Monday, December 3, 2007

Sentimental Moment - Jiffest

 


Saturday, 18 Desember 2005
,- It was dark and raining hard, thunders shouted loudly. I grasped two ticket of closing ceremony of Jiffest 2005. Written "Djakarta Theatre 1, 19.00 WIB, The Downfall (Untergang, der)."

Sementara kepastian antara pergi atau tidak masih menjadi pertanyaan dalam hati karena.......

"Ya udah, nggak apa-apa kita pergi nonton aja sebentar lagi. Toh hujan juga mau reda sebentar lagi," kata seseorang disampingku sore itu.

Tapi tetes hujan masih membasahi kaca jendela.

"Okay....kita tunggu dulu yakh. Bentar lagi kita berangkat. Tapi bentar aku mau ambil sesuatu dulu yakh," jawab saya sambil beranjak menuju ke lemari pendingin. Kemudian saya mengambil sesuatu benda yang berwarna biru dari dalam freezer dan selembar handuk kecil berwarna putih. Dan kedua benda tersebut saya masukkan kedalam kantong plastik sambil saya tambahkan beberapa bongkahan es batu.

Saya kembali kedalam kamar tidurnya dan mengajaknya segera bergegas. Kami berdua segera menuju ke lantai parkir basement sambil saya menentang tas plastik.

Dalam sekejap lift membawa kami ke basement 2 dan kami berdua menuju ke dalam mobil.

Ternyata malam itu Jakarta setelah badai, jalanan cukup macet. Dari tempat kami beranjak di kawasan Sudirman ke area Djakarta Theatre memakan waktu hampir 30 menit lebih. Setelah berputar dua kali di area parkir samping Djakarta Theatre, akhirnya saya berhasil menemukan sebuah tempat parkir mobil.

Kami berdua segera beranjak keluar dan saya tidak lupa membawa sesuatu yang dari tadi sudah saya siapkan. Sambil melindunginya dari rintik hujan, kami berdua bergegas menuju ke ruangan theater 1 tempat acara penutupan Jiffest 2005 berlangsung.

Sial bagi kami, acara penutupan sudah berlangsung dari tadi dan saat ini yang tersisa adalah pemutaran film "The Downfall" - sebuah film semi dokumenter tentang kisah hari terakhir Hitler di saat-saat akhir kekuasaannya.

Dan lebih sialnya malam itu kursi yang tersisa hanyalah deret paling depan sebelah kiri. Dengan teramat terpaksa, saya dan pacar saya harus menenpai kursi tersebut. Kami bagaikan berada disebuah tembok besar yang bercahaya.

Kebetulan tema film tersebut menceritakan tentang kisah Hitler di era Perang Dunia ke II, bunyi senapan serta suara percakapan disebuah ruang theater dengan sistim dolby stereo cukup menggangu kami berdua. Terlebih pacar saya yang dulu mengidap penyakit kanker otak stadium 3, sehingga mengakibatkan suara yang berlebihan cukup menggangu psikisnya.

Saya segera mengeluarkan sesuatu dari kantong plastik yang saya bawa, sebuah alat kompres yang berisi air beku serta handuk warna putih kecil. Benda tersebut segera saya tempelkan di belakang kepala pacar saya, agar mengurangi rasa sakit yang muncul.

Saya mendekapnya dengan erat dan sambil tangan kiri saya menempelkan alat kompres tersebut. Saya tahu ia menahan sakit yang luar biasa malam itu dan saya tahu dari raut wajahnya yang pucat. Tapi ia masih mau menemani saya malam itu untuk melihat malam penutupan.

Setiap ada dentuman meriam atau bunyi senapan, ia tampak meringis. Bukan karena ngeri tapi karena bunyi yang cukup menganggu. Seandainya kami mendapat tempat yang lebih nyaman, mungkin bunyi yang ditimbulkan tidak terasa menganggu. Belum lagi dengan tampilan layar yang besar di depan mata kami, sangat menggangu sekali.

Film sudah berjalan hampir 30 menit lebih, dan saya berbisik,"Kita pulang yuk!"

Ia terbangun sejenak dan melihat kearahku,"Tapi filmnya khan belum habis."

"Nggak apa-apa. Kasihan kamu. Aku bisa cari DVDnya nanti koq. Kita pulang sekarang yuk."

