Tuesday, December 25, 2007

Sisi Gelap Kehidupan dalam Sebuah Sinema "The Photograph"

                Pertama kali saya membaca resensi mengenai film tersebut di sebuah harian lokal yang terbesar di Indonesia dan diletakkan pada halaman pertama pada hari Minggu sekitar pertengahan bulan Juli 2007 yang lalu. Jarang sekali sinema nasional yang diulas pada halaman pertama sebuah koran Kompas, apabila film tersebut tidak memiliki sesuatu yang menarik untuk disaksikan.

                Akhirnya saya sempat melihat film The Photograph di blitz megaplex grand Indonesia beberapa waktu yang lalu, karena hanya blitz yang menayangkan film ini dan tidak dijaringan bioskop yang lain, ironis memang. Film ini besutan sutradara wanita Indonesia yang cukup terkenal, Nan T. Achnas.

                Film ini dibintangi oleh biduan wanita yang masih muda dan buat saya dia cukup cantik, Shanty serta ditemani oleh seorang aktor gaek Singapura yang cukup terkenal, Lim Kay Tong. Skenario film ini saja sudah memenangi penghargaan dari negri kincir angin sehingga berhasil memperoleh dana untuk dibuatkan dalam bentuk gulungan film.

                Film ini mengkisahkan tentang kehidupan dua manusia yang berlainan tetapi sebenarnya masing-masing mempunyai kesamaan yaitu sisi gelap kehidupan. Cuma yang membedakan adalah cara mereka memandang sisi gelap suatu kehidupan. Pak Johan – yang seorang fotografer keliling dan hidup kekurangan memandang masa lalunya adalah sesuatu yang kelam dan merupakan hukuman untuknya.

                Sementara Sariah alias Sita adalah seorang wanita Jawa dari kampung yang harus mencari uang sebagai penyanyi di klub karaoke serta terkadang harus menjajakan dirinya hanya untuk membiayai neneknya yang sedang sakit serta anaknya Yani yang masih berusia lima tahun, yang hidup terpisah dari Sita. Sita adalah sesosok yang tegar dan memandang sisi gelap hidupnya sebagai sebuah cobaan yang harus dia lalui.

                Nasib yang mempertemukan Sita dan Pak Johan. Permainan cantik yang ditampilkan oleh Shanty membuat saya kepincut dan meyakinkan saya bahwa Shanty akan menerima piala Citra di FFI 2007. Walau akhirnya tidak ada satu nominasipun yang diraih oleh film ini. Tanya kenapa??? Padahal Shanty tampil sangat sederhana, bermain natural dan berusaha untuk melafaskan logat Jawa – Indonesia pada saat berbicara. Shanty sepertinya lebih bagus untuk menjadi seorang aktris film dibanding menjadi seorang penyanyi. She’s a raising star in movie......satu atau dua tahun lagi, saya yakin Shanty akan menjadi salahsatu pemain film wanita terbaik yang dimiliki oleh Indonesia diawal abad 21 ini.

                Saya sendiri tidak tahu mengapa harus Lim Kay Tong yang harus berperan sebagai pak Johan, yang hasilnya beliau agak menemukan kendala untuk berbahasa Indonesia yang seharusnya dapat dilafaskan dengan sedikit logat Jawa Tengahan. Walaupun memang pak Johan merupakan imigran dari Cina tapi bukan berarti ia tidak bisa berasimilasi dengan budaya lokal. Karena saya tahu bahwa masyarakat keturunan Tionghoa yang menetap di Semarang, sudah sangat nJawani banget istilahnya alias mereka lebih suka berbicara dalam bahasa Jawa dibanding dengan bahasa mandarin atau kanton.

            Tapi memang Lim Kay Tong sendiri bermain sangat apik, sesuai skenario...seorang yang misterius dan jarang bicara, lebih banyak bahasa tubuh yang ditampilkan. Satu hal lagi yang patut diacungi jempol adalah penampilan Indy Barens yang berperan sebagai sahabat Sita. Indy bermain cukup apik dan pada saat berbicara menggunakan campuran bahasa Jawa dan Indonesia. Mungkin suatu saat, Indy akan dilirik oleh produser film lainnya...she’s very talented.

