Sunday, January 20, 2008

The Buble

Akhir pekan ini  saya menikmati sebuah film Israel yang berjudul “The Buble” sebuah film persahabatan dengan bungkus gay themed movie dan mengusung sebuah pesan perdamaian didalamnya. Film besutan sutradara Israel – Eytan Fox ini sangat menarik buat saya. Baru kali pertama saya menonton film Israel, seperti di kebanyakan negara-negara anti Israel, segala jenis film yang berbahasa Israel dan bahkan bertemakan Yahudi adalah haram untuk disebarluaskan dan bahkan dilarang. Film yang berbahasa Hebrew atau Ibrani ini mengisahkan tentang persahabatan 2 orang pria Yahudi (Noam – tentara Israel dan Yali – manajer cafe) dan 1 orang wanita Yahudi (Lulu – penjaga toko bath accesories) dengan 1 orang pria Arab Palestina (Ashraf).

                Dari film inilah saya bisa melihat kota Tel Aviv – Ibukota negara Israel yang sesungguhnya, seperti kebanyakan negara-negara di Eropa (memang kota ini dibangun kembali oleh para imigran Yahudi dari Eropa) lainnya yang tertata rapi dan bersih. Pedestrian dibangun cukup lebar dengan pohon hias khas mediterania dikanan dan kiri jalan, sangat menarik buat saya. Tidak pernah saya melihat kota Tel Aviv yang sesungguhnya, karena selama ini yang diekspos di media TV adalah kota suci Jerusalem – kota pilar 3 agama besar di dunia yang selalu runyam.

                Dalam film ini juga dikisahkan bahwa sebenarnya masih banyak warga Israel sendiri yang cinta perdamaian. Sehingga difilm ini juga diceritakan bagaimana usaha 4 orang manusia berusaha menyuarakan perdamaian melalui caranya sendiri – a rave party on the mediteranian beach.  Tapi usaha mereka bukan berarti mendapatkan dukungan, ada juga warga Israel yang fasis – menentang perdamaian dan pro zionisme.

                Seperti dalam kitab perjanjian lama di Injil serta yang tertulis dalam Al Quran bahwa bangsa Yahudi adalah umat pilihan. Mereka diberkahi rupa yang menawan, otak yang pandai serta tanah yang subur. Tapi ditanah perjanjian itulah, perdamaian tidak pernah terjadi semenjak ratusan abad yang lalu. Bagaimana bangsa Yahudi berhasil memerdekakan diri di tahun 1948 dan mengakuisisi tanah bangsa Palestina hingga detik terakhir ini. Inilah yang menjadi bara dunia.

                Di film ini juga diceritakan bagaimana derita bangsa Palestina yang harus melewati checkpoint atau pos batas pemeriksaan sebelum memasuki tanah Israel untuk keperluan pribadi atau bisnis. Ribuan orang Palestina tiap harinya keluar masuk check point ini dan banyak dari mereka yang mencoba mengadu nasib di Tel Aviv. Kaum pria harus mengangkat bajunya agar tentara Israel bisa melihat apakah mereka membawa bom bunuh diri atau tidak, termasuk kaum wanita yang kadang sangat melecehkan mereka. Tapi apa boleh buat, semua jalur pemeriksaan yang ketat harus dijalankan agar mau selamat.

                Ashraf – seorang pria Palestina yang mencoba mengadu nasib secara tidak sengaja di Tel Aviv harus menyamar menjadi seorang pria Yahudi bernama Shimi – nama panggilan dari nama Shimon. Ia menjadi waiter disebuah bar di kota Tel Aviv dan ternyata saya baru tahu banyak dari bangsa Palestina juga harus menguasai dua bahasa yaitu Arab dan Ibrani. Tiap orang Palestina yang bekerja di tanah Israel harus kembali ke tanah Palestina sore harinya, kalau tidak akan ditangkap oleh polisi Israel.

                Satu sisi film ini juga menyelipkan pesan bahwa bangsa Israel juga sudah bosan hidup dalam ketakutan. Setiap hari mereka takut kalau wilayahnya akan menjadi sasaran peluru kendali atau tempat lokasi bom bunuh diri. Warga Israel sendiri seakan sudah kebal akan rasa takut, walaupun tiap detik nyawa mereka terancam baik dari bangsa Yahudi dan bangsa Palestina sendiri. Coba bayangkan saja, andaikata Jakarta tiap hari diancam lontaran bom? Semenjak tragedi bom di Bali dan JW Marriott saja saya sudah trauma, tidak berani berlama-lama ditengah keramaian yang terbuka. Yakh kita harapkan semoga teror bom tidak akan pernah terjadi lagi di bumi Indonesia.

                Saya nggak tahu mengapa perdamaian tidak pernah terjadi diantara bangsa Yahudi dan Palestina.  Apakah hal ini memang disengaja? Agar tidak terjadi Armageddon (kiamat) didunia? Seperti yang telah tertulis di Al Quran, tanda – tanda kiamat salahsatunya terjadinya perdamaian antara dua suku bangsa yaitu Yahudi dan Arab (palestina) serta yang tertulis di kitab perjanjian baru (Injil). Sehingga kekacauan, sikap saling mencurigai serta pembunuhan adalah hal yang lumrah diantara mereka, agar manusia bisa tetap hidup....