Setelah memasukan alat kompres dan handuk kecil kedalam kantong plastik, saya menuntunnya beranjak pergi. Tangga demi tangga kami lewati perlahan-lahan, sesekali saya menengok kebelakang untuk melihat sekilas film tersebut yang masih diputar semasa saya meninggalkan gedung teater tersebut.

"Maaf yakh, kamu nggak bisa sampai tamat lihat filmnya."

"Nggak apa-apa, khan aku udah bilang tadi. Nanti aku beli DVDnya, kita nonton sama-sama nanti yakh," jawabku sambil tersenyum. Dan kami kembali menuju kepelataran parkir lt. 2 Djakarta Theater. Saya tahu bahwa dia melakukan yang terbaik buat saya malam itu, walau kami hanya sempat menyaksikan pemutaran film tersebut beberapa saat.


Jiffest 2006
, - tanpa terasa sudah setahun berlalu. Kenangan saya dan mantan pacar saya sudah saya kuburkan dalam-dalam. Ia sudah hidup berbahagia di alam yang berbeda dan untuk sementara waktu kami tidak akan bertemu dulu.

Kali ini, perusahaan tempat saya bekerja menjadi media partner acara Jiffest 2006 kali ini. Dan kami mengadakan acara nonton bareng dan saya harus menjadi MC dadakan pagi itu di Djakarta Theater 3. Hmm....saya terpaksa menjadi MC pembuka acara nonton bareng film "The Matador".

Malam berikutnya, saya, teteh dini dan seorang teman hendak menonton sebuah film drama komedi yang selama ini saya tunggu-tunggu setelah membaca sipnosisnya - The Tiger and The Snow (La Tigre e la neve) . Film yang diperankan oleh Roberto Benigni (salahsatu aktor favorit saya) mencibir tentang  para tentara amerika di Irak (sebenarnya cibiran untuk pemerintah US). Film yang berdurasi 114 menit ini, sangat kocak sekali hingga salahsatu teman saya tertawa terbahak-bahak sampai beberapa orang didekat kami melihat ke wajah teman saya...........hahahaaa... but it's okay. It was really funny. Benigni played so brilliant. I liked the soundtrack and hope I could buy the soundtrack.

The closing ceremony was coming, I was queeing among the viewers in front of the Djakarta Theater's gate. The same place like it was. Saya belajar dari tahun lalu, saya datang lebih awal agar bisa dapat tempat duduk yang nyaman and this time I was alone.

"The Black Book - Zwartboek" - salahsatu film termahal yang dibuat oleh sineas negri kincir angin, Belanda akan menjadi film penutup malam itu. Film yang minim sensor ini snagat menarik sekali. Film ini menceritakan kembali tentang kisah kehidupan seorang wanita Yahudi yang berjuang untuk bangsanya dari penjajahan Nazi, menjadi mata-mata untuk gerakan bawah tanah pro Belanda dan diakhir era penjajahan Nazi di Belanda ia dikhianati serta dituding sebagai gundik Nazi. Alhasil ia digunduli dan disiksa, hanya karena ia mengetahui tentang suatu rahasia. Tapi kebenaranlah yang muncul, ia dibebaskan dari segala tuduhan. Film yang berbudget besar ini, layak untuk menjadi film penutup malam itu.

Sungguh indah dari sisi sinematographinya serta lakon para pemainnya dan lebih indah lagi apabila malam itu disamping saya ada yang menemani. Dan mungkin mantan pacar saya malam itu memang sedang menemani saya .........karena sebenarnya saya memegang dua tiket malam penutupan. Tapi tidak ada satupun sahabat saya yang bisa menemani malam itu............

Entah kejutan apa lagi di jiffest tahun ini.......but am so excited to feel and be there...........cheers Jiffest 2007.........

 

4 comments:

  1. satu lagi pintu kepribadian terbuka dan aku menemukan sosok pria yang full of love... :)

    benar2 sentimental moment

    ReplyDelete
  2. nduttttttttttttttttttt...
    tiket pesenan gw mannnaaa...!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!1

    ReplyDelete
  3. jiffest sekarang pelit.............jadi kudu beli sendiri tiketnya........hahahahahaha.............unless elu wartawan...

    ReplyDelete
  4. the tiger n the snow..really great movie..
    udah liat sih tapi bukan di bioskop :D..

    ReplyDelete