                Lukman Sardi pun bermain apik dan berperan sebagai tokoh antagonis di film ini. Saya suka dengan permainan film Lukman semenjak ia membintangi film GIE beberapa tahun yang lalu serta film 9 NAGA. Tidak heran apabila tahun 2007 ini, Lukman mendapatkan anugrah piala Citra sebagai kategori aktor pembantu pria terbaik dalam film NAGABONAR jadi DUA.

                Dan ada beberapa peran cameo lain seperti Nicholas Saputra yang tampil sangat cantik sebagai seorang waria (beneran cuantik lho....), Indra Bekti sebagai seorang yang buta warna dan beberapa artis sebagai cameo lainnya. Tapi kenapa nama Nicho, Indy dan Indra ditempatkan pada halaman sampul depan film The Photograph? Mungkin untuk meraih minat penonton yang notabene sangat terbatas penontonnya untuk film berat dan seartistik ini.......mungkin yang suka hanya saya, teteh dini, ira, soni, TJ, teman saya yang lain dan beberapa penonton JIFFEST lainnya.

                Pesan yang ingin disampaikan oleh film ini adalah sederhana, bahwa sebagai manusia biasa harus selalu menatap masa depan, menyimpan masa lalu sebagai pendewasaan serta selalu optimis. Dan sebuah foto bisa menceritakan beribu pengalaman berharga........hmm masih ingat khan dulu waktu belum era kamera digital, betapa susah payahnya kita mengambil foto, terus mencetaknya, terus memasukkannya ke dalam album, terus diperhatikan, terus diingat dan seterusnya.........a moment to remember.

                Sangat saya sayangkan film ini tidak meraih kategori sinematografi terbaik tahun ini, tapi saya doakan semoga film ini memenangkan beberapa penghargaan film internasional lainnya....mungkin piala Oscar 2008 untuk film berbahasa asing terbaik....Amien.

                Salahsatu yang saya sukai dari film ini adalah penggambaran sisi kota tua Semarang yang sangat artistik, entah kenapa dari dulu saya suka bangunan tua kota Semarang dan jalan-jalannya yang vintage. Tidak ada satupun kota tua di Indonesia yang memiliki kompleks bangunan tua yang sangat luas selain Semarang dan Jakarta. Tapi bangunan tua di Semarang masih banyak yang terawat dan digunakan sampai sekarang. Lokasi ini banyak digunakan untuk shooting beberapa film seperti GIE, Kala, dll.

                Oh iya yang mau membeli VCD film The Photograph, kalian bisa temukan di Disc Tarra atau toko kaset lainnya dan mungkin bentar lagi akan dijual di gerai Alfa Mart terdekat. Jangan beli yang bajakan yakh....cintai film Indonesia karena VCDnya murah Cuma Rp 29,000,-nett kog...masih mau yang beli bajakan. Kalau film Holywood nggak apa-apa dekh beli bajakannya di mal ambasador dekat pintu masuknya dan Cuma seharga Rp 10,000/keping DVD, karena Holywood kaya raya termasuk para artis-artisnya.........hehehee... seperti teman saya satu kantor yang anti produk bajakan, karena menurut kepercayaan yang dianutnya, membeli produk bajakan adalah DOSA........

                Kebayang yakh kalau setiap orang kayak teman saya di kantor, para pedagang tidak ada yang jual bajakan mulai dari tas branded, sepatu branded, DVD/VCD, parfum, dll. Semua orang jujur and everybody loves irene..............lho!!

 

5 comments:

  1. nanti deh dibeli VCD original nya..
    ayo cintai film Indonesiaaaaa...
    salam
    -ac-

    ReplyDelete
  2. aduh ending malah jualan.. aku emang rencana mau beli.. tapi nunggu DVD2 yg laen abis di tonton (kebanyakan bajakan tapi buatan luar kok, lokal selalu beli asli)

    kayaknya seru nih...

    ReplyDelete
  3. hahaha...........kurang ajar gw dibilang jualan ...emang iya sikh!! hehehe.......DVD bajakan gw cukup yg pelem2 luar aja.....biar ngirit daripada gw nonton pelem di bioskop.........err tapi kalo pelem action yg bagus special efectnya sikh emang bagusan liat di bioskop...........labilllllllllll

    ReplyDelete
  4. blum nuntun.. pengen nuntun siw... tp kapan yaah...

    ReplyDelete
  5. gw ada, mau?? btw buku elu masih ama gw tuh...kapan neh kita barter lage??

    ReplyDelete