                Lihat saja bagaimana Hamas (salahsatu partai politik fasis di Palestina) serta kaum Zionis Israel yang keras menentang perdamaian. Padahal mantan perdana menteri Israel – Benjamin Netanyahu sudah mencoba menjalin perdamaian diantara kedua kubu, walau beliau ditentang habis-habisan oleh parlemen Israel atas usahanya ini yang dianggap sesuatu yang bodoh. Memang yang paling menderita saat ini adalah kaum Palestin. Warga Palestina harus hidup dalam ketakutan, rumahnya digusur begitu saja oleh buldozer tentara Israel yang katanya akan dibangun perumahan untuk kaum Yahudi padahal tanah tersebut secara turun temurun adalah milik suku Arab Palestina. Tentara Israel dengan seenaknya menembak warga Palestina yang tidak bersalah baik muda maupun tua, inilah yang membuat emosi kaum Palestina terbakar dan dilawan dengan jihad. Belum lagi, disekitar Jerusalem kini dibangun tembok tinggi mengelilingi kota tersebut, sementara tembok Berlin saja sudah dihancurkan. Pembangunan tembok tersebut tetap berjalan dengan dukungan Amerika Serikat – sekutu utama Israel dan penyalur dana terbesar kelangsungan ekonomi bangsa Yahudi. Padahal sudah dikecam oleh PBB dan juga warga dunia lainnya.

                Ibarat David vs Goliath, bangsa Palestina melancarkan serangan intifada baik dengan cara melempar batu ke arah tentara Israel, bom bunuh diri atau melontarkan bom. Suatu saat, ada kisah nyata seorang gadis Palestina berumur 15 tahun yang rela dililit bom ditubuhnya agar ia mendapatkan uang untuk keluarganya serta untuk balas dendam. Sebelum melilitkan bom ditubuhnya, ia menulis surat untuk keluarganya bahwa tindakannya jangan disesalkan dan ini untuk kebaikan keluarga serta bangsanya. Memang setiap warga Palestina yang meninggal karena menjadi umpan bom bunuh diri, ia akan dianggap sebagai martir dan keluarganya akan mendapatkan banyak bala bantuan. Dan setiap nyawa yang jatuh diantara kedua pihak harus dibalas dengan nyawa juga. Jadi ibarat memintal benang ruwet untuk menegakkan perdamaian diantara kedua belah pihak.

                Film ini juga ditutup dengan tindakan Ashraf yang hendak melakukan bom bunuh diri disebuah cafe tempatnya ia bekerja di Tel Aviv, tapi kemudian ia menemukan kekasihnya Noam sedang berada di dalam. Noam mengetahui bahwa ada sesuatu yang tidak beres didalam tubuh Ashraf dan Noam menemui Ashraf yang berlari menjauhi cafe tersebut. Kemudian Noam mendekatinya dan Ashraf menarik pelatuk bom bunuh diri, seketika dua insan sejenis yang saling jatuh cinta harus rela mati untuk mendapatkan kebahagiaan sejati. Pilihan Ashraf untuk menjadi pelaku bom bunuh diri adalah untuk mengurangi korban jiwa yang akan berjatuhan dari warga kota Tel Aviv dan ia juga tidak memiliki pilihan lain karena dipaksa menikah sementara kakak kandungnya meninggal karena ditembak oleh tentar Israel, it's a dilemma!

                Film ini cukup baik dari segi sinematografi dan tehnik penulisan, pesan yang disampaikan adalah jelas bahwa perdamaian harus ditegakkan di tanah Israel dan Palestina agar mereka dapat hidup tenang. Mereka sudah bosan hidup dalam ketakutan dan saling mencurigai, mungkin dalam bahasa film seperti inilah pesan perdamaian dapat disebarluaskan. Tidak aneh film ini bisa dijual bebas di pasaran dalam bentuk DVD bajakan. Sebuah film yang patut disaksikan untuk melihat sisi baik warga Israel dan Palestina yang menginginkan perdamaian untuk kedua belah pihak. Menyebarluaskan perdamaian melalui sebuah film, Bravo!!

5 comments:

  1. aq baru ntn juga kemaren....
    pesan perdamaiannya bagus...bagus bgt....
    yg sedikit mengganggu.....mengapa musti gay..??napa ga teman biasa aja...ato yg normal gitu....

    ReplyDelete
  2. lho itu khan bungkusnya aja....yang penting pesannya bisa diterima setiap penonton...It's an art movie pak...

    ReplyDelete
  3. yup....ini tipikal film festival...kalau dijual dipasaran bakalan nggak laku karena bungkusnya yg nyeleneh...hehehhee

    ReplyDelete
  4. pilem festival kan belum tentu art movie...beda lo itu mas...
    sama halnya art movie lum tentu diikutkan di festival....hhehehe

    ReplyDelete