jalan akan ditemukan sebuah tempat pendidikan para Romo (Seminari) dan salahsatu teman saya semasa sekolah SMA melanjutkan pendidikannya di seminari tersebut. Saya dulu dari TK – SMA bersekolah di satu sekolah yang sama – sekolah Katolik Marsudirini, walaupun saya dan keluarga adalah muslim. Dulu tradisi misa Natal di sekolah saya masih mendapatkan pengaruh budaya Jawa. Maklum hampir 80% para guru dan bahkan suster (kepala sekolah) sekolah saya berasal dari Jawa (Muntilan, Magelang, Yogya, Solo, dll).

                Saya selalu mengikuti misa Natal setiap malam Natal berlangsung. Pada tahun lalu, misa Natal dilangsungkan di goa Maria, Yogya yang masih bernuansa Jawa. Sedangkan misa Natal pada pagi harinya berlangsung dalam nuansa budaya Sunda yang kental. Maklum misa Natal dilakukan di gereja Katolik Kuningan, Jawa Barat. Dan saya baru tahu bahwa di Kuningan juga terdapat komunitas umat Katolik yang sudah berkembang dari pertengahan tahun 1960an. Sejarahnya dulu seorang keturunan bangsawan yang sangat dihormati di Kuningan harus memilih, karena situasi politik yang tidak menentu saat itu, terutama semasa berkembangnya komunisme di Indonesia.

                Ia dan para pengikutnya memeluk agama Katolik, tetapi sebenarnya agama Katolik sudah berkembang pada masa penjajahan Belanda. Kuningan adalah suatu wilayah pegunungan di selatan kota Cirebon dan dulu kala sering dijadikan tempat peristirahatan oleh para kompeni. Saat ini masyarakat Katolik di Kuningan hidup berdampingan dengan mayoritas masyarakat muslim.

                Beberapa tahun yang lalu, misa Natal dilangsungkan dengan tradisi masyarakat Oseng di Banyuwangi, Jawa Timur. Dikota Banyuwangi juga ada komunitas umat Katolik yang sebenarnya berada di wilayah tapal kuda. Seperti kita ketahui wilayah tapal kuda (Probolinggo, Pasuruan, Jember, Banyuwangi) merupakan tempat mayoritas masyarakat muslim Nadhatul Ulama. Tapi mereka bisa hidup berdampingan, tanpa gesekan yang berarti. Misa Natal kali itu dilantunkan dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Oseng (banyuwangi), unik sekali....

                Bahkan saya baru mengetahui bahwa di wilayah Kampung Sawah, Jatimulya, Bekasi Barat yang notabene hanya berjarak 5 kilometer dari tempat tinggal saya, terdapat sebuah gereja Servitius. Keunikan misa Natal di gereja Servitius atau terkenal dengan nama Gereja Kampung Sawah dilakukan dalam tradisi budaya Betawi. Para umat yang hadir menggunakan kebaya encim serta kerudung bagi yang wanita dan celana batik, baju koko serta kopiah hitam bagi yang pria layaknya masyarakat Betawi.  Lantunan lagu liturgi diiringi oleh gabungan musik tradisional gambang kromong dan juga modern. Inilah keunikan misa Natal jemaat kampung sawah......Mereka hidup ditengah masyarakat Betawi yang mayoritas muslim, sejarahnya jemaat awal kampung sawah adalah para pekerja dari wilayah lain yang datang untuk bekerja di perkebunan kampung sawah pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Kemudian mereka melakukan asimilasi budaya dengan masyarakat lokal.

                Indonesia adalah negara yang paling kaya dimuka bumi ini akan budaya, tiap daerah dan suku mempunyai budaya serta tradisi yang unik. Gereja di Indonesia pun melakukan asimilasi budaya dengan budaya lokal setempat. Dan bahkan semasa saya tinggal di Bali, gereja Katedral di Denpasar sangat unik sekali, dibuat seperti sebuah pura umat Hindu.

                Keragaman budaya kita memang sangat indah sekali, walau diklaim oleh negeri jiran sekalipun....Indonesia is the best. Malam ini adalah Natal 2007 yang berlangsung dengan khidmat dan lancar, bahkan hujan hanya turun sebentar saja. Mudah-mudahan Indonesia selalu diberkahi, masyarakatnya senantiasa hidup makmur serta rukun berdampingan, saling menghormati satu sama lain dan dihindarkan dari musibah bencana alam, tanpa teror bom, dan lain sebagainya. Semoga kita semua selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Amien...........MERRY CHRISTMAS for those who celebrate it.

 

 

2 comments:

  1. Thx 4 sharing rif.. Really nice writtings ^_^

    ReplyDelete
  2. Ira, Merry Christmas yakh........semoga diberkahi kesuksesan dan kesehatan yang baik...salam buat keluarga....

    ReplyDelete